tirto.id - Sebanyak 20 warga negara Indonesia (WNI) korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) melalui penipuan daring, berhasil dibebaskan dan dibawa keluar dari Myawaddy, Myanmar.
Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan para WNI itu telah diserahterimakan kepada KBRI Bangkok di Mae Sot, Thailand, setelah diberangkatkan dari Myawaddy, Myanmar. Mereka seluruhnya dinyatakan dalam kondisi sehat.
"Secara umum terlihat mereka dalam kondisi sehat," ucap Sandi dalam keterangan tertulis, Minggu, 7 Mei 2023.
Pembebasan ini berawal dari tim KBRI Bangkok telah menerima informasi dari KBRI Yangon dan GASO terkait penyebrangan 16 WNI melalui bantuan Border Guard Forces Myanmar.
Selanjutnya KBRI Bangkok akan membawa mereka untuk menginap di hotel yang telah KBRI siapkan di Mae Sot. Sementara tidak dilakukan pendalaman oleh tim agar para WNI beristirahat.
"Personel Hubinter dan Bareskrim hari ini terbang ke Bangkok untuk mendalami peristiwa yang terjadi, dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk pemulangan mereka," terang Sandi.
Atas kerja sama KBRI Yangon dengan jejaring lokal yang memiliki akses ke wilayah Myawaddy --tempat para WNI tersebut disekap, mereka dapat dibebaskan dan dibawa menuju perbatasan Thailand, kata Kemenlu.
Kedua puluh WNI tersebut dibawa ke perbatasan dalam dua gelombang, yaitu pada 5 Mei 2023 sebanyak 4 orang, dan 6 Mei 2023 sebanyak 16 orang,
Tim Pelindungan WNI KBRI Bangkok selanjutnya akan membawa mereka ke Bangkok untuk menjalani proses pemulangan.
KBRI Bangkok disebutkan akan berkoordinasi dengan otoritas Thailand untuk perizinan repatriasi para korban kembali ke Indonesia.
Selasa, 2 Mei, keluarga korban mengadukan perkara itu kepada polisi. Pelaporan ditujukan untuk melaporkan perekrut inisial A dan P yang telah menempatkan 20 buruh migran yang menjadi korban dugaan perdagangan orang.
Pelapor telah mendapatkan Surat Tanda Bukti Penerimaan Laporan dengan Nomor STTL/158/V/2023/BARESKRIM tertanggal 2 Mei 2023. Dengan persangkaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007.
A dan P merekrut dan menempatkan buruh migran secara tidak sesuai prosedur ke Myanmar dengan modus operandi menawarkan pekerjaan sebagai operator komputer di salah satu perusahan bursa saham di Thailand.
Para korban diiming-imingi gaji besar senilai, Rp8-10 juta perbulan, dengan jam kerja selama 12 jam, mendapatkan empat kali makan sehari, serta mendapatkan fasilitas tempat tinggal secara gratis.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto