tirto.id - Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan konsorsium PT Jogja Tugu Trans (JTT) mulai mengoperasikan Trans Jogja sejak Februari 2008. Trans Jogja digadang-gadang menjadi transportasi yang nyaman dan terjangkau bagi warga Yogyakarta.
Namun, sejak kali pertama beroperasi hingga sekarang, Trans Jogja mengalami berbagai masalah. Masalah pertama muncul ketika puluhan karyawan Trans Jogja di bawah PT JTT melakukan protes lantaran perjanjian soal gaji dan aturan cuti tidak dipenuhi.
"Gaji seorang pramudi sesuai kesepakatan adalah sebesar Rp2.225.000 per bulan, tapi hanya dibayarkan Rp2.054.000," kata Koordinator Kru Trans Jogja Totok Yuliyanto seperti dilansir Antara pada Maret 2012 silam.
Protes sejumlah karyawan Trans Jogja itu dilakukan beberapa kali, selain mengadu ke DPRD DIY, mereka juga melakukan aksi demonstrasi hingga mogok kerja.
Direktur Utama PT JTT saat itu, Poerwanto Johan Riyadi menanggapi terkait gaji karyawan menurutnya telah mengacu pada peraturan perusahaan. Dan kata dia tidak semua gaji karyawan tercantum dalam biaya operasional kendaraan (BOK).
BOK ini merupakan biaya yang ditanggung oleh Pemprov DIY yang dihitung berdasarkan jarak tempuh setiap bus yang pada tahun pertama operasionalnya sekitar Rp4.000 sampai Rp5.500 per kilometer.
Total ada puluhan miliar rupiah dana yang dikucurkan Pemprov DIY ke PT JTT setiap tahunnya. Dan belakangan penggunaan dana tersebut disinyalir telah diselewengkan, dan kasusnya sampai ke meja hijau pada 2013.
Dalam kasus tersebut, Dirut PT JTT Poerwanto didakwa telah melakukan korupsi BOK yang dinilai menimbulkan kerugian negara miliaran rupiah. Ia didakwa mengajukan BOK tanpa adanya dasar kontrak, surat perintah kerja, maupun klaim operasional.
Majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta menilai Poerwanto bersalah hingga akhirnya menjatuhkan hukuman 1 tahun 10 bulan dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan penjara.
"Terdakwa yang mengajukan kasbon sangat berpotensi merugikan negara," kata Soewarno, ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus ini pada Maret 2014 lalu.
Namun ujungnya pada Juli 2016 Poerwanto akhirnya dinyatakan bebas setelah pengajuan kembali (PK) diterima oleh hakim.
Pada 2015 Pemprov DIY mengakhiri kerja sama dengan PT JTT sebagai operator Trans Jogja. Pemda DIY kemudian menunjuk perusahaan BUMD PT Anindya Mitra Internasional (AMI) sebagai operator.
Trans Jogja Beberapa Kali Celaka di Jalanan
Tak hanya masalah pengelolaan, Trans Jogja juga beberapa kali mengalami kecelakaan di jalan hingga menimbulkan korban. Berdasarkan data yang Tirto himpun dalam tiga tahun terakhir Trans Jogja setidaknya mengalami empat kali kecelakaan.
Pada 15 Juni 2016, bus Trans Jogja berplat nomor AB 7732 AK menabrak pengendara sepeda motor Yamaha Mio. Peristiwa tersebut terjadi di Jalan Laksda Adisucipto Km 6 Depok, Sleman.
Pada 14 Maret 2018, seorang pengendara motor bertabrakan dengan Bus Trans Jogja di Jalan Raya Kledokan, Caturtunggal, Depok, Sleman. Akibatnya pengendara motor mengalami luka parah di bagian kepala.
Kemudian pada 6 Mei 2019, seorang pengendara motor tewas setelah menabrak bus Trans Jogja dengan kecepatan tinggi di Jalan Ki Penjawi Rejowinangun Kotagede Yogyakarta.
Lalu pada 27 November 29, seorang pengendara motor berinisial AP (18) juga tewas setelah ditabarak oleh bus Trans Jogja di Jalan Padjajaran atau Ring Road Utara.
Dalam kejadian terakhir itu bus Trans Jogja diketahui menerobos lampu lalu lintas hingga akhirnya menabrak sepeda motor yang dikendari AP, Seorang pelajar asal Wonogiri, Jawa Tengah.
Kasatlantas Polres Sleman AKP Mega Tetuko mengatakan kecelakaan itu terjadi sekitar pukul 10.00 WIB. Bus Trans Jogja dengan nomor polisi AB 7837 AK yang dikemudikan Arif Himawan Suryadi (32) melaju dari arah barat ke timur dengan kecepatan sedang.
"Sesaat mendekat TKP di simpang empat UPN lampu traffic menyala kuning terus menyala merah, namun bus tetap melaju," kata Mega saat dikonfirmasi Kamis (28/11/2019).
Tidak membutuhkan waktu lama, polisi kemudian menetapkan sang pengemudi Trans Jogja sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
"Status [pengemudi Trans Jogja] tersangka, dari penyidik bahwa memang bus melanggar. Sepeda motor [melaju saat] sudah warna hijau, sehingga sudah haknya untuk sepeda motor [melaju]," kata Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Yuliyanto.
Yuliyanto mengatakan tersangka dikenakan pasal Pasal 311 ayat 5 UU 22 thn 2009. Pengemudi diduga dengan sengaja mengemudikan kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang.
Perlu Jalur Khusus Trans Jogja
Operator Trans Jogja, PT AMI melalui Direktur Utamanya, Dyah Puspitasai menyatakan setelah kejadian itu langsung memecat sang sopir dan juga pramugara Trans Jogja yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Usai kejadian ini, PT AMI kata dia juga langsung melakukan evaluasi. Untuk meninimalisir terjadinya kelalaian pengemudi, ia akan memperketat pola rekrutmen dan memperkuat pembinaan para karyawan.
Dyah mengatakan selain kelalaian manusia, ketidak tersediaan jalur khusus bagi Trans Jogja menurutnya menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Oleh karena itu ia berharap akan ada jalur khusus untuk Trans Jogja.
"Kita berharap supaya Trans Jogja sebagai transportasi publik andalan di Jogja bisa mendapatkan perlindungan setidaknya ada jalur yang tidak sama dengan pengendara lain," kata Dyah kepada Tirto.
Bus Trans Jogja yang berukuran besar kata dia sangat berisiko ketika berada di jalur yang sama dengan kendaraan pribadi terutama sepada motor. Oleh karena itu selain dukungan pemerintah melalui subsidi, ia berharap juga ada perlindungan dalam bentuk jalur khusus.
Dyah mengatakan ia telah berdiskusi dengan Dinas Perhubungan DIY terkait dengan perlunya jalur khusus bagi Trans Jogja. Tetapi memang jalur khusus menurutnya perlu kajian yang komperhensif.
Kepala Dinas Perhubungan DIY Sigit Sapto Raharjo mengatakan, wacana jalur khusus bagi Trans Jogja menurutnya memang harus ada studi yang komperhensif.
Ia tak ingin jalur khusus itu nantinya malah hanya berorientasi untuk mengejar untung bagi operator.
Hal ini terkait kondisi jalan di Yogyakarta cenderung sempit, sehingga jika harus ada jalur khusus untuk Trans Jogja maka akan menjadi tambah sempit. Imbasnya kata dia malah akan menimbulkan masalah baru yakni kemacetan.
"Kita akan membuat studi di titik-titik yang rawan macet itu, apakah perlu jalur khusus. [Bisa jadi] misalnya hanya titik-titik tertentu dibuat jalur khusus," kata Sigit.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Zakki Amali