Menuju konten utama
Dewan Etik MK:

1 Pimpinan Komisi III Tak Mau Diperiksa Soal Kasus Arief Hidayat

Dewan Etik belum bisa memutuskan sikap usai memeriksa pimpinan Komisi III.

1 Pimpinan Komisi III Tak Mau Diperiksa Soal Kasus Arief Hidayat
Calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim MK di Komisi III, gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/12/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - Komite Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) masih memproses dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua MK Arief Hidayat. Dewan Etik MK telah memeriksa sejumlah pimpinan Komisi III DPR untuk menelusuri dugaan transaksional Arief kepada DPR. Namun, tidak semua mau diperiksa Dewan Etik.

"Dari 5 pimpinan Komisi III yang dipanggil Dewan Etik, 3 belum sampaikan konfirmasi, 1 sudah hadir, 1 tidak bersedia hadir," kata Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono, Jumat (15/12/2017).

Fajar tidak merinci nama anggota Komisi III yang tidak hadir dalam pemeriksaan tersebut. Akan tetapi, ia memastikan Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa hadir dalam pemeriksaan tersebut. Sayang, ia enggan merinci apa saja yang dibahas dalam pemeriksaan tersebut.

Fajar mengaku, pihak Dewan Etik belum bisa memutuskan sikap usai memeriksa pimpinan Komisi III. Ia tidak bisa memastikan waktu dewan etik menyampaikan hasil penanganan kepada publik.

"Sekiranya keterangan dianggap cukup. Kabarnya, akan diselesaikan bulan ini," kata Fajar.

Penetapan Ketua MK Arief Hidayat kembali sebagai hakim konstitusi menimbulkan polemik. Disinyalir Arief melakukan lobi kepada DPR untuk kembali menjadi hakim konstitusi. Bahkan, alat transaksi yang digunakan adalah sengketa UU MD3 terkait pansus hak angket.

Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Wakil Ketua Komisi III Desmon J Mahesa menjawab pertanyaan Arief melobi dengan putusan pansus hak angket. "Ya pasti begitu lah," kata Desmond saat ditanya apakah uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terkait dengan lobi pansus hak angket di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/12/2017).

Sedangkan perkara yang digugat tentang UU MD3, terkait pembentukan pansus hak angket terdiri dari empat pokok. Pertama, perkara 47/PUU-XV/2017 merupakan bagian dari perkara yang melakukan judicial review tentang Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Selain gugatan nomor 47, ada tiga gugatan lain yang serupa yakni 36/PUU-XV/2017, 37/PUU-XV/2017, dan 40/PUU-XV/2017 dengan penggugat yang berbeda-beda.

Perkara Nomor 36 dimohonkan oleh gabungan mahasiswa dan dosen fakultas hukum yang menamakan dirinya sebagai Forum Kajian Hukum dan Konstitusi. Perkara Nomor 37 dimohonkan oleh Horas A.M. Naiborhu, Direktur Eksekutif LIRA Institute, Perkara Nomor 40 dimohonkan Dr. Harun Al Rasyid, Hotman Tambunan, Dr Yadyn, Novariza, dan Lakso Anindito, para pemohon tergabung dalam wadah pegawai KPK.

Sementara itu, perkara Nomor 47 diajukan oleh Busyro Muqoddas, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Indonesia Corruption Watch (ICW) yang diwakili oleh Muhammad Isnur, dkk yang tergabung dalam Tim Advokasi Selamatkan KPK dari Angket DPR.

Namun, pemohon perkara nomor 47/PUU-XV/2017 tentang pengujian UU Nomor 17 tahun 2014 tentang UU MD3 memutuskan untuk mencabut gugatan. Pemohon yang tergabung dalam Tim Advokasi Selamatkan KPK dari Angket DPR itu khawatir perkara mereka menjadi alat tawar Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat agar tetap bisa maju menjadi Hakim Konstitusi dan kenyataannya Arief lolos fit and proper test dan sudah ditetapkan kembali sebagai hakim konstitusi dalam Paripurna DPR, Rabu kemarin.

Baca juga artikel terkait ARIEF HIDAYAT atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto