tirto.id - Bank Indonesia (BI) telah meluncurkan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) pada Senin (4/12/2017) pagi. Adapun sistem tersebut diyakini mampu meningkatkan efisiensi pada industri perbankan di Indonesia serta meminimalisasi risiko keamanan yang dapat dihadapi konsumen.
Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, GPN dapat menciptakan ekosistem pembayaran yang terkoneksi, interoperabel, dan mampu diproses secara domestik.
“Ada kecenderungan industri untuk membangun platform sistem pembayaran yang sifatnya eksklusif, yaitu hanya dapat melayani instrumen yang diterbitkannya sendiri,” ujar Agus dalam pidatonya saat acara Peluncuran Gerbang Pembayaran Nasional di kantornya, hari ini.
BI sendiri sudah membentuk tiga lembaga untuk mendorong penyelenggaraan GPN. Ketiga lembaga itu ialah penyusun dan pengelola standar teknologi pembayaran nasional (lembaga standar), pemroses data transaksi pembayaran domestik (lembaga switching), serta penjaga keamanan transaksi yang memastikan enkripsi data secara end-to-end (lembaga services).
“Lembaga services dibentuk dan dimiliki bersama oleh lembaga switching GPN dan anak usaha dari pelaku industri utama, yakni BRI, BNI, Bank Mandiri, dan BCA, yang mencakup 75 persen pangsa transaksi nasional pembayaran ritel nasional melalui konsorsium,” jelas Agus.
Dengan diberlakukannya sistem GPN, Agus berharap infrastruktur untuk pembayaran dapat lebih tertata. Selain itu, industri perbankan wajib memproses transaksinya (routing) secara domestik, sehingga mampu menetapkan skema harga yang lebih rendah.
“Untuk tahap awal, telah ditetapkan besaran MDR [Merchant Discount Rate] kartu debit sebesar 1 persen per transaksi off-us, atau lebih rendah dari yang berlaku selama ini di kisaran 2-3 persen,” ungkap Agus.
Per 1 Januari 2018, para penerbit kartu debit wajib menyediakan kartu berlogo nasional kepada masyarakat. Dengan adanya logo dan sinergi antara ATM maupun mesin Electronic Data Capture (EDC), BI menargetkan biaya investasi infrastruktur dapat direlokasi ke daerah yang lebih membutuhkan serta dialihkan ke kegiatan pembiayaan dan pinjaman yang lebih bermanfaat.
Tak hanya itu, kompleksitas koneksi yang sebelumnya cenderung terjalin antarpihak dapat tersentralisasi dan masyarakat pun dapat bertransaksi dari manapun, serta menggunakan instrumen maupun kanal pembayaran apapun. Oleh karena itu, Agus menilai efisiensi dapat dicapai karena skema harga yang tercipta menjadi lebih kompetitif.
“Sampai saat ini, keempat lembaga switching GPN telah terkoneksi dengan 60 penerbit dan 14 acquirer, dengan tingkat interoperabilitas transaksi debit yang mencapai 75 persen,” ucap Agus.
Masih dalam kesempatan yang sama, Agus turut menyampaikan kalau GPN juga dirancang untuk menjadi pendukung dari program-program pemerintah. Di antaranya seperti penyaluran bantuan sosial nontunai, elektronifikasi jalan tol dan transportasi publik, keuangan inklusif, serta perkembangan sistem perdagangan nasional berbasis elektronik.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari