tirto.id - Beredar di media sosial, sebuah unggahan yang menyebut bahwa filter rokok mengandung darah babi untuk memberi efek kecanduan pada perokok. Unggahan tersebut juga mengeklaim ada penelitian internasional yang membuktikan bahwa semua perusahaan rokok menggunakan darah babi untuk filter rokoknya, termasuk yang beredar di Indonesia.
Narasi tersebut diunggah oleh sejumlah akun Facebook, di antaranya “Darussalam” dan “Nur Sen” pada Minggu (14/7/2024) dan Rabu (24/7/2024). Dilampirkan juga video berdurasi 3 menit yang diklaim berisi pernyataan dari Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Hakim Sarimuda Pohan, yang menyebut bahwa filter rokok mengandung darah babi.
“Jadi ternyata filter itu diberikan hemoglobin. Tetapi celakanya hemoglobin berasal dari darah yang diambil dari rumah potong hewan babi,” katanya dalam video.
Sementara itu, keterangan takarir dalam unggahan tersebut berbunyi:
“SEMUA PABRIK ROKOK MENGGUNAKAN DARAH BABI SUPAYA PARA PEROKOK KECANDUAN* *TIDAK BISA DIBANTAH LAGI. YANG MEROKOK SAMPAI MATI PASTI TIDAK BISA BERTAUBAT DAN PASTI MASUK NERAKA*
Hakim Sarimuda Pohan - *Penelitian Internasional membuktikan* : Bahwa semua perusahaan rokok *menggunakan DARAH (HEMOGLOBIN) BABI* untuk Filter Rokoknya, termasuk *SEMUA ROKOK (FILTER) YANG BEREDAR DI INDONESIA* SUDAH KAMI SAMPAIKAN KEPADA ANDA : *ROKOK ITU HAROM*”
Sepanjang Minggu (14/7/2024) hingga Kamis (1/8/2024), atau selama 18 hari tersebar di Facebook, salah satu unggahan tersebut telah memperoleh 2 tanda suka dan telah ditonton sebanyak 32 kali.
Lantas, benarkah klaim yang menyebut bahwa filter rokok yang beredar di Indonesia mengandung darah babi?
Penelusuran Fakta
Tirto mencoba menelusuri klaim ini melalui Google. Kami menemukan narasi bahwa filter rokok mengandung darah babi telah beredar di Indonesia sejak beberapa tahun lalu, seperti yang terlihat juga di arsip berita milik Antara pada tahun 2013.
Artikel itu memuat pernyataan Ketua Komnas PT, Hakim Samudra Pohan, saat menjadi pembicara dalam dialog bahaya merokok bagi kehidupan berbangsa di Balaikota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada tahun 2013 lalu.
Dalam kesempatan tersebut, Hakim memang menyebut filter rokok yang banyak digunakan di Indonesia terkandung bahan yang berasal dari darah babi. Ia menambahkan, hemoglobin atau protein darah babi digunakan dalam filter rokok untuk menyaring racun kimia agar tidak masuk ke dalam paru-paru perokok.
Hakim menyebut pernyataannya tersebut berdasarkan pernyataan yang diungkapkan Profesor Kesehatan Masyarakat dari Universitas Sydney, Simon Chapman, yang merujuk pada penelitian di Belanda, yang mengungkap bahwa 185 perusahaan berbeda menggunakan hemoglobin babi sebagai bahan pembuat filter rokok.
Tirto kemudian menelusuri konteks pernyataan Simon Chapman dan penelitian terkait yang diklaim menemukan kandungan hemoglobin babi dalam filter rokok.
Mengutip laporan SCMP, pernyataan Simon Chapman, terkait adanya 185 perusahaan berbeda menggunakan hemoglobin babi sebagai bahan pembuat filter rokok, merujuk pada buku yang ditulis oleh penulis asal Belanda bernama Christien Meindertsma berjudul “Pig 050409”, yang diterbitkan pada tahun 2007.
Meski begitu, berdasarkan penelusuran SCMP terkait buku tersebut, sang penulis tidak menuliskan secara spesifik merek rokok dan asal negara rokok yang diklaim mengandung darah babi dalam filternya.
Kami juga menemukan penelitian yang ditulis Simon berjudul “Pig's blood in cigarette filters: how a single news release highlighted tobacco industry concealment of cigarette ingredients” yang meneliti reaksi global terhadap klaim penggunaan darah babi pada filter rokok.
Namun, dalam penelitian tersebut juga tidak disebutkan secara spesifik merek rokok asal Indonesia yang terbukti filter rokoknya mengandung darah babi.
Terkait hal ini, kami menemukan bantahan resmi dari pemerintah soal klaim yang menyebut bahwa filter rokok yang beredar di Indonesia mengandung darah babi, yang disampaikan oleh sejumlah instansi, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM).
Kominfo misalnya, telah dua kali membantah kebenaran terkait klaim ini pada tahun 2019 dan 2024. Sementara itu, BPOM pada tahun 2017 juga telah menerbitkan penjelasan terkait isu bahwa filter rokok yang beredar di Indonesia mengandung darah babi.
BPOM sendiri pernah melakukan uji filter rokok terhadap lima merek rokok berfilter yang beredar di Indonesia yang dilakukan di laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) pada tahun 2010 dan 2013 silam. Hasilnya, tidak ada satupun merek rokok filter tersebut yang terdeteksi ada kandungan DNA babi.
Sebagai informasi, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, BPOM diamanahkan untuk mengawasi produk dan iklan rokok yang beredar.
Pengawasan yang dimaksud hanya terkait beberapa hal yaitu kebenaran kandungan nikotin dan tar, pencantuman peringatan kesehatan pada label, dan ketaatan dalam pelaksanaan penayangan iklan dan promosi rokok.
Terkait klaim ini, BPOM mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi isu-isu terkait obat dan makanan yang beredar melalui media.
Apabila masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Contact Center HALO BPOM di nomor telp. 1-500-533 (pulsa lokal), SMS 0-8121-9999-533, email [email protected], atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang dilakukan, tidak ditemukan keterangan resmi yang membenarkan klaim bahwa filter rokok yang beredar di Indonesia mengandung darah babi.
Isu ini merupakan isu lama yang telah beredar sejak beberapa tahun lalu. Instansi pemerintah terkait seperti Kominfo dan BPOM telah membantah terkait kebenaran isu ini.
Jadi, informasi yang menyebutkan bahwa filter rokok yang beredar di Indonesia mengandung darah babi bersifat salah dan menyesatkan (false and misleading).
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email [email protected].
Editor: Farida Susanty