tirto.id - Khofifah Indar Parawansa masih punya segudang rencana untuk memajukan Jawa Timur. Berniat berlaga kembali di Pilkada Jatim, ia mengaku siap meneruskan program-program yang sudah dimulai sekaligus membawa inovasi anyar.
Saat ini, pasangan Khofifah dan Emil Dardak masih menjadi kandidat paling kuat di Pilkada Jatim. Pasalnya, belum terlihat nama-nama lain yang akan maju menantang mantan Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim periode 2019-2024 tersebut. Kendati demikian, Khofifah tidak berencana maju tanpa persiapan dan santai-santai.
Bertutur kepada Tirto dalam acara podcast For Your Politics, dia menyebut terus memupuk ikhtiar untuk memantapkan diri maju kembali di periode kedua.
“Saya tetap melihat SDM itu harus didorong. Kita melihat daya saing, daya inovasi itu menjadi bagian penting. Indeks kompetitif dan indeks innovation itu tetap menjadi bagian yang sangat penting dan itu harus didorong,” kata Khofifah di kantor Tirto.
Keputusannya menggandeng kembali Emil Dardak bukan tanpa sebab. Keduanya, kata dia, memang memiliki keinginan yang sama untuk terus membangun harmoni di Jatim.
Khofifah mengaku sudah mendapatkan dukungan dari delapan parpol untuk maju di Pilkada Jatim. Meski beberapa parpol berseberangan di kontestasi Pilpres lalu, ia percaya bahwa Jawa Timur bisa menjadi referensi rekonsiliasi nasional.
“Tidak berlebihan kalimat yang saya sampaikan itu, menjadi referensi rekonsiliasi nasional. Karena pada dasarnya Jawa Timur itu adalah center of gravity bagi Indonesia,” ujarnya.
Saat ini, Khofifah dan Emil didukung oleh gerbong koalisi terdiri dari Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), PKS, dan Perindo. Ia mengaku tak menutup peluang jika parpol lain ingin bergabung.
Khofifah menyatakan hubungannya dengan parpol lain masih berjalan baik. Lantas, bagaimana upaya dia membangun kekuatan parpol pendukung ke depan? Apa sikap yang bakal diambil Khofifah setelah nama menteri sosial, Tri Rismaharini, digadang-gadang akan menjadi pesaingnya di Pilkada Jatim? Simak petikan wawancara Tirto dengan Khofifah Indar Parawansa:
Bagaimana awal cerita Anda masuk politik?
Saya bersyukur [masuk politik] di usia belum genap 27. Maksudnya, 26 itu sudah terpilih menjadi anggota di DPR RI. Saya tidak tahu bahwa ada privilese tertentu. Saya mendapatkan tugas salah satu pimpinan fraksi PPP waktu itu. Tahun 1992, dua tahun berikutnya, [menjadi] pimpinan fraksi merangkap pimpinan komisi. Perempuan loh. Zaman itu sedikit sekali usia muda [yang jadi pimpinan di DPR]. Kemudian di PPP ini relatif senior-senior gitu. Ulama-ulama gitu.
Jadi ketika saya mendapatkan mandat tambahan sebagai pimpinan fraksi, saya sowan ke anggota Komisi 8, karena di Komisi 8 waktu itu, bidang kesehatan, keluarga berencana, perempuan, BKKBN, saya sowani satu-satunya.
Saya harus tidak sekadar kulo nuwun. Tapi saya juga mohon beliau-beliau bisa memberikan penguatan ketika nanti saya sudah melaksanakan tugas sebagai pimpinan komisi. Berat awalnya. Tapi kemudian beliau-beliau bisa menerima keputusan fraksi dan keputusan partai.
Saya rasa mudah-mudahan ini bagian dari kesantunan politik yang kita coba bangun. Dari posisi yang kemudian kita matur satu persatu, kita sowani dan kita menjelaskan ini keputusan fraksi, keputusan partai.
Saya yang paling muda di PPP mendapat kepercayaan sebagai pimpinan fraksi. Sekarang ditambah lagi pimpinan komisi. Jadi mohon keputusan fraksi dan pimpinan partai ini kita bisa menjaga bersama-sama.
Ingatkan saya kalau salah, luruskan saya. Itu sampai sekarang kok. Dulu waktu jadi gubernur saya pesan kepada sangat banyak pihak. Saya takut kalau saya tidak adil. Itu bahasa saya.
Siapa mentor politik Anda?
Saya tahun 1992 masuk Jakarta di DPR ya. Saya sangat bersyukur bahwa saya masuk di PP Muslimat NU. Gedung PBNU tidak sebagus seperti sekarang.
Jadi kantor Muslimat NU itu ada di sayap kanan PBNU. Ada pintu belakang, itu akses ke gang di belakang PBNU. Lalu di situ itu sudah langsung berimpit dengan kantor, ruang kerjanya Gus Dur
Jadi saya suka ngintip juga. Oh, nggak ada tamu. Nanti saya izin ke sekretaris Gus Dur, saya sowan. Saya sebetulnya mengikuti setiap ada forumnya Gus Dur di Jawa Timur, saya berusaha untuk bisa mengikuti forumnya beliau.
Itu sebetulnya dari tahun 84. Biasanya suka seminar itu, dulu malam-malam gitu. Saya pakai motor, sendirian. Nanti pulang bisa jam 1, jam 2 dini hari, ya pakai motor lagi. Sendirian.
Hari itu saya mendapatkan keluasan pikiran dari seorang Kyai Haji Abdurrahman Wahid. Saya dulu hampir rutin dan akhirnya berlangganan salah satu majalah yang sudah cukup tua ya waktu itu, Panjimas.
Gus Dur kalau bikin tulisan masuk satu titik ke titik lain tuh panjang gitu. Jadi mesti bacanya berulang-ulang karena panjang.
Kalau ada forumnya Gus Dur saya juga selalu berusaha hadir. Jadi ada hal yang saya nggak tahu kenapa itu begitu, menginspirasi saya untuk bisa membaca lebih banyak lagi.
Sekarang Anda terdaftar di parpol apa?
Saya nggak tahu diakui apa tidak, KTA saya masih PKB Gus Dur. KTA-nya belum berubah. Karena kan setelah PPP saya kemudian masuk pengurus PKB. Saya yang ikut konsolidasi di sangat banyak daerah.
Kira-kira ada 8 parpol memberikan rekomendasi kepada Anda di Pilkada Jatim, bagaimana ceritanya bisa bersama PKS?
Pada dasarnya lima tahun kami memimpin ya sama Mas Emil, tentu kami membangun komunikasi secara baik. Dan menurut saya ada kesetaraan penyapaan. Jadi kepada siapa saja kan saya selalu menyampaikan tolong ingatkan kalau saya tidak adil. Tolong ingatkan kalau saya tidak adil. Kepada siapa saja.
Saya menyampaikan ke beberapa kawan alangkah indahnya jika Jawa Timur ini kita jadikan referensi untuk rekonsiliasi nasional. Tidak berlebihan kalimat yang saya sampaikan menjadi referensi rekonsiliasi nasional.
Karena pada dasarnya Jawa Timur itu adalah center of gravity bagi Indonesia. Sehingga resonansi apa yang terjadi di Jawa Timur itu impact-nya ke ibu kota itu kuat. Karena kalau kita membangun, maaf mungkin ada yang kurang tepat, dengan apa rekonsiliasi nasional melalui Pilgub Jawa Timur kalau bisa kita lakukan maka harmonious partnership.
Harmoni di antara proses yang kita lakukan antarkekuatan lah. Kan kita kalau lihat partai tidak sekadar partainya. Partai juga punya badan-badan di lingkungan partai dan pasti punya irisan dengan kekuatan-kekuatan sosial yang lain.
Kenapa menggandeng Emil Dardak lagi untuk Pilgub?
Jadi saya melihat bersama Mas Emil harmoni dan produktif.
Jadi di Jawa Timur itu, InsyaAllah semua bupati/wali kota panggil saya Bunda. Ya, panggil saya Bunda. Yang mungkin umurnya juga ada yang di atas saya, panggilnya juga tetap Bunda. Jadi bagaimana kami tuh membangun koneksitas secara kekeluargaan, tetapi standar-standar profesionalisme dan birokratik tetap kita jaga.
Jadi ibaratnya kita ini memang panggilnya Bunda kalau kita salah supaya nggak dijewer gitu. Jadi kalau di grup itu dulu ya, saya kan udah harus keluar grup setelah ada Pj. Nah itu ya saya tegurnya ya secara personal gitu.
Artinya sebenarnya Bu Kofifah sama Mas Emil juga baik-baik saja?
Yang [pernah] ganggu ada. Dari enam bulan pertama ada aja yang ganggu. Sampai kemudian yang ganggu itu ada aksi-aksi. Semua bentuk harmoni tidak semuanya suka. Ada yang mau kayak gitu lah. Saya merasa produktif bersama Mas Emil dan harmoni.
Anda sempat diinginkan jadi cawapres di pilpres lalu, kenapa menolak?
Tidak menolak. Tetapi ada hal yang menurut saya dan banyak-banyak lingkungan yang saya ajak untuk membahas, berkonsultasi, minta pertimbangan mereka dan seterusnya. Ada juga yang mendorong-dorong gitu.
Tapi sebagian besar [mendorong] dilanjutkan di Jawa Timur. Karena ada beberapa hal yang takut nanti tidak berlanjut. Misalnya, kalau zaman Pak Imam Utomo (menjabat 1998-2008) itu untuk beasiswa pemberdayaan pesantren, itu S1.
Kita nambah S2, kemudian tahun kedua S3. Kenapa menjadi penting pemberdayaan SDM pesantren? Karena Jawa Timur itu kalau di atas 1.000 santri, ada 4600-an pesantren. Kalau di atas 500 santri, menjadi 6.800-an pesantren.
Kalau ada pesantren-pesantren tahfidz dan pesantren yang khusus itu biasanya santrinya ada 100, 125, itu ada 12 ribuan pesantren. Betapa ini adalah sebuah social capital yang luar biasa. Menjadi pagar NKRI, merawat umat. Yang merawat umat itu ya mereka, sehingga penguatan SDM berbasis pesantren menjadi penting.
Di survei Litbang Kompas Anda punya kinerja sosial dan SDM tinggi, kesejahteraan di bawahnya. Mengapa begitu?
Referensi itu BPS. Jadi kalau misalnya penurunan kemiskinan, paling signifikan loh. Karena kita melihat kemiskinan ini turun dari berapa ke berapa. Jadi penurunan yang terakhir itu sangat signifikan. Jauh di atas penurunannya nasional.
Lalu di Jawa, kita kemiskinan itu turunnya paling signifikan. Kan datanya BPS. Jangan survei kalau itu. Karena itu menurut saya datanya BPS lah.
Kalau 2022 atau 2021 karena pasca Covid-19. Nasional juga begitu. Ada Covid [kemiskinan] naik dan kemudian ada penuruna sangat signifikan.
Penurunan kemiskinan ekstrem sudah di bawah satu. Sudah 0,82 persen. Mungkin September ini akan keluar lagi data itu. Karena tahunan, bukan enam bulanan kalau kemiskinan ekstrem.
Pengangguran [di Jawa Timur] jauh turun di bawah nasional. Turunnya juga ekstrem sekali. Kemudian kalau kita mau cerita ketahanan pangan, sejak kita di Pemprov, tahun 2021-2023 produksi padi kita tertinggi se-Indonesia.
Apa yang ingin diperbaiki di Jatim jika terpilih untuk periode kedua?
Saya tetap melihat SDM itu harus didorong. Kita melihat daya saing, daya inovasi itu menjadi bagian penting. Indeks kompetitif dan indeks innovation itu tetap menjadi bagian yang sangat penting dan itu harus didorong melalui SDM.
[Program pengentasan] kemiskinan juga ada. Beberapa program kalau ada beberapa survei terkait dengan tingkat kepuasan masyarakat itu terkait dengan PKH (Program Keluarga Harapan) Plus. PKH itu PKH untuk para lansia. Karena lansia yang tidak produktif ada di dalam keluarga yang kurang mampu. Itu akan menambah beban keluarga.
Jadi muruah lansia itu kita jaga, dan itu kalau tingkat kepuasan termasuk tertinggi. Di atas 90 persen kalau yang itu, untuk efektivitas program PKH Plus.
Kemudian kita mencoba melihat bahwa keluarga yang kurang mampu itu harus juga diintervensi melalui pendidikan. Banyak yang dulu ketika kita di Kementerian Sosial, ketika satu keluarga [kurang mampu] ada anaknya yang diterima di Polri, di TNI, menjadi bidan, langsung keluarga itu [masuk] KPM, keluarga penerima manfaat [bansos].
Kemudian dia tergraduasi (berakhirnya kepesertaan sebagai KPM PKH), dia sudah bisa lulus dari keluarga penerima manfaat. Jadi, betapa sebetulnya masuk melalui pendidikan itu sangat penting bisa mendongkrak status sosial ekonomi keluarga.
Apakah tim untuk pilkada sudah terbentuk? Ada opsi komunikasi dengan parpol lain?
Kalau tim relawannya banyak. Proses komunikasi dan nyambung seduluruan, nyambung komunikasi ini tetap harus dilakukan.
Jadi kan [komunikasi] dengan KIM selesai. KIM selesai, kita bangun komunikasi dengan PPP selesai. Jadi nggak sekali, kalau orang ini mau berlayar itu mungkin sekian pulau gitu. Saya nggak langsung satu selesai. Setelah PPP selesai, kita ke PKS.
Sebenarnya sudah saling berkomunikasi sebelumnya. Sehingga tinggal penyelesaiannya begitu. Setelah ini saya rasa kita berkesempatan untuk berkomunikasi dengan yang lain.
Tidak delapan parpol itu saja, tetap dibuka. Komunikasi kan akhir Agustus ya, baru pendaftaran. Jadi tadi saya menyampaikan bahwa saya sebetulnya berkeinginan Jawa Timur ini bisa menjadi referensi rekonsiliasi nasional.
Bu Risma tampaknya digadang-gadang akan maju Pilgub Jatim, ada rencana khusus?
Nggak lah. Jalan aja. Kita tetap waspada, kerja keras lahir batin. Semua relawan saya bilang waspada, kerja keras lahir batin.
Pertemuan terakhir sama Pak Prabowo atau Pak Jokowi kapan?
Kalau dengan Pak Jokowi sehari sebelum saya berangkat haji, tanggal 11 [Juni 2024]. Kalau dengan Pak Prabowo kira-kira seminggu sebelumnya. Kami membangun komunikasi cukup baik.
Gambaran visi-misi Anda di Pilkada Jatim seperti apa?
Tadi saya menyampaikan SDM. Cuma bahwa dari survei kita masyarakat berharap untuk sembako murah. Kalau infrastruktur ini ada yang tugas pusat, ada yang tugas kabupaten, kota, ada yang tugas provinsi.
Saya rasa mungkin bisa [dicari] di-google, kalau untuk jalan misalnya, Jawa Timur termasuk yang jalan provinsinya mungkin terbaik. Kalau mau bilang infrastruktur kita akan pengembangan ke daerah. Terutama untuk kepulauan di Madura. Sudah selesai, kita bikin pelabuhan-pelabuhan.
Sebagai tokoh perempuan, Anda sudah pernah jadi [anggota] DPR, menteri, hingga gubernur. Ada keinginan jadi capres-cawapres ke depan?
Kita mengalir aja. Jadi yang terbaik menurut Allah. Karena kita ini kalau menarget secara logika, selalu kalau saya, sudah lah Allah tidak akan salah meletakkan posisi kepada hamba-hamba-Nya. Kalau Allah mau kasih, Allah kasih. Kalau Allah mau memindahkan, Allah pindahkan.
Itu menjadikan kita legowo. Menjadikan kita berbesar hati, berbesar pikiran, berbesar rasa untuk bisa menerima yang satu dengan yang lain. Saya rasa itu menjadi penting ya. Supaya nggak jadi beban hidup.
Apa pesan untuk perempuan di gelanggang politik?
Biasanya politisi perempuan muncul karena siapa bapaknya, siapa ibunya, siapa suaminya, gitu. Saya pada posisi saya Khofifah. Saya khofifah.
Jadi banyak sekali yang men-support perjalanan politik saya. Karena saya bukan orang Jakarta, tapi tahun 1992 banyak orang Jakarta yang tiba-tiba memberikan kesempatan [kepada] saya untuk muncul sebagai, waktu itu calon DPR.
Jadi pertolongan Allah itu bisa muncul dari mana yang kita tidak duga. Oleh karena itu saya kembali membangun keberseiringan antara ikhtiar-ikhtiar lahir dan ikhtiar batin. Makanya saya bilang tetap waspada.
Kerja keras lahir batin, gitu. Bagi perempuan-perempuan yang mungkin punya latar belakang seperti saya, be yourself and do the best.
Kalau siapa bapak saya, siapa ibu saya, siapa suami saya, mungkin itu penting sebagai bagian dari penguat, gitu ya. Tapi bahwa ketika kita hadir dengan kompetensi yang kita miliki, kapasitas yang kita miliki, integritas insyaAllah yang kita miliki, insyaAllah jalan itu dibukakan oleh Allah yang terbaik untuk kita semua.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Irfan Teguh Pribadi