tirto.id - Per 8 April 2020, berdasarkan data Pemkot, Kota Depok tercatat memiliki 71 kasus positif COVID-19. Delapan di antaranya meninggal dan sepuluh lainnya dinyatakan sembuh. Sementara untuk pasien dalam pengawasan (PDP), Pemprov Jawa Barat mencatat 500 pasien dan 1.948 orang dalam pemantauan (ODP). Hal ini membuat Depok menjadi salah satu zona merah COVID-19 di Jawa Barat selain Bandung, Bekasi, Karawang, Sukabumi dan Subang.
Untuk PDP yang masih menunggu hasil tes swab ada 31 pasien yang meninggal dunia. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Walikota Depok Mohammad Idris Abdul Somad, Rabu (8/4/2020) kepada wartawan.
Mengikuti langkah DKI Jakarta, Selasa (7/4/2020) malam mengaku sudah mengirimkan surat permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) beserta kajiannya kepada Gubernur Ridwan Kamil.
“Kota Depok akan mengusulkan PSBB Jabodetabek dan Bodetabek,” ujar Idris.
Selang sehari, Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi mengajukan permohonan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lima wilayah secara bersamaan kepada Kementerian Kesehatan terhitung Rabu(8/4).
Kelima wilayah itu yakni Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, serta Kabupaten dan Kota Bekasi (Bodebek). Kelima wilayah ini diharapkan masuk ke dalam PSBB Klaster DKI Jakarta dan namanya menjadi Klaster Jabodetabek.
Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil atau Emil mengatakan, surat permohonan PSBB Bodebek nantinya akan dinilai oleh Kementerian Kesehatan dan berharap keputusan akan keluar dalam satu atau dua hari mendatang.
"Surat dari lima kepala daerah (Bodebek) sudah masuk ke kami (Pemprov Jabar) kemudian kami rekap dan hari ini Pemda Provinsi Jabar mengajukan PSBB untuk lima wilayah Bodebek, nanti akan di review oleh Kementerian Kesehatan mudah-mudahan sehari atau dua hari keluar keputusannya," kata Gubernur.
Menurut Emil, wilayah Bodebek harus satu klaster dengan DKI Jakarta. Sebab, data menunjukkan secara nasional 70 persen COVID-19 persebarannya ada di wilayah Jabodetabek.
"Ini mengindikasikan kita ingin satu frekuensi kebijakan dengan DKI Jakarta karena data menunjukkan secara nasional 70 persen COVID-19 persebarannya ada di wilayah Jabodetabek," katanya.
Oleh karena itu, apapun kebijakan DKI Jakarta harus diikuti oleh Bodebek. Selain itu Bodebek juga nantinya bisa memberi masukan yang bisa dipertimbangkan oleh DKI Jakarta.
"Apapun yang DKI Jakarta putuskan kita akan mengikuti atau sebaliknya ada masukan dari kami yang DKI Jakarta bisa pertimbangkan," kata Kang Emil.
Pengurangan Jam Operasional Toko
Sementara belum disetujui, Idris sudah mengeluarkan surat edaran bernomor 443/172-Huk/Disperindagin yang mengatur kegiatan usaha ritel, grosir dan toko modern. Dalam surat edaran itu, minimarket diimbau untuk buka mulai pukul 8 pagi hingga 8 malam. Sedangkan bagi pengusaha ritel, grosir, toko swalayan modern diimbau mulai buka pukul 11 pagi hingga 9 malam.
"Selain penggunaan masker atau pengukur suhu tubuh, seperti yang sudah kita imbau sebelumnya, kami harapkan juga para pengusaha memasang tirai plastik di tempat kasir guna membatasi kontak langsung antara pembeli dan kasir," kata Idris seperti dilansir Antara.
Pemkot Depok Jawa Barat juga melarang para pemilik/pengelola rumah makan/restauran untuk sementara waktu tidak memberikan layanan makan di tempat bagi pelanggan untuk mencegah meluasnya penyebaran COVID-19.
"Layanan untuk konsumen digantikan dengan layanan take away (dibawa pulang) atau pemesanan via jasa layanan diantar ke tempat pemesanan (delivery order)," kata Wali Kota Depok Mohammad Idris di Depok, Minggu.
Wali Kota Depok Mohammad Idris mengeluarkan Surat Edaran Nomor 443/171-Huk/Disporyata tertanggal 4 April 2020 tentang Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 di restauran atau rumah makan di Kota Depok.
Ia mengatakan penyebaran Covid-19 saat ini terus meningkat, kami minta kepada seluruh warga Kota Depok untuk mengikuti seluruh protokol pemerintah, diam di rumah, jaga jarak fisik dan sosial, sehingga kita dapat menghentikan penyebaran Covid-19 di Kota Depok,
Rapid Test Hingga 2 ribu Warga
Pemerintah Kota Depok di Jawa Barat menyatakan bahwa layanan pemeriksaan menggunakan alat diagnostik cepat untuk mendeteksi infeksi virus corona penyebab COVID-19 sudah menjangkau 2.747 warga, termasuk orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).
"Untuk perkembangan (pelaksanaan) rapid test (pemeriksaan cepat), per tanggal 4 April 2020 total yang sudah rapid test sebanyak 2.747 orang," kata Wali Kota Depok Mohammad Idris dalam keterangan tertulis pemerintah kota pada Senin (6/4/2020).
Ia merinci, pemeriksaan menggunakan alat diagnostik cepat sudah dilakukan terhadap 1.050 pasien dalam pengawasan dan tenaga kesehatan di rumah sakit dan hasilnya ada 67 orang yang diindikasikan terinfeksi virus corona.
Selain itu ada 210 orang pasien dalam pengawasan, orang dalam pemantauan, dan tenaga kesehatan yang menjalani pemeriksaan cepat di Laboratorium Kesehatan Daerah dan hasilnya menunjukkan ada 13 orang yang menurut indikasi terserang COVID-19.
Sementara di puskesmas-puskesmas, pemeriksaan cepat sudah dilakukan pada 1.487 pasien dalam pengawasan, orang dalam pemantauan, dan tenaga kesehatan dan hasilnya ada 46 orang yang menunjukkan indikasi tertular virus corona.
Idris mengatakan orang-orang yang menunjukkan indikasi terinfeksi virus corona menurut hasil pemeriksaan cepat akan diperiksa lebih lanjut untuk memastikan kondisinya.
"Bagi yang positif dari hasil rapid test akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan swab dengan PCR. Direncanakan pada hari Senin 6 April 2020 akan dilakukan di Labkesda Kota Depok untuk 60 orang dan untuk rumah sakit akan dilakukan secara mandiri," katanya.
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Gilang Ramadhan