tirto.id - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik kenaikan tarif bus Damri menuju bandara yang dinilai terjadi secara diam-diam. Pasalnya, kenaikan tarif diklaim telah terjadi sejak Januari 2019 lalu.
Namun, menurut laporan konsumen yang diterima, tak ditemukan informasi terkait kenaikan tarif senilai Rp5.000 itu hingga saat ini.
Ketua pengurus harian YLKI Tulus Abadi pun menyayangkan hal itu lantaran jika benar, maka tindakan Damri berpotensi melanggar UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Apa yang dilakukan manajemen Damri tidak menghargai hak konsumen yang dijamin di dalam UU. Konsumen berhak atas informasi barang dan jasa yang jelas dan jujur," ucap Tulus saat dikonfirmasi mengenai keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto pada Senin (11/3/2019).
Secara lebih rinci, Tulus menjelaskan informasi yang memadai ini juga tak hanya sekadar sosialisasi semata. Menurutnya, meletakkan informasi ini di loket atau interior bus Damri sudah menjadi kewajiban mendasar.
Namun, yang tak kalah penting, Tulus menilai konsumen juga berhak tahu alasan di balik kenaikan itu. Sebab hal ini perlu juga diimbangi dengan peningkatan standar pelayanan.
Seiring dengan kenaikan tarif ini, Tulus pun mendesak Perum Damri untuk menjelaskan kepada publik manfaat (benefit) apa yang akan diterima konsumen. Paling tidak, menurut, terdapat pembenahan pada sistem tiket yang seharusnya tidak lagi secara manual seperti tiket sobek.
Selain itu, ia juga mengingatkan jangan sampai kenaikan tarif ini malah dimanfaatkan sebagai ajang untuk mengeruk keuntungan semata. Sebab, Tulus menduga saat ini ada keterkaitan antara kenaikan tarif itu dengan besarnya omzet Damri di rute bandara.
"YLKI menduga kenaikan itu terjadi karena rute Bandara Soetta paling profitable. Tanpa rute bandara, bus Damri banyak ruginya," ucap Tulus.
Bila hal ini benar, Tulus juga mendesak agar manajemen juga berani melakukan pembenahan rute yang saat ini memang kurang menguntungkan, tetapi dengan catatan di luar penugasan pemerintah. Sebab menurutnya merupakan langkah yang tidak adil bila rute bandara dijadikan satu-satunya sumber mendulang keuntungan dalam bisnis Damri.
"Tidak bisa konsumen malah yang menaggung kerugian rute-rute itu. Kalau pun penugasan pemerintah yang harus membayar selisih itu," tukas Tulus.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dhita Koesno