tirto.id - Pemberlakuan sistem ganjil-genap di gerbang tol Bekasi Barat dan Timur dikhawatirkan menghambat perekonomian wilayah Jabodetabek.
Ketua YLKI Tulus Abadi menilai, hal itu lantaran belum memadainya sarana penunjang yang dapat mendorong perpindahan penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum massal.
Salah satunya, kata Tulus, adalah sedikitnya jumlah angkutan yang disediakan oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) seperti bus premium rute Bekasi-Plaza Senayan. Hal ini bisa berimbas pada semakin macetnya jalan non-tol dari Bekasi ke Jakarta.
Lantaran hal tersebut, YLKI menyarankan Kementerian Perhubungan mengkaji penerapan kebijakan tersebut secara mendalam, serta mencari alternatif yang tepat agar dampak kerugian bisa diminimalisasi.
"Selain soal volume traffic dan penyempitan, seharusnya faktor-faktor penyebab kemacetan yang lain juga menjadi perhatian khusus," ungkap Tulus melalui keterangan resmi kepada Tirto, Jumat (23/2/2018).
Menurutnya, pengendalian volume traffic yang sangat kuat di Tol Cikampek ruas Bekasi Barat dan Bekasi Timur memang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan fungsinya sebagai jalan tol. Sebab kecepatan rata-rata kendaraan di ruas tersebut sudah sangat rendah akibat pembangunan infrastruktur elevated seperti Light Right Transit (LRT) dal tol layang.
Meski demikian, faktor lain yang juga menyebabkan macet di ruas jalan tersebut juga perlu diperhatikan. Tulus menyebutkan, misalnya, laju kendaraan besar seperti truk yang sering mengambil lajur tengah atau bahkan kanan dengan kecepatan kurang dari 60 km/jam.
"Ini jelas menambah kemacetan. Diperlukan penegakan hukum yang konsisten, terhadap truk-truk yang melanggar ketentuan," tegasnya. Selain itu, kecepatan penanganan kendaraan saat mogok atau kecelakaan juga perlu ditingkatkan oleh pengelola jalan tol.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yuliana Ratnasari