Menuju konten utama

YLKI: Data Konsumen Transportasi Online Belum Dilindungi

Ketua YLKI, Tulus Abadi menyatakan regulasi mengenai transportasi online belum menyentuh aspek perlindungan terhadap data pribadi konsumen. 

YLKI: Data Konsumen Transportasi Online Belum Dilindungi
Model berpose di dekat supercar lamborghini ketika peluncuran layanan aplikasi grabcar di jakarta, rabu (21/10/2015). Antara foto/wahyu putro a.

tirto.id - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta pemerintah memastikan ada perlindungan terhadap data pribadi konsumen transportasi online.

"Justru yang belum dilindungi sekarang adalah data pribadi kita terhadap transportasi online mulai dari nomor handpone, email, kartu kredit hingga alamat rumah," kata Tulus seusai hadir di Diskusi Publik dan Media Briefing Dampak Pengggunaan Energi bersih dan inklusif terhadap Kesehatan Perempuan di Yogyakarta, pada Rabu (29/3/2017) seperti dilansir Antara.

Menurut Tulus, data pribadi para pengguna transportasi online yang secara sukarela mereka masukkan untuk mendaftar penggunaan aplikasi berpotensi disalahgunakan.

"Ketika kita meng-klik aplikasi antara setuju dan tidak setuju kita telah merelakan data pribadi kita tanpa diketahui untuk apa nantinya," kata Tulus.

Perlindungan data tersebut, menurut dia, tidak kalah penting dengan perlindungan dan fasilitas kemudahan konsumen lainnya dalam penggunaan transportasi online.

Tulus berharap aturan yang mewajibkan transportasi online berbadan hukum dapat diterapkan karena terkait dengan jaminan perlindungan konsumen apabila terjadi kriminalitas atau kehilangan barang saat menggunakan jasa transportasi online.

"Aturan-aturan yang melindungi konsumen bagi kami sangat penting, sedangkan soal teknis keselamatan lainnya masuk ranah Kementerian Perhubungan," kata dia.

Selain menjamin keselamatan konsumen transportasi online, Tulus juga menilai aturan dalam revisi Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 telah memberikan keadilan bagi semua operator armada transportasi konvensional.

"Tarif batas atas dan bawah transportasi online perlu diatur dengan transportasi konvensional lainnya. Jika tidak diatur, akan memunculkan predator tarif yang mematikan operator lainnya," kata Tulus.

Tulus mengimbuhkan munculnya transportasi online merupakan keniscayaan akibat perkembangan teknologi yang cepat. Karena itu, pelarangan jenis bisnis jasa trasportasi itu tidak perlu dilakukan,

"Hanya saja perlu diatur," kata dia.

Pada 1 April 2017, Kementerian Perhubungan akan memberlakukan aturan baru dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Revisi Permenhub itu memunculkan 11 aturan baru yang mencakup pengaturan transportasi online maupun konvensional. Sejumlah perusahaan transportasi online seperti Grab dan Uber keberatan dengan tiga aturan di Permenhub itu.

Ketiganya ialah penentuan kuota armada taksi di setiap daerah, penetapan batas atas dan bawah tarif taksi dan kewajiban semua kendaraan taksi, termasuk para mitra perusahaan transportasi online, memiliki STNK atas nama badan hukum atau bukan milik pribadi.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom