tirto.id - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) mengkritik pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) yang menolak penguatan kewenangan Komnas HAM dalam penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu.
"YLBHI memandang ada beberapa kesalahan mendasar dari pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla," kata Ketua YLBHI Asfinawati dalam keterangan tertulisnya, pada Kamis (7/6/2018).
Respons YLBHI tersebut muncul usai Wapres JK menyatakan permintaan Komnas HAM agar diberi kewenangan penyidikan dan penuntutan adalah berlebihan. JK berpendapat kewenangan Komnas HAM cukup dalam hal penyelidikan dan kemudian melaporkan hasilnya ke kejaksaan. Dia menilai pemberian 2 kewenangan itu akan membuat Komnas HAM berperan seperti jaksa dan hakim.
Komnas meminta mendapat kewenangan itu agar bisa mendorong penyelesaian hukum kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Usulan itu sebelumnya disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM Choirul Anam. Menurut Anam, kewenangan itu bisa diberikan kepada Komnas HAM melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Asfinawati mengkritik pernyataan Wapres JK karena menilai permintaan Komnas HAM beralasan. Dia berpendapat pemberian kewenangan penyidikan dan penuntutan ke Komnas HAM itu bisa dilakukan sebagaimana KPK diberi wewenang untuk mengusut kasus korupsi.
"Memberikan kewenangan menuntut tidak berarti Komnas HAM menjadi hakim karena setelah penuntutan tetap akan diberikan ke pengadilan," kata Asfinawati.
"Memberi kewenangan penyidikan dan penuntutan kepada Komnas HAM tidak membuat pengadilan HAM bertambah karena memang sudah ada," dia menambahkan.
Dia mencatat Pengadilan HAM sudah dibentuk sejak tahun 2000 oleh DPR dan Presiden. Statusnya termasuk dalam pengadilan khusus.
Asfinawati menambahkan selama ini Kejaksaan Agung juga terkesan memperlakukan Komnas HAM menjadi penyidik. Sebab Kejaksaan Agung meminta Komnas HAM mencari bukti-bukti kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang layak dibawa ke pengadilan.
Padahal tugas Komnas HAM sebagai penyelidik, menurut UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, hanya menemukan perbuatan yang diduga sebagai pelanggaran HAM berat.
"Sedangkan mencari bukti guna membuat terang siapa pelakunya adalah tugas penyidik yang tak lain Jaksa Agung," kata Asfinawati.
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Addi M Idhom