tirto.id - Pesawat Lion Air JT610 awalnya hilang kontak pukul 06.33 WIB pada 29 Oktober 2018 atau tepat satu minggu yang lalu. Pesawat rute Jakarta-Pangkalpinang itu tak lagi terpantau saat berada di atas ketinggian 5.000 kaki dari permukaan laut.
Pesawat ini lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, pada 06.20 WIB. Sesaat sebelum hilang kontak, pesawat yang dibawa seorang pilot asal India bernama Bhavye Suneja itu sempat meminta kembali ke Cengkareng. Tak lama kemudian barulah ada kepastian: pesawat itu jatuh di perairan Tanjungbungin, Karawang, Jawa Barat.
“Setelah dapat info [hilang kontak] itu pada 06.50 WIB, kami kroscek dan kami konfirmasi. Kami pun memberangkatkan armada, baik itu kapal, tim BSG (Basarnas Special Group), dan helikopter menuju lokasi,” kata Kepala Badan SAR Nasional Muhammad Syaugi saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (29/10/2018) pagi. Ini adalah konferensi pers pertama terkait Lion Air jatuh.
Begitu sampai di lokasi, Syaugi mengaku Basarnas menemukan puing pesawat, pelampung, dan telepon genggam. Semua itu ditemukan pada jarak 20 kilometer dari titik terakhir pesawat yang diinformasikan Air Traffic Control (ATC). Kedalaman laut di kawasan tersebut antara 30-35 meter.
Daftar manifes penumpang JT610 pun langsung dirilis. Dari situ diketahui bahwa pesawat mengangkut 181 penumpang dan 7 awak kabin. Lebih rincinya, 181 penumpang itu terdiri dari 178 orang dewasa, 1 anak-anak, dan 2 bayi.
Awalnya ada rasa optimistis tim akan menemukan penumpang dalam keadaan hidup. Tapi lama kelamaan asa itu pupus hingga kemudian Direktur Operasional Basarnas Brigjen Bambang Suryo memastikan para penumpang “sudah tak ada yang selamat.”
Proses pencarian tanpa henti pelan-pelan menemukan potongan tubuh penumpang. Bagian-bagian ini dimasukkan ke kantong jenazah dan lalu diantarkan ke Terminal JICT di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dari sana kantong jenazah dikirim ke RS Polri Kramat Jati untuk diidentifikasi.
Hingga Minggu (4/11/2018) sore, baru 14 korban teridentifikasi. Sisanya masih mencocokkan dengan data dari keluarga korban yang melapor.
Selain penumpang, target pencarian kotak hitam (black box) juga tak kalah penting. Peran black box penting karena hasil penyelidikan pada komponen kecil berwarna oranye itu dapat memberikan titik terang mengenai apa yang sebetulnya terjadi pada JT610 sebelum jatuh di laut.
Sekitar pukul 10.05 WIB pada hari keempat pencarian, Kamis (1/11/2018), satu dari dua komponen black box akhirnya ditemukan di dasar laut. Bagian Flight Data Recorder (FDR) berhasil diangkat yang berisi data penerbangan, sedangkan bagian Cockpit Voice Recorder (CVR) yang berisi data percakapan di dalam kokpit belum ditemukan hingga Minggu (4/11).
Kini proses pengumpulan data masih berjalan, selain mencari bagian black box CVR. Investigasi dipimpin oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Evakuasi rencananya berlangsung sampai tujuh hari setelah kejadian. Namun Humas Basarnas M. Yusuf memastikan masa evakuasi diperpanjang tiga hari lagi. Perpanjang dimulai Senin (5/11/2018) ini.
“Perpanjangan waktu selama tiga hari itu akan berfokus pada evakuasi korban,” kata Yusuf kepada reporter Tirto.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Rio Apinino