tirto.id - “Aku sekarang menopause. Aku tak akan bisa lagi punya anak, dan siap dengan beberapa perubahan fisik. Tapi aku merasa nyaman dengan apa pun yang akan terjadi, bukan karena aku orang yang kuat, tapi karena ini memang bagian dari hidup. Tak ada yang perlu ditakutkan.”
Maret 2015 lalu, Angelina Jolie menuliskan pengalamannya menjalani operasi pengangkatan rahim. Operasi itu dipilih Jolie karena ia tak ingin ada kanker di rahimnya. Gen di dalam tubuhnya membuat ia berisiko mendapatkan kanker, dan ia memutuskan mengangkat rahim agar risiko itu bisa diminimalisasi.
Keputusan itu bukan perkara mudah. Jolie yang waktu itu masih berumur 39 tahun, mau tak mau harus mengalami menopause dini. Bagi wanita, datangnya menopause bukanlah tahap mudah dalam hidup. Kehilangan sel telur—yang bersarang dalam rahim—berarti perubahan hormon yang dahsyat.
Karena keberaniannya mengakui kondisi menopausenya, Jolie diapresiasi sejumlah feminis. Salah satunya Allison Pearson yang menulis untuk Telegraph. Ia menyebut tindakan Jolie sebagai aksi menggebrak tabu menopause “paling berani yang pernah dilakukan bintang Hollywood sepanjang masa.”
Beberapa dampak dari menopause pada tubuh perempuan, memang membuat peristiwa alamiah ini jarang dibahas bahkan oleh perempuan sendiri.
Apa Sebenarnya Menopause Itu?
Sebenarnya, menurut situs kesehatan WebMD, menopause adalah kondisi normal yang dialami seluruh wanita di usia tertentu. Umumnya terjadi saat wanita sudah berumur 45-50 tahun. Ia biasa digambarkan sebagai berhentinya siklus menstruasi pada wanita, sekaligus berakhirnya masa reproduksi. Tapi beberapa wanita bisa saja mengalami menopause dini, seperti Jolie, baik sebagai akibat dari operasi, seperti histerektomi, atau kerusakan pada indung telur, seperti dari kemoterapi.
Dalam kondisi normal, menopause terjadi ketika ovarium tidak lagi melepaskan sel telur setiap bulan dan menstruasi berhenti. Ini dikarenakan seorang wanita dilahirkan dengan jumlah sel telur terbatas, yang disimpan dalam ovarium. Indung telur juga yang membuat hormon estrogen dan progesteron, yang mengontrol menstruasi dan ovulasi.
Gejalanya banyak. Yang paling umum terjadi adalah jadwal menstruasi yang tak teratur: kadang datang, kadang tidak. Lainnya: insomnia, perubahan mood, kelelahan yang parah, depresi, degupan jantung yang cepat, sakit kepala, nyeri-nyeri sendi, perubahan libido, dan sering pipis. Tapi menurut penelitian, tak semua wanita mengalami hal ini. Bisa saja gejala yang muncul cuma beberapa.
Sekitar 80 persen perempuan mengalami ketidakteraturan siklus menstruasi sebelum masuk tahap menopause. Hanya sekitar 10 persen yang siklus menstruasinya tetap teratur baru benar-benar terhenti secara tiba-tiba.
Gejala lain yang paling sering terjadi adalah hot flushes alias gejolak panas. Kondisi ini membuat suhu tubuh wanita meningkat. Mereka akan lebih sering keringatan dan jadi susah tidur.
Di masa-masa ini, seorang perempuan membutuhkan perhatian lebih, baik dari keluarga dan lingkungan kerja. Perubahan hormon yang terjadi akan sangat berpengaruh pada emosinya. Namun, masih banyak perempuan yang menganggap menopause sebagai sesuatu yang tabu, sehingga memilih merahasiakan kondisinya.
Nick Panay, dokter yang menulis Climacteric, sebuah jurnal tentang menopause mengatakan 60 hingga 70 persen perempuan yang mengalami gejala menopause tak bisa menceritakan pengalamannya kepada pasangan mereka.
“Mereka menderita dalam diam. Mereka tak tahu mau mendatangi siapa, dan seringnya dokter pribadi tak tau cara menolongnya,” kata Panay seperti dikutip Daily Mail.
Salah satu faktor utama perempuan merahasiakan fase menopause-nya adalah karena stigma yang enggan mereka hadapi. Menopause yang diasosiasikan dengan proses penuaan perempuan, dan berkurangnya sejumlah kemampuan fisiknya, serta perubahan fisik yang biasanya juga menyertai menjadi alasan lain.
Padahal menurut Jill Forster, CEO Forster Communication, sebuah perusahaan public relations, stigma yang mengelilingi wanita tua bisa berakibat buruk bagi karier mereka, sekaligus mengancam perekonomian negara.
Menurutnya, yang dilakukan wanita-wanita berani macam Jolie—yang berani ‘merangkul’ menopause yang dialaminya—adalah tindakan yang patut diapresiasi dan ditiru. “Sudah saatnya kita memperlakukannya (menopause) dengan lebih serius dan perhatian yang memang layak diberikan. Dan kita bisa mulai dengan memecah keheningan dan mengakhiri stigma yang ada,” tulis Forster untuk The Independent.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Maulida Sri Handayani