tirto.id - Marsekal Hadi Tjahjanto menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Panglima TNI di Komisi I DPR, Selasa (6/12/2017). Kalau mayoritas anggota dewan meloloskan Hadi, maka ia selangkah lagi resmi menggantikan Gatot Nurmantyo sebagai panglima baru, sekaligus jadi orang kedua dari Angkatan Udara (AU) yang menempati posisi teratas di angkatan bersenjata sepanjang sejarah.
Hadi menyampaikan sejumlah pandangan dalam sesi pertama uji kelayakan dan kepatutan yang terbuka untuk diliput serta dapat disaksikan publik ini. Salah satunya adalah soal perubahan orientasi tentara. Hadi menilai, sejumlah perubahan geopolitik global mengharuskan tentara Indonesia adaptif, agar jadi organisasi pertahanan yang modern dan profesional.
"Guna menjadikan TNI sesuai dengan semangat transformasi tersebut, maka diperlukan payung hukum yang kuat, penyesuaian doktrin yang integratif, pengembangan SDM berjiwa satria, militan, loyal, profesional, yang dilengkapi alat utama sistem persenjataan (Alutsista) modern sehingga dapat menjalankan tugasnya sesuai konstitusi." kata Hadi, yang mengenakan pakaian dinas biru langit.
Perubahan konstelasi politik global ini, katanya, bermula ketika Uni Soviet bubar pada 1991 hingga kemunculan kekuatan global baru seperti Cina, India, dan Brasil.
Selanjutnya pemaparan Hadi mirip seperti yang berulang kali diutarakan banyak petinggi militer Indonesia. Soal perubahan ancaman dari simetris ke asimetris, dan soal perang yang dipicu bukan hanya oleh negara, tapi juga kelompok atau individu tertentu.
"Wujud nyata dari realitas ini adalah munculnya instabilitas di beberapa wilayah seperti di Timur Tengah. Termasuk di Asia, ISIS di Filipina, dan krisis nuklir di Asia Tenggara," katanya.
Ini mirip dengan pernyataan Gatot ketika mengikuti uji kelayakan dan kepatutan yang sama pada 1 Juli dua tahun lalu. Ia menyebut "perebutan sumber daya alam" sebagai faktor utama perubahan geopolitik global. Katanya, dalam beberapa tahun ke depan, energi hayati, pangan, dan air akan langka kecuali di negara dekat garis khatulistiwa. "[Maka dari itu] ke depan konflik dunia akan bergeser ke negara kaya, termasuk Indonesia," katanya, seperti diberitakan Antara.
Pun ketika ia bicara soal proxy war. Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) ini mengingatkan anggota dewan bahwa proxy war adalah ancaman nyata. Maka dari itu harus ditangani serius.
Proxy war adalah salah satu tema yang paling sering diutarakan Gatot di berbagai kesempatan. Ketika menyambut acara Pesta Buku Internasional Indonesia (IIBF) 2016 di Balai Sidang Jakarta misalnya, Gatot sempat menyebut kalau proxy war "sudah jadi ancaman nyata yang menyusup ke sendi-sendi kehidupan berbangsa, bernegara, dan berkeluarga."
Calon tunggal Panglima TNI ini juga sempat mengutarakan pandangannya soal masalah regional yang lebih spesifik. Semisal konflik Laut Cina Selatan, perompak di Laut Sulu, illegal fishing, sampai penyelundupan manusia, barang, dan narkoba. Kejahatan itu, katanya, kerap hanya bagian kecil dari "kekuatan" yang lebih besar, yang terorganisir rapi dan tidak jarang melibatkan negara.
Tema-tema ini yang juga kerap Gatot peringatkan ke publik semasa memimpin angkatan.
Setelah pemaparan visi, sesi uji kelayakan dan kecakapan selanjutnya adalah pembahasan soal strategi militer. Sesi ini diselenggarakan tertutup. Juru warta tidak diperbolehkan meliput.
Gatot Nurmantyo bisa menjadi Panglima TNI setelah disetujui anggota dewan dengan "suara bulat", yang bisa jadi tidak dialami Hadi Tjahjanto. Sejak sebelum tes kelayakan dan kecakapan fraksi Gerindra sudah mewanti-wanti kalau tidak akan meloloskan Hadi begitu saja.
"Tidak ada ide-ide yang luar biasa," kata Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani, Selasa (5/12) kemarin, mengomentari kinerja Hadi sepanjang mengepalai AU.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti