tirto.id - Berbagai temuan ilmiah menegaskan betapa aktivitas berpuasa mendukung kesehatan tubuh kita.
Meski begitu, apabila pola makan kita amburadul saat sahur dan berbuka, apakah manfaatnya masih sama?
Ramadhan sudah berlangsung separuh purnama lamanya. Saat menjalankan ibadah puasa, pola keseharian kita banyak yang berubah, termasuk waktu makan.
Pada umumnya, kita berbuka puasa sekitar pukul 18.00 hingga 18.30. Ada yang bergegas makan setelah menunaikan salat Magrib, ada pula yang memutuskan makan berat setelah Tarawih.
Sehubungan dengan waktu sahur, biasanya kita akan menyantap makanan sekitar pukul 03.00 hingga menjelang waktu subuh.
Namun, tak jarang beberapa orang memilih santap sahur sebelum jam 03.00 untuk berjaga-jaga agar tidak kesiangan.
Nah, di kalangan ahli gizi, kapan waktu paling baik untuk menyantap makan malam dan sahur?
Mengutip CNN, dietisien Rahaf Al Bochi mengatakan bahwa saat berbuka puasa, kita tidak dianjurkan terburu-buru menyantap makanan utama.
Bagaimana dengan menu yang idealnya disantap saat berbuka puasa?
Sesuai sunah yang diajarkan Rasulullah SAW, satu hingga dua buah kurma dan air putih cukup untuk membatalkan puasa.
Di Indonesia, orang-orang menyebutnya sebagai takjil—makanan ringan untuk membatalkan puasa. Kurma bisa dimakan sebelum kita beranjak menunaikan salat Maghrib.
Rahaf menjelaskan, kurma merupakan sumber gula yang cepat memberikan energi yang telah hilang selama berpuasa seharian.
Selain itu, kurma mengandung serat yang dapat mencegah lonjakan gula darah apabila dipadukan dengan sumber protein seperti kacang-kacangan.
Usai menunaikan salat Magrib, kita bisa melanjutkan agenda makan dengan makan malam yang lebih "berat."
Jennifer William dalam artikelnya di Vox pada 2017 lalu menulis bahwa terdapat alasan tepat kita hanya mengonsumsi takjil untuk berbuka puasa sebelum melaksanakan salat Maghrib.
"Salat melibatkan banyak gerakan, seperti membungkuk (rukuk), bersujud, dan berdiri. Melakukan semua aktivitas fisik itu dengan perut kenyang setelah tidak makan lebih dari 15 jam adalah ide yang buruk," tulisnya. Di Amerika Serikat, durasi puasa kira-kira berkisar 14-16 jam sehari, tergantung lokasi negara bagian.
Meski diperbolehkan makan di malam hari, bukan berarti kita bisa kalap dan makan sembarangan, apalagi terlalu dekat dengan waktu tidur.
Itulah mengapa kita perlu mengatur dan memilih waktu makan malam dan sahur yang tepat.
Sejumlah ahli tidak merekomendasikan makan malam terlalu dekat dengan waktu tidur.
Mengutip Sleep Foundation, sebagian besar ahli menyarankan untuk makan malam dua hingga empat jam sebelum tidur.
Memberi jeda antara waktu makan dan waktu tidur juga dapat mengurangi risiko gangguan lambung dan kurang tidur.
Sebuah studi pada British Journal of Nutrition (2021) menunjukkan, mengonsumsi makanan tepat sebelum tidur juga bisa membuat seseorang bangun di tengah malam.
Studi ini menemukan bahwa peserta yang makan atau minum kurang dari satu jam sebelum tidur lebih mungkin terbangun setelah tidur, daripada orang yang mengonsumsi makanan dua jam atau lebih sebelum tidur.
Ahli Gizi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Ati Nirwanawati SKM., MARS., menyampaikan bahwa waktu terbaik untuk makan malam dan sahur saat bulan Ramadhan bergantung pada masing-masing individu.
Apabila kita berbuka puasa dengan kurma dan air putih, maka makan malam bisa dilakukan setelah salat Maghrib karena masih ada ‘ruang’ di dalam perut.
Di sisi lain, Ati mencontohkan kebiasaan berbuka puasa masyarakat Indonesia dengan menu manis dan segar, seperti kolak dan es buah lengkap.
"Takjil kolak, bubur kampiun, atau es buah biasanya dimakan sebelum salat Magrib. Pastinya dari situ kita sudah merasa kenyang, dan supaya makanan itu turun [dicerna], maka makanan utama baru bisa disantap setelah salat Tarawih," jelas Ati.
Menurut Ati, makan malam setelah Tarawih dimaksudkan agar tubuh kita tetap nyaman saat beribadah pada malam hari.
Sama halnya dengan berbuka, waktu menyantap makan sahur juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
Hanya saja, kata Ati, sahur terlalu dini seperti sebelum pukul 03.00 akan membuat tubuh menahan rasa lapar terlalu lama.
Tak hanya waktu makan, baik waktu sahur dan berbuka, Ati menekankan pentingnya mengonsumsi makanan bergizi seimbang, seperti karbohidrat kompleks, protein, serat seperti sayur dan buah, serta lemak yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Lagi-lagi, Ati mewanti-wanti orang yang makan malam setelah Tarawih dan sudah makan banyak karbohidrat dan gula saat berbuka puasa. Mereka perlu menyesuaikan jenis makanan dan porsinya.
"Yang jelas, apabila jam makan buka puasanya di atas pukul 21.00, tidak mungkin dia mengonsumsi karbo terlalu banyak. Sebab, di awal sudah makan seperti bubur kampiun, es buah lengkap, kolak—itu semua karbonya tinggi,” ujarnya.
Jangan lupa juga memberikan jeda antara waktu makan dan tidur setidaknya dua jam agar makanan dapat dicerna dengan baik.
Terkait menu sahur, Ati tidak menyarankan konsumsi teh dan kopi karena mengandung sifat diuretik yang berpotensi membuat kita dehidrasi saat siang hari.
"Padahal kita perlu cairan cukup di bulan puasa, terlebih cuacanya mulai panas sekali."
Tentunya ini semua bukan tanpa alasan.
Waktu dan porsi makan yang sembarangan serta tak sesuai kebutuhan saat berbuka dan sahur, kata Ati, bisa berefek buruk bagi kesehatan. Apalagi jika kita tidak suka berolahraga.
Sama dengan bulan-bulan lainnya, Ati menyarankan untuk membiasakan berolahraga selama 30 menit setiap hari.
Sementara selama Ramadhan, olahraga dapat dilakukan di pagi atau sore hari dengan intensitas yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Yang tak kalah penting, kata Ati, kualitas tidur harus terjaga dan kebutuhan cairan terpenuhi saat sahur dan berbuka puasa.
Yuk, pertahankan pola hidup sehat selama berpuasa! Tentunya, kita tidak mau sakit atau malah naik berat badan saat Lebaran nanti, bukan?
Penulis: Putri Annisa
Editor: Sekar Kinasih