tirto.id - Wregas Bhatuneja, sutradara film Prenjak, menyangkal jika dialog Bahasa Jawa yang ia gunakan dalam film-filmnya untuk menghadirkan sisi eksotisme jika diikutsertakan dalam kompetisi maupun festival.
"Tidak ada pertimbangan supaya ini eksotik dalam festival, tetapi lebih supaya agar saya enak saja dan nyaman," pungkasnya selepas pemutaran lima film pendek karyanya di Institut Francais Indonesia, Jakarta, pada Kamis (9/6/2016).
Sutradara muda yang sudah mengantongi sejumlah penghargaan ini memang kerap menggunakan Bahasa Jawa dalam karya-karyanya, termasuk dalam film Prenjak, yang baru-baru ini mengantongi Penghargaan Leica Cine Discovery dalam Festival Cannes 2016 di Prancis.
Wregas mengakui jika hal tersebut tidak lepas dari latar belakangnya yang tumbuh besar di Yogyakarta dan membuat Bahasa Jawa sebagai bahasa ibunya.
"Saya dari kecil dan tumbuh besar hidup di Yogyakarta dan itu sangat membekas buat saya,," kata Wregas di sela-sela sesi unjuk bincang
Meski enam tahun terakhir ia habiskan untuk studi dan bekerja di Jakarta, namun Wregas masih belum nyaman berbahasa Indonesia, termasuk dalam berkarya.
"Maksude nek aku ngomong iki luwih enak nganggo boso jowo," ujarnya dalam Bahasa Jawa.
"Maksudnya ketika saya ngomong Bahasa Indonesia seperti sekarang ini seperti ada sesuatu yang saya tahan di tenggorokan ini," Jelas Wregas.
Selain perkara kenyamanan pribadinya, film-film pendek karya Wregas termasuk "Senyawa" (2012), "Lemantun" (2014), "Lembusura" (2014), "The Floating Chopin" (2015) dan "Prenjak" (2016) berlatar lokasi di Yogyakarta.