tirto.id - Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo membantah tudingan soal isu masuknya paham radikal di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut dia, tudingan itu hanyalah bentuk serangan balik terhadap lembaga antirasuah yang selama ini membongkar kasus korupsi besar tanpa kompromi.
“Munculnya isu baru bahwa adanya paham radikal di KPK menjadi pertanyaan besar yang tak terjawab dikarenakan tidak ada indikasi sama sekali bahwa kaum radikal tumbuh di KPK,” kata Yudi melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Rabu (19/6/2019).
Masalah ini mengemuka usai dibahas oleh Denny Siregar. Dalam tulisannya, Denny mengapresiasi Panitia Seleksi Pimpinan KPK yang menggandeng Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mencegah orang yang terpapar radikalisme menjadi pimpinan di KPK.
Denny pun membahas soal isu faksi "Polisi Taliban" dan "Polisi India" di KPK. Hal ini pertama kali diungkap Direktur Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane beberapa bulan lalu.
“Saya kurang tahu yang dimaksud dengan polisi India. Mungkin mirip dengan polisi India yang baru datang ketika kejadian sudah selesai. Sedangkan polisi Taliban dimaksud adalah kelompok agamis dan ideologis," kata Denny dalam tulisannya.
Denny menduga penyidik senior Novel Baswedan dan mantan komisioner KPK Bambang Widjojanto sebagai bagian dari faksi polisi Taliban. Menurut dia, kelompok Taliban memiliki pengaruh kuat di KPK. Menurut Denny, kelompok ini bahkan bisa menentukan mana kasus yang harus diangkat dan kasus yang diarsipkan.
Membantah tudingan tersebut, Yudi berpendapat, serangan itu justru ingin mengalihkan isu karena tanggal 20 Juni 2019 besok adalah peringatan 800 hari penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan yang sampai saat ini belum terungkap.
“Isu KPK radikal diduga sengaja dihembuskan agar perhatian publik terpecah sehingga calon-calon pimpinan KPK yang justru memiliki persoalan integritas dapat masuk ke KPK untuk merusak KPK dari dalam. Selain itu, hal ini adalah upaya mengalihkan perhatian publik agar lupa bahwa teror keji terhadap Novel Baswedan telah 800 hari belum terungkap,” ungkap dia.
Untuk itu, WP KPK menegaskan bahwa isu “KPK radikal” adalah hoaks dan bertujuan untuk melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia. “Kami juga tidak henti-hentinya mengajak publik untuk menolak lupa mendorong pengungkapan kasus Novel,” kata Yudi.
Yudi juga menegaskan, sejak KPK berdiri tahun 2003, belum pernah ada personil KPK yang terafiliasi dengan kegiatan terorisme, organisasi terlarang, maupun menunjukan kebencian terhadap agama, ras maupun kelompok tertentu.
KPK, kata dia, juga sedang fokus membongkar skandal-skandal korupsi Big Fish yang melibatkan konglomerat kakap (kasus BLBI), ketua partai politik (kasus jual beli jabatan), Dirut BUMN (kasus Dirut. PLN) serta perkara-perkara sensitif lainnya.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Agung DH