tirto.id - Awalnya hanya makan siang bersama. Hubungan berlanjut dengan saling membantu secara profesional untuk urusan pekerjaan. Seiring berjalannya waktu, hubungan semakin dekat. Bantuan profesional pun berlanjut untuk hal-hal remeh yang tak ada hubungannya dengan pekerjaan. Saking terbiasanya, Anda mulai kesepian jika tak makan siang bersamanya, atau bukan dia yang memberikan obat pereda pusing kepala saat pekerjaan sedang banyak-banyaknya.
Di satu sisi awalnya agak risih, sebab status sebagai seorang suami mengharuskan kesetiaan kepada istri. Di sisi lain, Anda nyaman dengan rekan kerja itu. Dia lebih paham dengan masalah yang Anda hadapi di kantor, mau mendengarkan keluh kesahnya, dan bisa menjadi teman mengobrol yang baik saat jam makan siang tiba. Intinya, hal-hal yang tak ia dapatkan dari sang istri.
Apakah Anda selingkuh? Selama tak ada komitmen, atau melibatkan hal-hal romantis, atau bahkan hubungan seksual, Anda masih dalam zona aman. Rekan kerja Anda itu bukanlah pasangan tak setia, melainkan seorang work spouse.
Work spouse adalah rekan kerja (biasanya lawan jenis) dalam hubungan yang dekat/intim tetapi bukan dalam hubungan romantis. Mirip pernikahan tapi tanpa seks atau komitmen, serupa dengan sepasang yang sedang mempraktekkan “cinta platonik”. Kedekatan itu bagaikan hubungan Anda dengan sahabat sejati, tetapi ia lawan jenis dan kebetulan sama-sama menghabiskan waktu yang cukup lama di tempat kerja.
Selain ketergantungan yang tinggi terhadap rekan kerja dan pemahaman yang baik atas selera makanan atau minuman Anda, work spouse memiliki karakter khas yang tak dimiliki oleh rekan kerja biasa—dan yang membuatnya spesial di mata Anda. Patrcik Erwin, editor CNN, berpendapat bahwa work spouse adalah rekan kerja yang memiliki banyak kemiripan minat, gaya hidup, hobi, hingga yang terpenting: selera humor. “Inside joke” kemudian tercipta, dan ketika sesekali Anda bagikan ke si rekan kerja, hanya Anda berdua tertawa sampai membuat orang-orang sekantor heran dibuatnya.
Karakteristik lain antara lain kejujuran yang radikal yang terjalin antara Anda dan rekan kerja tanpa dibumbui dengan pertengkaran atau konflik. Ini menandakan kepercayaan yang telah terbangun baik dan nyaman untuk mengobrol hal yang bersifat privat dan rahasia sekalipun. Atas keterbukaan ini, Anda bisa memahami kepribadian si rekan kerja, begitu juga sebaliknya. Atas keintiman hubungan ini pula, saat terjadi sesuatu di tempat kerja, dia adalah orang pertama yang Anda beritahu dan ajak diskusi mencari bagaimana penyelesaian terbaiknya.
Lebih Produktif, Lebih Bahagia
Situs dunia kerja Vault pernah meneliti perkara work spouse sejak hampir satu dekade belakangan. Setiap tahun, sejak 2010, mereka menemukan bahwa fakta setiap tahunnya kurang lebih 30 persen dari responden penelitian mengaku memiliki work spouse. Kecuali pada 2014, persentase itu naik menjadi 44 persen. Persentase kepemilikan work spouse bagi pekerja perempuan lebih besar dibanding laki-laki yakni 38 persen dibandingkan dengan 27 persen.
Mengapa banyak pekerja yang tertarik memiliki work spouse?
Chad McBride, profesor studi komunikasi Creighton University, Nebraska, AS, dan Karla Mason Bergen, asisten profesor di College of Saint Mary pernah meneliti fenomena work spouse di tahun 2015 dan melibatkan 276 pekerja yang memiliki work spouse. Hasilnya, rata-rata mengungkapkan bahwa keberadaan work spouse di tempat kerja membuat lebih kerasan di tempat kerja. Mereka semangat berangkat di pagi hari sebab tahu bahwa di tempat kerja akan bertemu si doi dan secara tak langsung menimbulkan perasaan bahagia atas pekerjaan yang dilakoni.
Dampak jangka pendek dari antusiasme dan semangat yang tinggi membuat para responden mengaku lebih produktif dalam menyelesaikan tanggungan pekerjaan. Kepada BBC, McBride menyebut bahwa sebagian besar responden mengakui atmosfir kantornya menjadi lebih menyenangkan. Sedangkan dampak jangka panjangnya, lanjut McBride para pekerja itu menjadi lebih loyal kepada perusahaan. Setiap tantangan yang diberikan akan dijalani dengan senang hati, apalagi jika dipasangkan dengan si work spouse.
Patrick Erwin menilai ada sejumlah keuntungan mempunyai work spouse. Antara lain dukungan satu sama lain dan solidaritas yang lebih kuat. Work spouse juga kanal terbaik untuk menyalurkan stres sebab kedekatan yang terjalin tak hanya melulu soal pekerjaan, tapi juga bagaimana cara terbaik untuk bersenang-senang.
Meski demikian, menjalani hubungan work spouse juga bukannya tanpa risiko. Merujuk hasil penelitian Vault, 19 persen responden laki-laki dan 12 persen responden perempuan pernah menjalani hubungan yang lebih jauh hingga ke urusan ranjang. Sedangkan 11 persen responden laki-laki dan 17 persen responden perempuan mengaku hubungan dengan work spouse berubah menjadi romantis dan berakhir pada hubungan jangka panjang yang bersifat rahasia.
Mereka adalah kelompok penyuka work spouse tetapi kurang pandai menjaga perasaan. Seharusnya, kesenangan dan kenyamanan itu selesai di tataran bisa membantu menambah produktivitas dan nyaman di tempat kerja. Saat hubungan tambah intim, Patrick juga menekankan perlunya menetapkan batasan dan komitmen agar tak melanggar batasan itu. Hormati batasan itu, tegakkan dengan konsisten oleh kedua belah pihak.
Saran Patrick terakhir, dan yang paling ampuh, adalah dengan mengenalkan si work spouse kepada pasangan masing-masing di rumah. Problem utama work spouse yang kebablasan adalah karena saat menjalaninya kedua pelaku mengesankan hubungan tersebut adalah rahasia. Justru dengan membuat masing-masing work spouse sebagai sahabat baik bagi pasangan resminya, hubungan di tempat kerja itu akan lebih mudah dikendalikan batasannya. Kecemburuan-kecemburuan dan konflik juga lebih mudah dihindari. Tetap semangat di tempat kerja, tetap bahagia menjalani rumah tangga.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti