Menuju konten utama
Periksa Fakta

Bakteri Nyamuk jadi Metode Depopulasi, Bagaimana Faktanya?

Riris Andono Ahmad dari pihak WMP menyatakan kalau Wolbachia tidak menginfeksi manusia dan tidak bisa ditransmisikan pada spesies lain.

Bakteri Nyamuk jadi Metode Depopulasi, Bagaimana Faktanya?
Header Periksa Fakta Wolbachia Diklaim sebagai Misi Depopulasi. tirto.id/Fuad

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menerapkan inovasi teknologi Wolbachia untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Dilansir laman Kemenkes, Wolbachia dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia.

Sebagai permulaan, pelepasan nyamuk Aedes aegypti yang diinfeksi bakteri Wolbachia ini dilakukan di 5 kota, antara lain Kota Semarang (Jawa Tengah), Kota Jakarta Barat (DKI Jakarta), Kota Bandung (Jawa Barat), Kota Kupang (NTT), dan Kota Bontang (Kalimantan Timur).

Namun, pelaksanaannya tak berjalan mulus. Wacana soal Wolbachia tak lepas dari kontroversi dan penolakan masyarakat. Sejumlah narasi mencuat di media sosial dan menyebut bahwa pelepasan nyamuk Wolbachia adalah “misi” depopulasi atau pemusnahan penduduk.

Sebuah akun bernama “ovieriaa” menyebarkan klaim ini di Instagram dan mengaitkannya dengan sosok pendiri Microsoft, Bill Gates dan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Dikatakan, tujuan Wolbachia untuk penurunan kasus DBD adalah kamuflase untuk menciptakan pandemi dan ajang berjualan vaksin.

“Dulu pakai c0v1d, sekarang² ini lagi² kita "diserang" pakai nyamuk Bionic (Wolbachia) yg membawa virus J4panese Enc3phalitis (radang otak),” tulis akun pengunggah pada Sabtu (18/11/2023).

Foto Periksa Fakta Wolbachia Diklaim sebagai Misi Depopulasi

Foto Periksa Fakta Wolbachia Diklaim sebagai Misi Depopulasi. foto/Hotline periksa fakta tirto

Sampai Rabu (22/11/2023), unggahan yang beredar sudah disukai oleh 647 warganet.

Lantas, benarkah klaim-klaim yang disebutkan?

Penelusuran Fakta

Sebelum fokus kepada narasi yang berlalu-lalang, publik perlu memahami seputar teknik Wolbachia.

Menurut Kemenkes, teknologi Wolbachia yang digunakan di Indonesia diimplementasikan dengan metode “penggantian”, di mana baik nyamuk jantan dan nyamuk betina Wolbachia dilepaskan ke populasi alami.

Tujuannya adalah agar nyamuk betina kawin dengan nyamuk setempat dan menghasilkan anak-anak nyamuk yang mengandung Wolbachia. Pada akhirnya, hampir seluruh nyamuk di populasi alami akan memiliki Wolbachia.

Wolbachia berperan dalam memblok replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk. Dengan demikian nyamuk yang mengandung Wolbachia tidak mampu lagi untuk menularkan virus dengue ketika nyamuk tersebut menghisap darah orang yang terinfeksi virus dengue.

Berdasarkan laman Kemenkes, ketika Aedes aegypti jantan yang memiliki Wolbachia kawin dengan Aedes aegypti betina, maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblok. Sementara jika nyamuk betina yang ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan yang tidak ber-Wolbachia, maka seluruh telurnya akan mengandung Wolbachia.

Menurut Kemenkes, efektivitas metode Wolbachia telah diteliti sejak 2011 dan dites melalui World Mosquito Program (WMP) di Yogyakarta. Sepanjang 2011-2015, penelitian tersebut telah melaui fase persiapan dan pelepasan Aedes aegypti ber-Wolbachia dalam skala terbatas.

Uji coba penyebaran nyamuk Wolbachia akhirnya dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada tahun 2022. Hasilnya, di lokasi yang telah disebar nyamuk Wolbachia, kasus demam berdarah dapat ditekan hingga 77 persen dan proporsi jumlah orang yang dirawat di rumah sakit turun sebesar 86 persen.

Peneliti Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada (UGM) dan anggota peneliti WMP Yogyakarta, Riris Andono Ahmad, menyatakan lewat berita UGM, bakteri Wolbachia yang dimasukkan ke dalam tubuh Aedes aegypti identik dengan Wolbachia yang ada di inang aslinya, yaitu Drosophila melanogaster. Oleh karena itu, Aedes aegypti ber-Wolbachia bukan organisme hasil modifikasi genetik.

Dari sisi keamanan, Riris mengatakan, hasil analisis risiko yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenristekdikti) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes, pada tahun 2016, menunjukkan bahwa nyamuk Wolbachia memiliki tingkat risiko rendah bagi manusia dan lingkungannya.

“Kesimpulan mereka bahwa pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia masuk pada risiko sangat rendah, di mana dalam 30 tahun ke depan peluang peningkatan bahaya dapat diabaikan,” ujarnya, mengutip lansiran UGM, Jumat (17/11/2023).

Menyoal kekhawatiran publik yang menyebut bahwa Wolbachia bisa menginfeksi tubuh manusia, Riris menyanggah dan menegaskan kalau Wolbachia tidak menimbulkan transmisi horizontal terhadap spesies lain. Bahkan, Wolbachia juga disebut tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotik.

Seperti dilaporkan Antara, Riris juga menepis kabar bahwa Wolbachia merupakan senjata pembunuh manusia sebab dapat memicu penyakit baru manakala bakteri Wolbachia berpindah ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk.

"Ini hoaks yang luar biasa parah. Wolbachia hanya bisa hidup di dalam sel serangga, dia tidak bisa keluar. Bagaimana dia keluar ke manusia kalau di luar sel serangga saja dia mati," ujarnya, menukil Antara, Selasa (21/11/2023).

Berdasarkan informasi di situs resmi WMP, pendanaan program ini salah satunya memang bersumber dari The Bill and Melinda Gates Foundation. Akan tetapi, lembaga filantropi yang didirikan Bill Gates dan Melinda French Gates itu bukan pendukung satu-satunya. Di antara pendukung program ini, ada lembaga filantropi Yayasan Tahija serta Pemerintah Australia.

WMP sendiri merupakan grup perusahaan nirlaba milik Monash University yang berfokus pada penyakit-penyakit yang disebabkan oleh nyamuk, seperti demam berdarah atau DBD, Zika, yellow fever, dan chikungunya. Selain Indonesia, teknologi Wolbachia juga diterapkan di 12 negara lain termasuk Brazil dan Vietnam.

Kemenkes menegaskan, keberadaan inovasi teknologi Wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian dengue yang telah ada di Indonesia. Masyarakat tetap diminta untuk melakukan gerakan 3M Plus seperti Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang, serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Kesimpulan

Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, Peneliti Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada sekaligus anggota peneliti World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, Riris Andono Ahmad, menyatakan kalau Wolbachia tidak menginfeksi manusia dan tidak terjadi transmisi horizontal terhadap spesies lain.

Hasil analisis risiko yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenristekdikti) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes, pada tahun 2016, menunjukkan bahwa nyamuk Wolbachia memiliki tingkat risiko rendah bagi manusia dan lingkungannya.

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa klaim soal pelepasan nyamuk Wolbachia sebagai misi depopulasi atau pemusnahan penduduk bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).

==

Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Periksa Data, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty