tirto.id - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mendesak agar tudingan atas keterlibatan dirinya dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia oleh sejumlah pihak, dibuktikan dengan jelas.
"Isu-isu HAM mengenai saya, saya harapkan harus jelas locus, tempus, delicti-nya. Di mana dan kapan, di mana keterlibatan saya. Saya akan jelaskan satu persatu," ujarnya usai upacara serah terima jabatan Menko Polhukam di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (28/7/2016).
Pengangkatan Wiranto sebagai Menko Polhukam menggantikan Luhut Binsar Pandjaitan oleh Presiden Joko Widodo di Jakarta, Rabu (27/7/2016), menuai kecaman dari berbagai pihak.
Panglima ABRI/TNI yang menjabat pada periode 1998-1999 itu dianggap bertanggung jawab atas sejumlah praktik pelanggaran HAM berat berdasarkan sejumlah laporan Komnas HAM.
Beberapa peristiwa tersebut adalah Tragedi Trisakti, Mei 1998, Semanggi I dan II, penculikan dan penghilangan aktivis prodemokrasi 1997/1998, serta peristiwa Biak Berdarah.
Selain itu, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pernah memberikan catatan penting lain terkait Wiranto. Namanya disebut-sebut dalam sebuah laporan khusus setebal 92 halaman yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bawah mandat "Serious Crimes Unit".
Laporan itu menyatakan bahwa mantan ajudan Presiden Soeharto pada 1987-1991 ini gagal mempertanggungjawabkan posisi sebagai komandan tertinggi dari semua kekuatan tentara dan polisi di Timor Leste untuk mencegah kejahatan terhadap kemanusiaan, serta saat itu ia juga dianggap gagal menghukum para pelaku.
Dokumen tersebut akhirnya menyulitkan Wiranto bergerak masuk ke dalam yurisdiksi internasional, salah satunya adalah Amerika Serikat (AS).
Di antara berbagai kecaman yang menyudutkan dirinya, Wiranto justru menyatakan akan melanjutkan langkah-langkah penyelesaian kasus HAM berat masa lalu, yang sebelumnya dirintis mantan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan.
Pernyataan tersebut merujuk pada pembentukan tim kajian atas rekomendasi Simposium Peristiwa 1965, di mana ratusan ribu rakyat Indonesia menjadi korban pembantaian massal anti-Partai Komunis Indonesia (PKI), juga tim terpadu yang bertugas menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua.
"Pak Luhut sudah melakukan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah HAM masa lalu, saya akan lanjutkan secara adil, transparan, dan bermartabat. Tapi jangan merugikan kepentingan nasional, kepentingan nasional tetap nomor satu," kata Wiranto.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari