tirto.id - Apa yang ada di pikiran Pavel Durov, pencipta Telegram, ketika ditanya tentang WhatsApp?
Jawabannya sederhana. WhatsApp, menurutnya, “busuk banget.”
Demikian ucapnya dalam acara TechCrunch Disrupt 2015. Ada alasan di balik kecaman itu. Durov menilai WhatsApp tak cukup memberikan perlindungan pada para pengguna. Ia mengaku punya teman yang ditangkap di Rusia dengan bukti berupa screenshot alias tangkapan-layar percakapan WhatsApp.
Bukan cuma perlindungan privasi WhatsApp yang mengecewakan Durov. Ia pun menilai, WhatsApp tidak fleksibel. Jika ponsel yang dipasangi WhatsApp mati, misalnya karena kehabisan baterai, si pengguna tak mungkin berkomunikasi via aplikasi itu. Meskipun, katakanlah, si pengguna telah memasang WhatsApp versi Desktop atau mengakses WhatsApp versi Web. Hal ini terjadi karena versi Desktop ataupun Web membutuhkan sinkronisasi real-time dengan WhatsApp yang dipasang di ponsel.
Kemudian, 10 tahun berlalu semenjak pertama kali hadir, @WABetaInfo, akun Twitter yang rajin memberikan bocoran akurat soal perkembangan WhatsApp, menyatakan: “Bukan lagi kabar angin, terkonfirmasi. Anda akan dapat menggunakan akun WhatsApp di banyak perangkat.”
Di akhir cuitan, akun itu memberikan kesimpulan yang dapat meredam sedikit kekecewaan Durov pada WhatsApp. @WABetaInfo berujar: “Jadi, Anda dapat menggunakan WhatsApp di PC bahkan jika ponsel Anda tidak memiliki koneksi internet (dan mati).”
Perubahan besar yang digadang-gadang akan hadir pada WhatsApp itu akan membuat aplikasi bekerja mirip induknya, Facebook. Nantinya, sebagaimana Facebook, pengguna cukup mengingat nomor telepon (atau username) berikut kredensialnya yang ia daftarkan di WhatsApp, untuk menggunakan aplikasi di perangkat manapun.
Di satu sisi, seperti yang diinginkan Durov, ini kabar baik. Namun, jika ditilik lebih jauh, petaka sesungguhnya sedang mendekati WhatsApp. Kasus yang terjadi di Brazil pada 2016 patut disimak.
Memahami WhatsApp
Pada Juli 2016, Pengadilan Brazil memutuskan agar WhatsApp berhenti beroperasi di negeri samba.
Kala itu, juru bicara pengadilan, merangkum keputusan setebal 19 halaman, menyatakan bahwa “WhatsApp diblokir di seluruh wilayah” dan si pemilik aplikasi “harus segera menghentikan operasionalnya.”
Keputusan berani pengadilan bermula tatkala Kepolisian Brazil melakukan penyelidikan atas beberapa penjahat yang sukses mereka tangkap di wilayah Duque de Caxias, sebelah utara Rio de Janeiro. Sialnya, penyelidikan sukar dilakukan karena pihak kepolisian tak bisa mengakses ponsel para penjahat, khususnya pada aplikasi WhatsApp, yang digunakan para penjahat untuk saling bekerjasama. Polisi kemudian meminta bantuan pihak WhatsApp. Sayangnya, mereka menolak.
Daniela Barbosa, salah seorang hakim yang memutuskan perkara, menyebut bahwa Facebook, pemilik WhatsApp, “tidak bertanggung jawab karena enggan memberikan informasi krusial demi keberlanjutan penyelidikan dan pada akhirnya membuat kasus-kasus kejahatan terlunta-lunta.”
Barbosa menyebutkan kepolisian telah meminta bantuan Facebook sebanyak tiga kali untuk menyelesaikan kasus di Duque de Caxias tersebut.
Sebelum penghentian operasional, Facebook didenda sekitar $15 ribu per hari hingga mereka mau memberikan bantuan.
Di sisi lain, Facebook enggan memberikan akses kepolisian ke akun WhatsApp si terdakwa karena alasan perlindungan privasi sebagai bagian dari kebebasan berkomunikasi. Pendiri Facebook Mark Zuckerberg menyatakan bahwa pemblokiran aplikasinya oleh Pengadilan Brazil merupakan “sesuatu yang sangat menakutkan dalam demokrasi.”
Selain itu, WhatsApp emoh memberikan data kepada kepolisian karena mereka "tidak dapat membagikan informasi yang tidak bisa mereka akses.
Kerja WhatsApp berbeda dibandingkan aplikasi sejenis, misalnya Telegram.
Telegram, aplikasi yang diciptakan Pavel Durov, merupakan aplikasi pesan instan berbasis cloud. Semua pesan yang dikirim pengguna nyangkut di server Telegram. Pengirim dan penerima yang memiliki kredensial dapat mengakses pesan karena semua data yang disimpan di server Telegram telah dienkripsi melalui protokol MTProto.
Karena data disimpan di server, Telegram memiliki keunggulan. Khususnya ketika ponsel utama yang digunakan untuk meregistrasi diri ke Telegram tidak aktif, pengguna masih dapat menggunakan layanan-layanan Telegram, seperti menggunakan versi Desktop ataupun versi Web.
Sesungguhnya ini mirip dengan cara kerja Facebook. Semua data pengguna disimpan di server Facebook. Untuk mengaksesnya, pengguna hanya tinggal memasukkan username berikut kredensialnya.
Tidak demikian dengan WhatsApp yang mengaku hanya menyimpan nama serta nomor pengguna. Data pesan yang dikirim tidak disimpan oleh server Whatsapp, melainkan oleh pengguna di ponsel masing-masing.
“Idenya sederhana, ketika kamu mengirim pesan, hanya orang yang dituju yang bisa membaca pesan atau orang-orang dalam satu grup yang kamu kirimkan pesan [...] Tidak ada seorang pun yang bisa mengintip pesan. Bukan penjahat siber. Bukan peretas. Bukan rezim brengsek. Bahkan kami pun tidak,” ujar pendiri WhatsApp Jan Koum melalui blog resmi aplikasi pesan instan itu.
Sebuah artikel yang terbit di PCMag pada 2014 menyebutkan bahwa “WhatsApp mengenkripsi pesan (yang dikirim) dan tidak menyimpan di servernya.”
Tapi, soal tidak menyimpan data di server WhatsApp sedikit berubah sejak akhir 2014, yakni ketika fitur Read Receipts muncul. Fungsi Read Receipts memiliki tiga tahap. Pertama, centang satu. Artinya, pesan berhasil dikirim ke server. Kedua, centang dua. Artinya, pesan berhasil dikirim ke nomor tujuan. Ketiga, centang dua berwarna biru. Artinya, pesan telah dibaca penerima.
Dengan demikian, merujuk tahap centang satu, pesan yang dikirim pengguna sesungguhnya tersimpan di server WhatsApp.
Dari penelusuran di forum-forum yang membahas teknologi, khususnya Stackoverflow dan Ycombinator, Whatsapp menggunakan intermediate server atau server penengah yang sementara menyimpan pesan. Tatkala nomor tujuan aktif, intermediate server meneruskan dan lantas menghapus pesan itu.
Maka, ponsel wajib aktif tatkala pengguna berkomunikasi melalui versi web maupun desktop. Ini dilakukan agar WhatsApp versi web atau desktop dapat mensinkronisasikan diri melalui teknologi bernama Open Socket dengan ponsel yang dipasang WhatsApp.
Karena WhatsApp tidak menyimpan data percakapan di servernya, pengguna dituntut aktif mengamankan data. Dari laman resmi, pengamanan data WhatsApp dimungkinkan melalui OneDrive (untuk pengguna Windows Phone), iCloud (untuk pengguna iPhone), dan Google Drive (untuk pengguna Android).
Kerja WhatsApp ini terancam apabila bocoran @WABetaInfo benar-benar terjadi. Kebocoran data seperti kasus Cambridge Analytica bisa menimpa WhatsApp. Selain itu, dengan hanya nomor ponsel (atau username) serta kredensial untuk mengakses WhatsApp dari manapun, kasus-kasus di mana orang asing dapat mengakses aplikasi ketika pengguna lupa logout dapat menimpa layanan ini.
Akun WhatsApp yang diambil-alih orang asing jelas lebih mengerikan dibandingkan akun Facebook yang dirampas.
Editor: Windu Jusuf