tirto.id - Pembicaraan soal Jakarta sepanjang lima hari terakhir tidak bisa dilepaskan dari topik banjir. Senin (11/12) kemarin, hujan lebat mengguyur ibu kota sejak siang. Akibatnya sejumlah wilayah terendam. Ketinggian air di "Ring 1" Jalan Rasuna Said mencapai 40 centimeter. Terowongan Dukuh Atas hanya bisa dilewati truk besar. Arus lalu lintas tersendat di mana-mana.
Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta itu, bergerak cepat. Di hari yang sama ia memanggil seluruh jajaran Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dinilai bertanggung jawab. "Kami akan koreksi, perbaiki semuanya," katanya ketika itu.
Ia juga turun langsung ke titik-titik bencana. Rabu (13/12) kemarin, Anies meninjau lokasi banjir dan tanggul jebol di Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Di daerah itu tanggul sepanjang 4 meter sempat jebol. Puluhan keluarga jadi korban. Mereka terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih tinggi seperti musala dua lantai.
Banjir memang perlahan surut. Namun, ia berpotensi datang saat hujan kembali tiba, apalagi Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengumumkan kalau puncak musim hujan akan terjadi mulai Desember 2017 hingga Februari tahun depan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Isnawa Adjie, mengatakan bahwa banjir juga membawa sampah yang lebih banyak. Saat banjir, Jakarta akan "tertumpuk" sampah sampai sekitar 100 ton. Sampah itu sampai di Jakarta lewat sungai, dan berakhir di pemukiman warga dan waduk.
Untuk mengatasi masalah ini, Isnawa berkomitmen untuk menyiagakan Petugas Sarana dan Prasarana Umum (PPSU). PPSU, atau yang lebih populer dengan nama "pasukan oranye", akan disiagakan 24 jam.
"Itu juga perintah gubernur. Jangan sampai sampah-sampah itu menyebabkan banjir makin parah," kata Isnawa kepada Tirto, Jumat (15/12/2017).
Menurut Isnawa, Jakarta Selatan adalah daerah paling rawan ketimbang satu kabupaten dan empat kota lain. Senin lalu, di lokasi yang berbatasan langsung dengan Depok ini, muncul 11 titik genangan dengan rentang waktu variatif. Penyebabnya banyak tali air yang mengalirkan genangan ke gorong-gorong terpampat oleh lumpur dan tumpukan sampah.
Untuk menanggulangi sampah yang terus bertambah di kali, waduk dan pintu air, Dinas Lingkungan Hidup DKI juga bekerja sama dengan Dinas Sumber Daya Air (SDA). Tujuannya agar pompa yang masih berfungsi dengan baik tidak terganggu.
Ada lima persen dari 451 pompa air milik Pemprov DKI sudah rusak karena faktor usia.
Sama dengan Isnawa, Kepala Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas LH Junjungan Sihombing juga mengatakan bahwa mereka telah meminta petugas PPSU bersiaga 24 jam untuk mengontrol ketinggian air di Bendungan Katulampa dan Depok, tempat air dari selatan Jakarta masuk.
Jika Tinggi Muka Air (TMA) dari dua tempat itu mencapai batas maksimal, biasanya arus kencang air akan membawa berton-ton sampah patahan kayu yang berasal dari bibir sungai. Jika sudah begitu, sampah tersebut akan menggangu pompa dinas SDA yang tengah bekerja.
"Bisa terjadi abrasi. [Patahan kayu] terbawa banjir. Kalau lihat seperti di Jembatan Kalibata, sebelum dibongkar sampai ini nyangkut di situ. Kalau sekarang nyangkutnya di Kampung Melayu," kata dia.
Material padat yang terbawa banjir kalau tidak segera ditanggulangi akan berakibat pada rusaknya pompa air. Hal ini sempat dikatakan Kepala SDA DKI Jakarta Teguh Hendrawan. Ia mengatakan bahwa ada banyak pompa air tidak berfungsi karena menyedot sampah plastik dan lumpur.
Padahal pompa air itu terhitung baru, dan berfungsi dengan baik sebelum menyedot sampah dan lumpur.
Untuk menyiasati itu, petugas Suku Dinas SDA telah ditugaskan untuk melindungi pompa dengan sekrup, agar sampah yang tersedot dapat dibersihkan tanpa harus mematikan mesin.
Pompa air berjenis submerisible yang dimiliki Pemprov DKI dilengkapi dengan filter, yang secara otomatis akan mematikan mesin jika menyedot kotoran atau sampah. Dengan penambahan sekrup, pompa tidak akan mati.
Pernyataan untuk menyiagakan pasukan oranye 24 jam secara tidak langsung menyanggah kecurigaan warga. Senin malam kemarin, ketika genangan air tidak juga surut, warganet ramai-ramai mengomentari ketidaksigapan pasukan oranye. Ada dugaan kontrak mereka sedang dalam proses perpanjangan, sehingga tidak mungkin untuk bekerja setidaknya sepanjang Desember ini.
Anies langsung bereaksi. Ia memastikan tidak ada pasukan oranye yang kerjanya lamban. Pasukannya tetap sigap bekerja saat air membanjiri ruas-ruas jalan dan pemukiman di Jakarta.
"Mereka hujan-hujan. Bekerja tengah malam, dan berbasah-basah untuk memastikan warga Jakarta [aman]," kata Anies, Selasa (12/12).
Sama dengan Anies, Lurah Cengkareng Barat Boy Raya Purba juga membantah tudingan bahwa jumlah pasukan oranye berkurang. Yang terjadi hanya evaluasi seperti biasa, dimana tujuannya adalah memeriksa masa kontrak per orang. Setelah lolos evaluasi maka mereka akan langsung diminta mengisi formulir perpanjangan kontrak.
Selama masa evaluasi dan pengisian formulir ini, pasukan oranye tetap bekerja seperti biasa.
"Kalau mereka masa kontraknya habis Januari dan lolos evaluasi, mereka tetap bisa kerja. Nanti tinggal isi lagi formulir, diperbarui masa kontraknya," kata Boy, Rabu (13/12).
Marwan (37), salah satu anggota pasukan biru, menuturkan kepada Tirto bahwa mereka memang bekerja seperti biasa. Namun, dirinya tidak pernah diinstruksikan untuk mengisi formulir perpanjangan kontrak. Ia hanya mengetahui jika kontraknya habis maka akan diperbaharui.
"Ya, di mana-mana kayak gitu," katanya.
Keterangan serupa dikatakan Richard (28), anggota pasukan oranye yang bertugas di Kelurahan Kebon Sirih. Richard mengaku tak pernah tahu soal formulir perpanjangan kontrak setelah tiga tahun bekerja. Namun, ia memastikan tidak pernah berhenti bekerja selama masa evaluasi berlangsung.
"Kalau enggak masuk malah ditanyain," kata Richard.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Maulida Sri Handayani