tirto.id - Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lampung Tengah Natalis Sinaga terlibat dalam kasus korupsi Lampung Tengah, Senin (2/7/2018). Natalis didakwa menerima uang secara bertahap untuk memberikan persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah.
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yaitu menerima hadiah atau janji," kata Jaksa KPK Ali Fikri dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (2/7/2018).
Natalis didakwa menerima uang sebanyak Rp9,6 miliar secara bertahap. Ia didakwa uang Rp2 miliar sebanyak satu kali, Rp 1,5 miliar sebanyak 2 kali, Rp495 juta satu kali, Rp 1,2 miliar sebanyak satu kali, dan Rp 1 miliar sebanyak 1 kali.
Uang tersebut diberikan agar DPRD menyetujui rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp300 miliar serta menandatangani surat pernyataan kesediaan Pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah untuk memotong Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau dana bagi hasil (DBU) Kabupaten Lampung Tengah.
Dalam dakwaan, Natalis disebut membantu memuluskan niat Bupati Lampung Tengah Mustafa dalam mengesahkan pinjaman dari PT SMI. Natalis meminta uang sebesar Rp5 miliar kepada Mustafa untuk diserahkan kepada pimpinan DPRD, para ketua fraksi, dan anggota DPRD Lampung Tengah.
Mustafa mengabulkan permintaan Natalis dengan menunjuk Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman. Namun, Natalis mengaku butuh tambahan Rp3 miliar. Uang Rp3 miliar diberikan untuk Ketua DPD Partai Demokrat, PDIP, dan Partai Gerindra. Namun, akibat kekurangan uang, Mustafa memerintahkan Taufik untuk mengumpulkan uang dari rekanan.
Taufik menemui Simon Susilo maupun Budi Winarto alias Awi selaku rekanan Mustafa di tempat terpisah untuk menawarkan sejumlah proyek. Simon memilih 2 paket proyek senilai Rp67 miliar dan bersedia memberikan komitmen fee Rp7,5 miliar.
Sementara itu, Budi Winarto alias Awi memilih satu paket proyek senilai Rp40 miliar dengan komitmen fee Rp5 miliar. Uang tersebut pun diambil oleh Rusmaladi sebesar Rp12,5 miliar sesuai arahan Taufik.
Dari Rp12,5 miliar, Natalis menerima uang sebesar Rp2 miliar dari Rusmaladi. Uang tersebut untuk Natalis sebesar Rp1 miliar sementara sisainya diserahkan kepada Iwan Rinaldo selaku Plt. Ketua DPC Partai Demokrat.
Sementara itu, sisa uang diserahkan kepada Raden Zugiri selaku Ketua Komisi III DPRD Lampung Tengah sebesar Rp1,5M; anggota DPRD Bunyana alias Atubun sebesar Rp2 miliar; Zainuddin selaku Anggota DPRD Lampung Tengah sebesar Rp1,5 miliar; untuk Natalis, Raden, dan Zainuddin sebesar Rp495 juta; Achmad Junaidi sebesar Rp1,2 miliar secara bertahap.
Saat pelengkapan berkas pinjaman uang yang diajukan PT SMI, pihak Pemkab Lampung Tengah harus menandatangani surat pernyataan kesediaan pemotongan Dana Alokasi Umum atau Dana Bagi Hasil apabila Pemkab Lampung Tengah gagal bayar. Surat tersebut harus ditandatangani Mustafa dan Ketua DPRD Lampung Tengah. Namun, Natalis menghalangi dengan alasan meminta pemerintah membayarkan sisa uang kepada DPRD Lampung Tengah sebesar Rp2,5 miliar.
Taufik yang mendengar informasi tersebut langsung melaporkan kepada Mustafa. Taufik mengusulkan kepada Mustafa untuk meminta uang kepada Miftahullah Maharano Agung. Mustafa menyetujui saran tersebut. Kemudian, Taufik memerintahkan Aan Riyanto dan Supranowo untuk meminta komitmen fee dari proyek tahun anggaran 2018 kepada Miftahullah Maharano dengan cek sebesar Rp 900 juta lewat Kurnain untuk diserahkan kepada Supranowo.
Supranowo pun menambah dengan dana taktis Dinas Bina Marga Lampung Tengah sehingga uang mencapai Rp1 miliar. Uang Rp1 miliar itu pun diserahkan dari Supranowo kepada Muh. Andi Perangin-angin, kolega Rusliyanto karena Supranowo tidak mengenal Rusliyanto.
Usai menerima uang, Rusliyanto langsung menginformasikan kepada Natalis Sinaga tentang penerimaan uang. Natalis pun memerintahkan Julion Effendi selaku Kepala Sekretariat DPC PDIP Kabupaten Lampung Tengah untuk menandatangani surat seperti tanda tangannya.
Setelah penandatanganan, Rusliyanto menyerahkan surat kepada Syamsi Roli. Namun, KPK sudah melakukan operasi tangkap tangan terhadap Natalis dan mengamankan uang pemberian Mustafa sebesar Rp1 miliar.
Atas tindakan tersebut, Natalis didakwa melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dipna Videlia Putsanra