tirto.id - Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Golkar Erwin Ricardo Silalahi menyatakan tidak ada hasil rekomendasi menonaktifkan Setya Novanto (Setnov) sebagai ketua umum dalam rapat pleno Golkar tanggal 25 September lalu.
"Karena agenda rapat tanggal 25 itu pokok tentang materi pokok Rapat Kerja Nasional [Rakernas] tapi ujuk-ujuk muncul survei dan diarahkan [ke penonaktifan Setnov]. Ini adalah sebuah manipulasi yang dilaksanakan secara sistemik. Ini adalah pembohongan publik," kata Erwin di DPP Golkar, Kamis (28/9).
Erwin juga menjelaskan dalam rapat tersebut, mayoritas peserta juga menolak hasil kajian dari tim politik dan strategis Golkar yang merekomendasikan penonaktifan Setnov. Menurutnya, penolakan itu terjadi karena mereka tidak pernah menerima hasil survei dari tiga lembaga survei seperti halnya yang dikatakan Ketua Bidang Politik dan Hukum Golkar Yorrys Raweyai.
Baca:
- Yorrys Sebut Pengurus Daerah Golkar Setuju Novanto Diganti
- Yorrys: Golkar Rusak karena Ketua MPO dan Sekjen Jadi Jubir Setnov
"Ini bertentangan dan asas-asas berprinsip di Golkar," kata Erwin.
Senada dengan Erwin, salah satu Ketua DPP Golkar Ali Wongso menyatakan rekomendasi penonaktifan Setnov tidak benar, melainkan hanya sebatas kajian untuk dipertimbangkan oleh ketua umum.
Dirinya pun menolak rekomendasi penonaktifan Setnov. Menurutnya, yang perlu dilakukan Golkar adalah melakukan konsolidasi dan menggerakkan kader di tingkat basis, baik di kelurahan maupun di kecamatan, bukan untuk mengganti ketua umum.
Dirinya pun menilai Setya Novanto tidak harus mematuhi hasil kajian tersebut. "Apalagi itu bukan keputusan rapat pleno harian. Tidak ada disitu sifatnya kekuatan yang konstitusional," kata Ali di DPP Golkar, Kamis (28/9).
Sebelumnya, Yorrys Raweyai menyampaikan pada rapat tanggal 25 September lalu dihasilkan dua rekomendasi, yakni politik dan organisasi, salah satu rekomendasi politik diputuskan agar Novanto dinonaktifkan sebagai ketua umum Golkar.
Rekomendasi tersebut, menurut Yorrys berdasarkan hasil kajian biro politik dan strategis Golkar atas hasil survei beberapa lembaga survei, seperti Litbang Kompas, SMRC, dan Polmark yang menyatakan elektabilitas Golkar terus menurun setelah Novanto terjerat kasus korupsi e-KTP.
"Itu yang paling signifikan, karena kasus e-KTP. Kedua karena kering tokoh. Golkar harus punya tokoh yang secara nasional, itu perlu kita harus cari. Ketiga DKI, pasca kalah di [Pilkada] DKI. Kemudian belum terbangunnya soliditas partai pasca rekonsiliasi kemarin," kata Yorrys.
Sedianya, hari ini DPP Golkar menggelar Rapat Pleno untuk mendengar jawaban dari Novanto. Namun, rapat tersebut ditunda sampai besok.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto