Menuju konten utama

Vokalis Seringai Sebut RUU Permusikan Bertentangan dengan UUD 1945

Vokalis band metal rock Seringai, Arian Tigabelas, menilai RUU tersebut dari awal sudah bertentangan dengan UUD 1945, khususnya pasal 28.

Vokalis Seringai Sebut RUU Permusikan Bertentangan dengan UUD 1945
Musisi yang tergabung dalam Kami Musik Indonesia Glenn Fredly (kedua kiri), Franki Raden (kiri) dan Agus S (kedua kanan) melakukan pertemuan dengan Badan Legislasi DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Vokalis band metal rock Seringai, Arian Tigabelas, merespons wacana DPR RI yang mengusulkan RUU Permusikan. Ia menilai RUU tersebut dari awal sudah bertentangan dengan UUD 1945, khususnya pasal 28.

"Kalau dilihat pasal 5 yang banyak larangan, itu saja sudah bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28, kebebasan berserikat, berpendapat. Maksudnya ini sudah bertentangan, harusnya enggak bisa disahkan," katanya saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (30/1/2018) siang.

Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan yang diusulkan oleh Komisi X DPR RI ini ramai-ramai dikritik musisi. Mereka menilai ada klausul yang rentan menjadi ‘pasal karet’.

Pasal karet yang dimaksud adalah Pasal 5. Isinya berisi beberapa larangan bagi para musisi: dari mulai membawa budaya barat yang negatif, merendahkan harkat martabat, menistakan agama, membuat konten pornografi hingga membuat musik provokatif.

Arian menilai RUU yang sudah santer terdengar sejak Agustus 2018 silam tersebut memang memiliki pasal-pasal karet yang rentan mengkriminalisasi musisi dan pekerja seni.

"Harusnya yang dibahas adalah tata kelola industri musik di Indonesia, seperti apa. Bukannya membatasi. Anggota DPR berdalih ini akan jadi UU musik pertama di dunia, ya mungkin saja di negara lain itu enggak ada karena memang enggak butuh," katanya.

Arian juga merespons pasal 32 di dalam RUU tersebut di mana seniman harus melakukan uji kompetensi jika ingin diakui profesinya sebagai musisi dan seniman. Arian menilai hal tersebut terlalu berlebihan.

"Kalau guru sekolah musik atau klasik ya mungkin butuh uji kompetensi. Tapi saya melihat, mereka yang menyusun ini karena takut saja lahan industri musik Indonesia diambil oleh musisi luar. Ini berlebihan sekali. Enggak jelas," katanya.

Tak hanya itu, menurut Arian, ia juga menemukan salah satu pasal yang mewajibkan restoran dan hotel untuk memutarkan lagi musik tradisional.

"Ada di pasal 40 kalau enggak salah. Itu hotel dan restoran wajib memasang lagu tradisional. Lagi-lagi pemaksaan. Jangan ada pemaksaan harusnya," katanya.

Baca juga artikel terkait RUU PERMUSIKAN atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri