tirto.id - Jeff Bezos, penguasa kerajaan bisnis Amazon, kena masalah. Percakapan instan antara Bezos dan perempuan bernama Lauren Sanchez bocor pada akhir 2019 lalu dan diangkat oleh majalah National Enquirer. Pesan itu terkirim ketika Bezos masih berstatus suami MacKenzie Sheri. Keduanya resmi bercerai pada April 2019.
“Aku tergila-gila padamu,” kutip Enquirer atas bocoran pesan singkat dari Bezos kepada Sanchez yang digenggam mereka.
Publikasi yang disebut-sebut sebagai “investigasi terbesar dalam sejarah Enquirer” itu adalah kelanjutan dari apa yang menimpa Bezos pada 8 November 2018. Kala itu, pada nomor WhatsApp pribadinya, Bezos menerima kiriman foto Sanchez, lengkap dengan keterangan: “Berdebat dengan wanita sama seperti membaca perjanjian lisensi perangkat lunak. Pada akhirnya Anda harus mengabaikan segalanya dan klik ‘Saya setuju’.”
Selepas menyewa penyidik swasta dan juga memperoleh bantuan dari ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), muncul dugaan kuat penyebab bocornya affair Bezos-Sanchez: iPhone milik Bezos diretas. Peretasan ponsel Bezos, menurut analisis ahli PBB, terjadi selepas sebuah video yang dikirim Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, diterima Bezos di akun WhatsApp-nya.
Sialnya, video bukan hanya berisi gambar bergerak beserta cerita yang ada di dalamnya. Video yang sama mengandung spyware yang diduga jelmaan Pegasus, alat retas produk perusahaan keamanan digital asal Israel NSO Group yang kemudian menyusup ke ponsel Bezos.
Spyware, merujuk definisinya, merupakan perangkat lunak atau aplikasi yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang seseorang atau organisasi secara rahasia. Spyware adalah keluarga malware alias malicious software alias perangkat lunak/aplikasi jahat. Istilah ini dicetuskan oleh Yisrael Radai pada 4 Juli 1990 silam untuk menjabarkan berbagai macam perangkat lunak jahat, khususnya trojan, worm, dan virus.
Virus merupakan perangkat perangkat lunak jahat yang paling awal muncul sebelum spyware. Yang unik, sebagai istilah, “virus” muncul pada 3 November 1983. Kala itu, sebagaimana diwartakan Wired, Fred Cohen, mahasiswa University of Southern California, mendemonstrasikan sebuah kode yang diciptakannya. Ia memasukkan kode itu ke dalam perintah UNIX, sistem operasi nenek moyang MacOS dan inspirasi bagi Linux. Dalam waktu lima menit, kode itu sukses mengambil alih kendali komputer. Dalam tempo satu sengetah jam, kode bikinan Cohen mereplikasi diri. Len Adleman, pembimbing akademik Cohen, menyebut kode buatan mahasiswanya sebagai “virus” karena memiliki sifat yang sama dengan istilah virus dalam konsep biologi.
Meski istilahnya baru muncul di 1983, kode jahat yang kemudian dinamai virus muncul lebih dulu. Pada 30 Januari 1982, tepat hari ini 38 tahun lalu, pemuda berusia 15 bernama Rich Skrenta membuat dan menyebarkan Elk Cloner, virus komputer pertama di dunia yang tersebar melalui floppy disk. Kala itu Skrenta masih duduk di bangku kelas sembilan.
Elk Cloner diciptakan melalui 400 baris kode yang ditujukan untuk menyerang boot-sector, bagian di hard disk yang akan dieksekusi pertama kali oleh Apple DOS 3.3 operating system, sistem operasi yang tertanam di komputer Apple II. Sehabis 50 kali komputer di-reboot atau dinyalakan ulang, Elk Cloner akan menampilkan puisi di layar:
“It will get on all your disks
It will infiltrate your chips
Yes, it's Cloner!
It will stick to you like glue
It will modify RAM too
Send in the Cloner!”
Meskipun kini virus merupakan bagian dari malware atau “software jahat,” tidak ada niat jahat sama sekali dari Skrenta dalam membuat Elk Cloner. Virus yang hanya menyebar ke komputer teman-temannya itu dianggap Skrenta sebagai “lelucon bodoh.”
Bertahun-tahun kemudian, Skrenta berkembang dari pemuda yang membuat “lelucon bodoh” menjadi pendiri startup. Sebagaimana diwartakan Techcrunch, Skrenta ikut mendirikan Open Directory Project (layanan web direktori bagi hampir segala jenis situs web, mirip Yahoo pada awal kemunculannya), media online Topix, dan Blekko, mesin pencari yang sesumbar dibuat untuk mengalahkan Google, meskipun kenyataan berkata sebaliknya.
Di sisi lain, virus atau malware dalam istilah yang lebih luas juga berkembang, bukan sebagai “lelucon bodoh” tentunya, melainkan senjata yang mengancam kehidupan digital manusia.
Dilansir Statista, tercatat ada lebih dari 10,5 miliar serangan malware di seluruh dunia pada 2018 silam. Artinya, saban hari, ada lebih dari 28 juta serangan malware di seluruh dunia.
National Institute of Standard and Technology yang berada di bawah Kementerian Perdagangan AS mengeluarkan laporan bertajuk “Malware Risk and Mitigation Report” (PDF) pada 2011. Laporan itu menyatakan bahwa malware, dalam bentuk virus, trojan, atau bahkan spyware, punya banyak sifat yang hampir kesemuanya berbahaya dan jauh dari sekedar “lelucon”, di antaranya adalah keylogger, rootkit, flaw exploits, bot, hingga denial of service. Secara umum, malware merasuk pada korbannya melalui lima tahap; reconnaissance (identifikasi calon korban), assembly (pelaku menciptakan malware yang sesuai dengan korban), delivery (malware disusupkan sesuai dengan profil korban), command (malware beraksi), dan execution (malware memegang kendali).
World Economic Forum memperkirakan, satu serangan tunggal malware yang terjadi pada 2018 harus dibayar dengan kerugian lebih dari $2,6 juta, khususnya menyangkut hilangnya data atau informasi.
Editor: Windu Jusuf