tirto.id - Junius hanya menginginkan bentuk gigi rapi dengan warna yang lebih cerah. Ia sempat merasa tidak begitu percaya diri lantaran warna gigi asli yang kekuningan dan bentuknya tidak rata. Ia lantas memutuskan datang ke sebuah klinik di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan untuk melakukan veneer gigi.
Situs kesehatan WebMD menjelaskan bahwa veneer gigi ialah penambahan lapisan tipis yang dibuat dalam bentuk seperti gigi dan diberi warna. Benda tersebut berguna untuk melindungi permukaan gigi dan memperbaiki penampilan karena mampu mengubah warna, bentuk, dan ukuran gigi. Veneer terkadang melibatkan pengikisan gigi.
Tindakan ini bisa dilakukan dengan dua metode yakni direct veneer dan indirect. Yang pertama adalah veneer yang langsung dikerjakan pada gigi dengan bahan resin komposit. Yang kedua dilakukan di laboratorium, umumnya dibuat dengan bahan porselen dan biayanya lebih besar.
Junius memilih cara kedua. Ia memilih klinik yang direkomendasikan oleh seorang kawan. Salah satu alasannya karena harga veneer di sana relatif lebih rendah, yakni sekitar Rp6 juta untuk 8-10 gigi.
Saat itu, Junius berpesan pada dokter untuk tidak mengikis giginya. Sang dokter menuruti permintaan si pasien. Ia mulai melakukan praktik veneer dengan memasukkan komposit resin ke dalam mulut dan mencetaknya sesuai dengan bentuk gigi. Kurang lebih tiga jam kemudian gigi Junius lebih rapi. Masalah muncul saat ia harus kontrol ke dokter pada dua minggu berikutnya. Warna gigi jadi terlalu kuning dan mulut Junius penuh sariawan.
“Saya merasa fungsi mulut terganggu. Gigi yang terlalu rapat membuat sisa makanan terselip di sela gigi dan sulit dibersihkan karena jarak antar-gigi terlalu rapat. Itu mengakibatkan gusi kerap berdarah. Muncul juga rasa mengganjal di mulut seperti menggunakan behel. Saya tidak tahan dan memilih untuk pindah dokter,” kata Jun.
Dokter berikutnya membongkar ulang veneer yang menempel pada gigi Junius. Menurut dokter, tidak seharusnya jarak antar-gigi terlalu rapat dan tidak semestinya veneer dilakukan tanpa mengikis gigi.
“Saya khawatir gigi akan rusak bila dikikis. Sebetulnya, saya pernah mendengar informasi bahwa praktik ini tidak disarankan bagi orang yang berusia di bawah 35 tahun. Saya tetap ingin melakukannya untuk alasan estetik meski muncul rasa ngilu dan nyeri. Gigi pun jadi lebih sensitif,” lanjut pria berusia 30 tahun ini.
Setelah giginya berhasil diperbaiki oleh dokter, Junius merasa lebih percaya diri walaupun ia harus berhati-hati saat menyantap makanan. “Dokter tidak menganjurkan mengonsumsi minuman selain air putih karena warna dari minuman bisa mengubah hasil veneer.” Ia tidak mengindahkan perintah tersebut.
“Buat saya kopi lebih penting daripada veneer,” katanya lugas. Ia harus rutin datang ke dokter gigi untuk mengecek kualitas veneer-nya.
Hal serupa juga dilakukan Carolyn, 27 tahun. Ia mesti mengunjungi dokter gigi setiap tiga sampai empat bulan sekali untuk mengontrol hasilnya. Ia beruntung, sang dokter adalah kawan sendiri. Satu tahun lalu, Carolyn sempat kagum dengan unggahan foto sejumlah orang di akun Instagram yang menunjukkan bentuk gigi putih merata. Melihat foto-foto gigi yang cantik secara terus-menerus, ia pun menginginkannya.
Carolyn mengaku bahwa tidak ada masalah serius dengan bentuk dan warna giginya. Apalagi ia sempat menggunakan kawat gigi sehingga bentuk giginya tergolong teratur. Namun, ia tetap menjalankan tekadnya melakukan veneer gigi. Sebelum melakukan tindakan, ia diminta tersenyum lebar dan bicara. Gigi yang di-veneer ialah gigi yang nampak bila tersenyum.
Wanita ini memilih metode veneer tak langsung. “Lebih praktis, tahan lama, dan lemnya kuat. Jadi, gigi setelah di veneer seperti lebih kuat dari gigi asli.”
Untuk bisa mendapatkan veneer permanen, ia harus menunggu sekitar dua bulan. Gigi Carolyn difoto terlebih dahulu untuk mengetahui bagian apa saja yang perlu dirapikan. Setelahnya, tim dokter akan membuat lapisan gigi yang berasal dari material porselen.
“Selama menunggu, saya memakai veneer temporer. Bentuknya seperti casing ponsel tetapi benar-benar harus hati-hati saat menyantap makanan. Saya pernah mengalami kejadian veneer lepas secara tidak disengaja karena menggigit sepotong ayam,” ceritanya.
Ia mengeluarkan uang sekitar 6 sampai 7 juta rupiah untuk setiap gigi yang di-veneer. “Setelah veneer, rasanya benar-benar seperti baru dipasang kawat gigi. Sejak di-veneer, saya tidak boleh menggunakan gigi bagian depan untuk menyantap makanan, terutama yang teksturnya keras. Sebetulnya, bisa dibilang veneer ini seperti merusak gigi karena ada proses pengikisan. Tetapi saya merasa lebih puas karena gigi jadi lebih rapi.”
Dalam sebuah tayangan video, penyanyi Agnes Monica menyatakan bahwa mulutnya terasa mati rasa sesaat setelah melakukan perawatan veneer gigi dengan Sam Saleh, dokter gigi yang membuka kliniknya di Beverly Hills, Amerika Serikat. Dalam video itu Agnez menyiratkan rasa puasnya meski ia harus sedikit “menderita”.
Sivan Finkel, DMD, pemilik klinik The Dental Parlour New York berkata bahwa orang-orang yang ada di Hollywood sebagian besar melakukan veneer gigi. Hal tersebut turut berpengaruh pada pekerjaan mereka terutama mereka yang bekerja di industri hiburan atau gaya hidup. Era digital memberi pengaruh besar pada tren tersebut.
Refinery29 melaporkan bahwa ada sejumlah dokter di negara tersebut rela menawarkan perawatan veneer gratis bagi para lifestyle blogger dan influencer.
Menurut Drg. M. Riyadhianto A, SpPros dari klinik Beyoutiful Jakarta, tren veneer gigi muncul sejak 10 tahun belakangan. Kini, dalam waktu satu bulan ia bisa menangani 5-8 pasien. Mereka yang datang rata-rata ingin memperindah penampilan saat tengah tersenyum melalui perubahan warna serta susunan gigi.
“Metode ini bisa memperbaiki penampilan wajah terutama senyum dalam waktu singkat. Veneer juga bisa memutihkan gigi yang gagal menjadi putih melalui metode pemutihan gigi lain. Ia bisa juga menjadi alternatif perawatan behel. Nilai minusnya, perawatan ini ialah perawatan permanen dan pada kasus tertentu perlu pengikisan gigi,” kata Adi.
Namun, ada hal yang kemudian menjadi perdebatan, yakni tampilan hasil veneer yang dianggap tak natural. Wacana ini menyeruak lantaran warna gigi menjadi terlalu putih serta bentuknya terlalu mulus. Dalam Allure, Finkel mengungkapkan bahwa hasil veneer yang baik ialah gigi yang tetap nampak normal.
Praktik veneer gigi sebenarnya telah dilakukan sebelum tahun 1970. Praktik ini dipopulerkan oleh Charles Pincus di Hollywood, Amerika Serikat. Veneer menjadi populer di kalangan praktisi dunia hiburan seiring dengan berkembangnya fotografi dan film. Para selebriti yang sempat melakukan tindakan veneer gigi ialah James Dean, Joan Crawford, dan Shirley Temple.
Veneer termasuk dalam ranah estetik. Business Insider memperkirakan bahwa dalam tiga tahun ke depan industri estetika gigi akan meningkat hingga mencapai jumlah $22.362,4 juta. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya kelas menengah yang kian menyadari perlunya melakukan perawatan estetika gigi.
Penggunaan media sosial serta tuntutan untuk tampil sempurna bagi mereka yang berkecimpung di dunia mode dan hiburan juga menjadi faktor pendorong.
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Maulida Sri Handayani