tirto.id - Sejumlah siswa sekolah menengah tampak melintas di sisi jalan Kali Item, Kemayoran, Jakarta Pusat, dengan membawa bungkus jajanan di tangannya. Memang tidak begitu banyak pejalan kaki yang lalu lalang siang itu. Ada yang cuek, ada yang tampak terganggu dengan bau di Kali Item yang sesekali masih sering muncul, meski tak separah dulu.
Kali Item sempat ramai dibicarakan seiring dengan persiapan Pemprov DKI Jakarta menyambut Asian Games pada 18 Agustus hingga 2 September 2018. Kali ini terkenal dengan baunya yang menyengat, dan tentu saja, warnanya yang hitam layaknya comberan.
Itulah kenapa namanya Kali Item—bukan nama resmi, tapi nama yang disematkan warga sekitar. Nama resmi Kali Item adalah Kali Sentiong.
Pemprov DKI menaruh perhatian khusus pada tempat ini. Maklum, persis di sampingnya berdiri megah Wisma Atlet, tempat yang sedianya dipakai menginap atlet dan para official dari 45 negara peserta. Pemprov DKI jelas tak mau para atlet terganggu dengan bau-bau yang keluar dari tempat itu.
Waktu kian mendesak. Bau dan warna kali item tak juga membaik, padahal tinggal satu bulan Asian Games dimulai.
Pemprov DKI mengambil cara instan: menutup kali yang punya lebar 20 meter dan panjang 689 meter, terbentang sejauh 689 meter dari Jembatan Mato hingga Jembatan Jubilee School, dengan kain waring.
Kini, setelah lebih dari satu bulan Asian Games selesai, kain waring berwarna hitam masih ada di tempatnya semula.
Siang itu sekitar pukul 11, Jakarta sedang panas-panasnya. Ponsel saya menunjukkan suhu berada di kisaran 34 derajat celcius. Saya berjalan-jalan di samping kali terkenal ini. Air nampak tenang, terlihat dari bintik-bintik waring. Kadang tercium bau, kadang juga hilang membaur dengan asap kendaraan.
Beberapa sampah botol minum plastik menyangkut di atas waring. Biasanya sisa muda-mudi yang nongkrong saban sore hingga malam. Perlu alat buat mengambilnya.
Hanya ada beberapa tim oranye yang masih membersihkan sampah di sepanjang Kali Item saat waktu makan siang hampir tiba. Salah satunya Yosep. Ketika saya datang dia sedang duduk tidak jauh dari tumpukan sampah yang baru dibersihkan.
Seragam oranyenya lusuh. Ia tidak menggunakan masker atau penutup hidung yang dapat menghalangi aroma tidak sedap Kali Item. Menurutnya sejak pemasangan Nano bubble, bau kali memang jauh lebih baik.
"Selama dipasang Nano bubble baunya juga sudah hilang," kata Yosep pada saya, Jumat (5/10/2018) kemarin.
Nano bubble adalah mesin penghasil gelembung yang larut dalam air dengan cara menginjeksi gas termasuk oksigen ke dalam cairan. Alat ini dipasang pada 31 Juli 2018 oleh petugas dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Berbeda dengan Yosep, Asri, warga sekitar, justru menutup hidung hingga dagunya dengan masker kain saban berjalan di sisi Kali Item. Indra penciumannya tidak bisa diajak beradaptasi barang sedikit pun meski dia lahir dan besar di Serdang Baru 8, Kemayoran, Jakarta Pusat, tak jauh dari kali.
"Baunya benar-benar menyengat kalau lewat sini, apalagi kalau duduk-duduk dekat sini (dekat kali item)" kata Asri kepada saya.
Ia bahkan mengaku tidak mengetahui jika pemerintah sudah memasang alat Nano Bubble. Soalnya dia tidak merasakan perubahan apa-apa sekali waring.
"Berarti kan penggunaannya enggak 100 persen banget," ucap Asri dengan mimik berpikir.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menyatakan bahwa penutupan waring hanyalah solusi jangka pendek. Untuk jangka panjang, Anies mengatakan akan membereskan masalah Kali Item dengan menggunakan instalasi pengelolaan air limbah domestik di sekitar kali.
Anies mengaku, hal tersebut sudah dalam tahap perencanaan. "Sedang dalam proses lelang, nanti detailnya. Pak Kadis SDA biar bisa cerita," kata Anies, medio Juli lalu, saat persiapan Asian Games.
Namun, satu bulan sejak Asian Games berakhir, sejauh ini belum lagi terlontar gagasan dari Pemprov DKI untuk mengganti cara instan dengan cara yang lebih permanen dan berkesinambungan untuk revitalisasi Kali Item.
Penulis: Atik Soraya
Editor: Rio Apinino