tirto.id - Menilik data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta, luas wilayah Kota Gudeg hanya sekitar 32,80 kilometer. Sementara itu, catatan terakhir pada 2022 menunjukkan bahwa kepadatan penduduk Kota Yogyakarta mencapai 12.585 jiwa per kilometer persegi.
Jika dirinci, Kemantren Ngampilan jadi wilayah yang paling tinggi kepadatannya, mencapai 21.265 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan penduduk paling rendah ada di Kemantren Umbulharjo, yaitu 8.506 jiwa per kilometer persegi.
Catatan tersebut menunjukkan pula seberapa besar kebutuhan pasokan konsumsi penduduk. Besar kebutuhan pasokan konsumsi itu pun bakal membengkak karena Kota Yogyakarta merupakan salah satu tujuan wisata favorit di Indonesia. Terlebih, pada musim liburan atau momen hari besar keagamaan.
Namun, Kota Yogyakarta bukanlah daerah yang mampu memproduksi sendiri bahan pangannya. Oleh karena itu, kebutuhan pasokan bahan pangan yang besar dikhawatirkan jadi pemantik melambungnya inflasi.
Perlu Upaya Cermat
Ibrahim, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memaparkan bahwa inflasi di Kota Yogyakarta turut dipengaruhi oleh tingkat kunjungan wisata.
Berkenaan dengan itu, data BI menunjukkan tingkat inflasi di DIY pada 2024 terjaga di angka 2,5 persen. Namun, pada Januari 2025, data menunjukkan bahwa Kota Yogyakarta mengalami deflasi sebesar 0,35 persen.
“Ketika banyak turis, demand meningkat, akan inflasi,” ujarnya dalam acara high level meeting di Balaikota Yogyakarta, Kamis (13/2/2025).
Menurut Ibrahim, perlu upaya yang cermat guna memastikan pasokan kebutuhan pokok di Kota Yogyakarta tercukupi. Definisi cukup dalam konteks ini adalah dapat memenuhi kebutuhan warganya sendiri dan wisatawan, meskipun Kota Yogyakarta bukan wilayah yang mampu memproduksi kebutuhannya sendiri.
“Kota Yogyakarta bukan kota produksi, [perlu skema distribusi] komoditi kebutuhan pokok seperti beras, cabai, telur, ayam, sampai tomat,” ujarnya.
Ibrahim juga menekankan pentingnya penguatan sistem penyimpanan dan jalur distribusi bahan pokok. Dengan demikian, Kota Yogyakarta tetap dapat mengalirkan stok pada saat permintaan tinggi.
“Kota Yogyakarta bukan daerah produksi harus memastikan agar pasokan mencukupi tidak berdampak negatif pada inflasi,” ucapnya.
Dalam upaya pengendalian inflasi, kata Ibrahim, diperlukan penguatan kelembagaan Kios Segoro Amarto dan peran BUMD. Selain itu, juga dibutuhkan sinkronisasi program memerintah dan gerakan sosial masyarakat.
Stok Bahan Pokok Pengaruhi Inflasi
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta, Mainil Asni, mengatakan bahwa pemerintah semestinya menggunakan pertimbangan historis dalam memutuskan sebuah kebijakan sehingga kebijakan dapat diarahkan untuk menangani permasalahan yang sebetulnya memiliki pola.
Berdasar catatan Mainil, selalu terjadi peningkatan permintaan terhadap bahan pokok jelang hari besar keagamaan.
“Peningkatan selalu terjadi sebelum hari H [hari besar keagamaan]. Jadi, bulan ini dan depan [momen Ramadhan dan Idulfitri] harus dilakukan upaya mewaspadai kenaikan [inflasi] ini,” sebutnya.
Mainil memprediksi bahwa kenaikan angka inflasi pada 2025 bakal disebabkan oleh beberapa faktor pendorong, antara lain harga bahan bakar minyak (BBM), beras, dan rokok.
Senada dengan penjelasan Ibrahim, menurut Mainil, tingkat inflasi di Kota Yogyakarta bisa meroket sebab ia menjadi destinasi wisata, tapi bukan produsen bahan pokok. Mainil menyodorkan produksi gudeg khas Yogyakarta sebagai ilustrasinya.
Pasalnya, bahan baku gudeg, yaitu nangka muda, terbilang langka di DIY. Maka untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi, pengusaha kuliner gudeg mesti mendatangkannya dari luar DIY. Pada 2024 lalu, misalnya, nangka muda sampai harus didatangkan dari Sumatera Utara (Sumut).
“Nangka muda pernah menjadi salah satu faktor inflasi pada tahun 2024,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, dia menekankan pentingnya rantai pasok dalam menjaga stabilitas harga di Kota Yogyakarta.
“Diharapkan ke depan lebih kondusif ada perbaikan harga di penerbangan. Diimbangi masalah struktural bisa antarprovinsi dan nasional,” kata dia.
Sementara itu, Suudi Mut’im, Manajer Operasional Bulog DIY, mengatakan bahwa stok beras, gula, dan minyak jelang Ramadhan dan Idulfitri 2025 aman. Bahkan, khusus untuk beras, Suudi menyatakan bahwa Bulog DIY kemungkinan akan kekurangan space penyimpanan.
“Daya tampung DIY 21 ribu ton beras, tapi akhir Februari akan terjadi puncak panen dengan target serapan 41 ribu ton beras,” bebernya.
Upaya Pemkot Yogyakarta
Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkot Yogyakarta, Kadri Renggono, membeberkan bahwa Pemkot Yogyakarta telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga stabilitas harga jelang Ramadhan dan Idulfitri 2025.
Upaya tersebut antara lain melakukan pemantauan rutin di wilayah Kota Yogyakarta. Pemantauan tersebut dilakukan guna mengetahui harga dan stok barang kebutuhan pokok di pasar rakyat, toko swalayan, gudang distributor, pangkalan LPG, dan SPBU.
“Pemkot Yogyakarta juga menggelar operasi pasar, pasar murah, dan melakukan penguatan peran serta penambahan jumlah kios Segoro Amarto berikut penambahan pelaksana warung Mrantasi,” ujarnya.
Sementara untuk ketersediaan pasokan bahan pokok, Pemkot Yogyakarta berupaya mengembangkan program Pangan Lestari melalui Bimtek Rumah Bibit dan Kampung Sayur. Pemkot juga melakukan penyusunan kebijakan pengelolaan cadangan pangan dan melakukan kerja sama antardaerah guna penguatan ketersediaan bahan pangan.
Selain itu, Pemkot melakukan kaji terap budidaya padi hemat air. Pelaksanaan program tersebut dilakukan dengan memberdayakan Kelompok Tani Timoho Ngremboko, Kemantren Gondokusuman. Program ini turut melibatkan penyuluh pertanian dan kelompok tani setempat.
“Ini masih dalam pengembangan. Kalau berhasil, bisa panen terus sepanjang tahun,” tutur Kadri.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan pangan, Pemkot Yogyakarta juga berupaya menjaga kelancaran distribusi. Itu dilakukan dengan penataan manajemen dan rekayasa lalu lintas jalur distribusi bahan pokok dan barang penting.
“Kami juga lakukan pengawasan dan pengendalian lalu lintas daerah,” kata Kadri.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Fadrik Aziz Firdausi