Menuju konten utama

Upaya Para Korban Yusuf Mansur Mempidanakan Sang Dai

Secara beruntun para investor berusaha mempidanakan Yusuf Mansur sejak 2016. Mereka menduga sang dai itu menipu dan menggelapkan investasi melalui jalan dakwah.

Upaya Para Korban Yusuf Mansur Mempidanakan Sang Dai
Bos Indofood Franky Welirang dan Yusuf Mansur mendeklarasikan diri ikut program tax amnesty di hari terakhir dengan mendatangi Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jl. Gatot Subroto , Jakarta, Jum'at (30/9). Kedua pengusaha tersebut melaporkan semua hartanya kepada negara tidak terlepas karena adanya kesempatan pengampunan pajak. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Yusuf Mansur sempat melalui masa suram pada 1998 dan 1999. Ia mendekam di penjara atas kasus pidana dan perdata.

Selepas dari bui, secara beruntun Mansur kembali mencecap getir atas bisnis investasinya yang tak memiliki payung hukum. Belakangan investor bisnis Yusuf Mansur ramai-ramai melaporkannya ke kepolisian atas tuduhan melakukan penggelapan dan penipuan.

Para korban Yusuf Mansur berani memunculkan diri karena Darso Arief Bakuama.

Semua berawal dari Darso yang merasa turut berjasa membuat tenar Yusuf Mansur. Dia memasang potret diri Yusuf Mansur dalam sampul Majalah Amanah medio 2013.

Belakangan Darso merasa dirugikan atas kerjasama menyematkan Mansur sebagai "The New Rising Star" dalam media tersebut.

Melalui pelbagai media, Darso mengkritik metode dakwah Mansur yang menurutnya janggal. Mansur lihai menebar kisah sukses tapi fiktif dan memaksa para jemaah untuk bersedekah.

Tulisan Darso menuai banyak respons. Salah satunya dari Puspo Wardoyo, pengusaha Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo. Puspo mengaku turut menjadi bagian yang membuat Mansur tenar. Ia melobi TVRI untuk menyelipkan Mansur dalam salah satu programnya. Usahanya berhasil. TVRI menjadi media televisi pertama yang dijajaki Yusuf Mansur.

Puspo merasa dirugikan atas perjanjian yang tak ditepati Mansur terkait alat transportasi. Di sisi lain, Puspo setuju bahwa metode Mansur mencampur dakwah dan bisnis beraroma penipuan.

Setelah bertemu Puspo, Darso makin giat mengulik isi ceramah Mansur melalui video yang beredar di YouTube. Ia mencari tahu bagaimana metode ceramah dan cara Mansur mengutili harta jemaah serta skema investasi Patungan Usaha Hotel Siti (Tangerang) plus investasi Condotel Moya Vidi (Sleman).

Bisnis investasi Yusuf Mansur adalah Patungan Aset: menghimpun dana tanpa mekanisme transparan soal tanah di daerah mana—dan seberapa luas—yang akan dibeli. Kepemilikan sertifikat atas bentuk investasi itu dibanderol Rp1,5 juta.

Ada juga bisnis Patungan Usaha: setiap sertifikat investasi dipatok harga minimal Rp12 juta. Dana ini akan dipakai untuk membeli Hotel dan Apartemen Topas di Jalan M. Toha—terletak di Pabuaran Tumpeng, kawasan Karawaci, Tangerang. Ia terbelit masalah penjualan dan bunga berjalan BTN. Hotel dan Apartemen Topas telah dibeli Yusuf Mansur dan berganti nama sebagai Hotel Siti.

Bisnis ketiga Mansur adalah membeli 200 kamar Condotel Moya Vidi. Rencananya, kondotel ini akan dibangun PT Graha Suryamas Vinandito di samping Gedung Pertemuan Graha Sarina Vidi di Sleman, Yogyakarta. Harga investasi minimal Rp2,7 juta.

Sampai akhirnya Darso merampungkan dua buah buku mengenai Yusuf Mansur—bertajuk Yusuf Mansur Menebar Cerita Fiktif, Menjaring Harta Umat dan Banyak Orang Bilang: Yusuf Mansur Menipu; keduanya terbit pada 2016 dan dibagikan gratis.

Darso menegaskan akan membantu siapa saja yang merasa dirugikan Yusuf Mansur. Tak lama kemudian para korban Mansur ramai-ramai mencarinya.

“Para korban ini merasa saya berani mengkritisi Yusuf Mansur setelah terbit buku. Mereka yakin saya bisa mewakili mereka,” ujar Darso, 2 Juli lalu.

“Saya dititipkan amanah untuk melaporkan polisi. Nanti untuk masalah beracara dan sebagainya, kan, urusan lawyer,” lanjutnya.

Korban pertama ialah Darmansyah Soegiyo, seorang PNS di Kenjaran, Surabaya. Ia menanam investasi Condotel Moya Vidi sebesar Rp48,6 juta dan pengguna jasa V-Pay (belakangan ganti nama jadi PayTren) di bawah naungan PT Veritra Sentosa Internasional (VSI).

Darmansyah berani menanamkan investasi atas dasar kepercayaan kepada Mansur sebagai ustaz muda. Namun, belakangan ia menerima informasi bahwa investasi Condotel Moya Vidi dialihkan ke Investasi Patungan Usaha Hotel Siti. Begitu juga Koperasi Merah Putih yang diduga Otoritas Jasa Keuangan telah mengumpulkan dana secara ilegal.

“Dalam waktu berjalan, ada hal-hal yang tidak sesuai harapan secara umum,” kata Darmansyah, 12 Juli lalu.

“Tidak sesuai, ya saya tarik dana saya,” imbuhnya.

Korban lain bernama Ismail yang tinggal di Klaten, Jawa Tengah. Ia mengaku terpaksa memberikan harta senilai Rp5 juta.

Rahmanizar, yang tinggal di Medan, juga merasa dirugikan oleh Yusuf Mansur. Ia berinvestasi Condotel Moya Vidi sebesar Rp100 juta.

Ketiganya mengadu dan memberi hak kuasa kepada Darso lantas menunjuk seorang pengacara bernama Rachmat Siregar.

Yusuf Mansur lalu dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas dugaan melakukan penggelapan dan penipuan. Ia dijerat pasal 372 dan pasal 378 KUHP. Laporan kepolisian itu dilayangkan pada 26 Agustus 2016.

Baca:

Para pelapor sempat dimintai keterangan oleh Mabes Polri. Belum tuntas pemberkasan untuk diperkarakan di pengadilan, Yusuf Mansur menemui ketiga pelapor itu.

Darmansyah menuturkan soal pertemuan dengan Mansur di salah satu rumah makan bernuansa Timur Tengah di Jakarta. Perbincangan berlangsung sambil makan tanpa ada ketegangan sedikitpun. Setelah Mansur mengakui kesalahan dan meminta maaf, dibicarakanlah klausul damai.

Saat itu Darmansyah menyampaikan bahwa dia dan Ismail dan Rahmanizar bukanlah pihak yang dirugikan Mansur. Ia mengusulkan di klausul itu ada mekanisme bahwa bagi siapa saja yang ingin menarik dana investasi digolongkan sebagai 'pihak ketiga'.

Akhirnya, dalam nota perjanjian yang ditandatangani pada 27 Februari 2017, ditambahkan pendapat Darmansyah. Ini disarikan menjadi poin 7. Isinya, jika di kemudian ada pihak lain atau pihak ketiga yang merasa dirugikan Yusuf Mansur, lalu ingin menarik kembali uangnya, akan menjadi tanggung jawab Yusuf Mansur, Darmansyah, Ismail, dan Rahmanizar.

Uang ketiga pelapor itu dikembalikan serta keuntungan yang ditentukan sendiri oleh Mansur. Darmansyah menerima Rp78,6 juta, Rahmanizar Rp175 juta, dan Ismail Rp10 juta.

“Kasus saya sudah selesai,” ujar Ismail kepada reporter Tirto. “Kalau memang ada teman-teman yang merasa dirugikan, silakan kontak saya. Kasih berkasnya ke saya. Saya akan memecahkan itu.”

INFOGRAFIK HL Yusuf Mansur

Laporan Penipuan Bermunculan

Darso Arief Bakuama dan Rachmat Siregar mendapatkan pengaduan dari tiga orang yang berdomisili di Jakarta, yang merasa dirugikan atas investasi Condotel Moya Vidi.

Masing-masing dari ketiga orang itu menanamkan investasinya sebesar Rp12 juta. Belum sampai melaporkan ke pihak kepolisian, Mansur menemui Darso dan Siregar pada 16 Mei 2017.

Setelah Siregar menjelaskan pokok masalah dan menunjukkan bukti investasi, Mansur bersikap akan menempuh jalur damai. “Dia (Yusuf Mansur) sepakat untuk membayar. Saya diminta untuk bicara langsung sama kuasa hukumnya,” kata Siregar kepada reporter Tirto, 12 Juli lalu.

Pada 18 Mei 2017, Junaidi Albab Setiawan, kuasa hukum Mansur, meminta bertemu dengan Rachmat Siregar. Namun, Junaidi enggan meneruskan janji Mansur lantaran Siregar hanya mengantongi barang bukti tanpa ada surat kuasa.

“Sampai hari ini tidak dibayar,” ungkap Siregar.

Menyusul berikutnya Darso dan Siregar mendampingi empat orang yang dirugikan Yusuf Mansur ke Polda Jawa Timur pada 15 Juni 2017 atas investasi Condotel Moya Vidi.

Mereka ialah Sumiyati, Haidar Rafly, Hartati, dan Sri. Kecuali Haidar Rafly yang menanamkan modal Rp5,4 juta, ketiga orang lain merogoh kocek Rp2,7 juta.

“Kami melihat yang di Jakarta tidak ada respons positif, Surabaya baru kami laporkan,” kata Siregar.

Pasal yang dipakai untuk menjerat Yusuf Mansur adalah dugaan penggelapan dan penipuan. Hari ini, Senin (17/7) para korban direncanakan datang ke kepolisian untuk memenuhi panggilan pertama guna melengkapi berita acara pemeriksaan.

Darso dan Rachmat tidak mendirikan posko pengaduan bagi korban investasi bodong Yusuf Mansur. Namun, sesaat setelah laporan ke Polda Jawa Timur, mereka menegaskan ulang siap menerima aduan baru dari para pihak manapun.

Di bulan yang sama, melalui Siregar dan Darso, Wiyoto melaporkan Mansur atas dugaan penggelapan dan penipuan ke Polres Solo, 7 Juli lalu. Wiyoto menanamkan investasi Patungan Usaha Hotel Siti senilai Rp10 juta.

Wiyoto menuturkan, para November 2016, di sebuah hotel di Solo, Mansur menyampaikan skema investasi patungan usaha Hotel Siti dan Condotel Moya Vidi. Setelah menanamkan investasinya, Wiyoto enggan atas skema pengalihan dana ke Koperasi Indonesia (Kopindo) Berjamaah yang dilakukan secara sepihak dan tiba-tiba oleh pihak Yusuf Mansur.

“Tentang pembagian keuntungan tidak dijelaskan rinci, termasuk nasib uang yang ditanam nasabah juga tidak disinggung,” kata Wiyoto.

Hingga kini Rachmat Siregar dan Darso Arief Bakuama terus menerima berkas baru dari para investor yang dirugikan Yusuf Mansur. Di Surabaya masih ada 4 orang yang belum melapor ke polisi. Ada pula para korban di Semarang, Medan, Makassar, dan Banjarmasin.

Terkait investasi Patungan Usaha Hotel Siti, tercatat Yusuf Mansur berhasil menghimpun 2.029 investor atau sekitar Rp24,3 miliar.

Selain itu Mansur menjual 59.800 sertifikat yang masing-masing berharga minimal Rp2,7 juta untuk investasi Condotel Moya Vidi—yang bila ditotal dan seluruh sertifikat itu terjual, ia menghimpun duit sekitar Rp161,5 miliar.

Darso mengatakan mayoritas orang yang merasa dirugikan Yusuf Mansur enggan menyelesaikan masalah melalui jalur kepolisian. Mereka melihat nama beken Mansur dan modal investasi yang mereka setor berjumlah kecil—antara Rp2,7 juta hingga Rp100 juta.

Padahal, menurut Darso, dengan menuntaskan kasus Yusuf Mansur secara hukum, itu akan menghambat kejadian serupa terulang.

“Kalau dia ulama pun, apa kita tidak boleh pidanakan dia? Boleh, dong,” kata Darso.

==========

Keterangan foto: Franky Welirang (bos Indofood) dan Yusuf Mansur ikut program tax amnesty di hari terakhir dengan mendatangi Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jl. Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (30/9). TIRTO/Andrey Gromico

Baca juga artikel terkait YUSUF MANSUR atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Hukum
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam