Menuju konten utama
Kartini Masa Kini

Upaya Alita Ciptakan Bisnis Apron yang Ramah Pekerja Perempuan

Alita ingin mempertahankan keseharian yang produktif. Setelah melepas anak ke sekolah asrama, berbisnis apron jadi keputusan yang kian mewarnai hidupnya.

Upaya Alita Ciptakan Bisnis Apron yang Ramah Pekerja Perempuan
Header diajeng Profil Pengusaha Alita Risum. tirto.id/Quita

tirto.id - Seusai menyelesaikan pendidikan sarjana dan magister di bidang ilmu ekonomi, terbayang jelas dalam benak Alita Harsaningtyas bahwa ia akan mengisi kesibukannya sehari-hari sebagai perempuan karier.

Nyatanya, belum genap dua tahun Alita mengeksplorasi dunia perkantoran, ia dihadapkan pada realitas untuk mengurus putranya yang masih bayi di rumah.

“Akhirnya saya resign, lalu mengurus Danar—selama 12 tahun,” terang Alita saat ditemui Tirto, sekitar Februari 2024 lalu.

Perempuan kelahiran Solo tahun 1982 ini melanjutkan dengan mantap, “Tapi saya commit: saya berkarier ya harus mencurahkan semuanya, totalitas. Untuk keluarga, saya harus bisa lebih. Jadi, saya enggak ada penyesalan.”

Seluruh energi Alita dikerahkan buat Danar: menyokong kegiatan sekolah hingga mendampinginya dalam berbagai kompetisi dan olimpiade pelajar.

Sampai tibalah pada 2018, Danar memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke SMP asrama.

Pada detik itu juga, Alita merasa perlu menemukan rutinitas baru—pekerjaan apa saja, aktivitas apa pun—untuk menjaga kesehariannya agar senantiasa bermakna.

“Bayangkan 12 tahun mengurus rumah tangga di rumah—pengalaman kerja cuma 12 tahun yang lalu—siapa yang mau menerima saya kerja?”

Berbisnis produk garmen akhirnya menjadi pilihan Alita, opsi yang didukung oleh suaminya.

Alita bersyukur, selama mengurus anak, ia meluangkan waktu untuk berkomunitas di kelas-kelas pelatihan menjahit—aktivitas santai yang menambah skill, tetapi tidak menguras biaya.

Inspirasi Alita untuk menjahit apron atau celemek datang dari sang ibunda, pengusaha bubur jenang, yang pakaiannya sering belepotan saat proses memasak. Celemek pertama buatan Alita dipersembahkan kepada sang ibu, yang luar biasa senang saat menerimanya.

Seiring itu, Alita mulai menangkap peluang untuk memenuhi kebutuhan celemek di hotel, restoran, dan kafe (horeka) yang dalam satu dekade terakhir kian bermekaran di Yogyakarta.

Sembari meraba-raba arah usahanya, Alita rajin mengikuti kelas-kelas pelatihan coaching gratis yang ditawarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag).

Alita sempat merasa keder ketika melihat produk-produk UMKM binaan dinas yang dipajang bagus di galeri kantor pemda. Namun, hal itu tak menghentikan tekadnya.

diajeng Profil Pengusaha Alita Risum

Alita mulai memproduksi celemek 'Risum' pada 2018 dengan target pasar utama pelaku usaha hotel, restoran, dan kafe (HOREKA) di kawasan Yogyakarta. (Tirto.id/Sekar Kinasih)

Usaha yang Alita beri nama “Risum”—dipetik dari bahasa Latin yang berarti ‘tersenyum’—awalnya dikerjakan seorang diri dengan pemasaran secara daring.

Celemek yang sudah selesai Alita jahit lantas difoto dan diunggah ke Instagram atau aplikasi marketplace, “Seadanya, pokoknya jalan dulu!”

Orang yang tertarik pada celemek Alita akan menghubunginya via WhatsApp, lalu mentransfer uang DP. Begitu pembayaran diterima, Alita bergegas membelanjakannya ke toko kain. Dalam sehari, Alita bisa bolak-balik berkali-kali ke toko yang sama untuk membeli potongan kain baru—sesuai pesanan yang masuk.

Kesibukan itu semua menguras energi Alita. Bergadang, tidur sekali dalam dua hari, sudah jadi rutinitas. Merasa tak sanggup meneruskan seorang diri, Alita mulai merekrut seorang penjahit.

Beruntungnya Alita, di sekitar tempat tinggalnya, terdapat pabrik-pabrik yang memproduksi sarung tangan dan pakaian dalam. Ibu-ibu dan perempuan yang sudah keluar dari sana menjadi orang-orang andalan Alita untuk membantunya menjahit.

Aktivitas produksi celemek yang Alita mulai dari garasi rumahnya semakin berkembang, “Dari awalnya belum bisa menggaji diri sendiri, akhirnya bisa menggaji diri sendiri. Intinya, bisa mandiri!”

Ketika ditanya tentang tantangan berbisnis, Alita menjawab sambil tertawa, “Roller coaster di SDM!”

“Saya introvert. Saat pertama membangun Risum, saya deg-degan. Wah, bakalan ketemu orang-orang nih.”

Alita mengakui kesulitan dalam awal bisnisnya adalah membangun tim yang solid dengan latar belakang SDM beragam. “Paling susah menyamakan visi, budaya, dan cara berpikir,” tambahnya.

Bagi beberapa staf, diperlukan waktu lebih lama untuk terbiasa dengan ritme bekerja Alita. Solusinya, tahun ini, Alita berencana merekrut anak-anak magang. Pelajar SMK dari jurusan tata busana direkrut Alita.

Bagi anak magang ini menjadi kesempatan untuk mempraktikkan ilmunya, agar kelak tak terlalu kaget ketika terjun di dunia kerja. Bagi Alita, kehadiran anak magang diharapkan bisa membantu masalah SDM di bisnisnya.

Tantangan terbesar lainnya datang ketika COVID-19 mengadang. Demi menjaga cash flow, Alita memproduksi masker kain. Bekerja sama dengan Disperindag Sleman, masker produksi Risum juga didistribusikan kepada pedagang-pedagang di pasar.

Meskipun bisnis sempat lesu selama pandemi, Alita tak gentar. Ketika jatuh sakit karena COVID-19, ia mencoba merancang produk baru untuk diluncurkan ketika perekonomian kembali pulih.

Pada pengujung 2021, Alita mulai memasarkan seragam koki, meliputi jenis-jenis pakaian khusus memasak sampai penutup kepala. Langkah ini juga merupakan respons Alita terhadap tumbuhnya permintaan pakaian koki dari industri horeka pascapandemi.

Hingga kini, rumah produksi Risum yang berlokasi di bangunan kontrakan di Sleman ini lebih banyak melayani klien dari pelaku bisnis horeka daripada konsumen ritel.

Seiring waktu Risum konsisten membangun jaringan dengan sesama pelaku bisnis (B2B), apakah artinya sudah tidak ada lagi tantangan lain?

Tentu tidak. Alita menyinggung tentang kompetisi, “Sekarang banyak produk Cina yang diimpor dan dijual di sini… Bahkan harganya jauh banget [lebih murah].”

Meski begitu, Alita mengutamakan kualitas. Ia terpacu oleh permintaan dari hotel-hotel bintang lima yang mematok standar tinggi dan detail untuk set pakaian koki agar tetap awet setelah pencucian berkali-kali.

Sebagai pengusaha yang sedari awal berpijak pada ekosistem bisnis daring, Alita juga tak menampik betapa terjal jalan yang diambilnya ini.

“Orang mau jualan online itu gampang—tapi juga rapuh. Kami pernah dapat penjualan tertinggi di web—kemudian tiba-tiba ke-hack, kena malware, padahal sumber daya kami terbatas. Kami harus muter-muter membetulkan itu, butuh waktu. Tiba-tiba, ada masalah juga di Facebook, enggak bisa iklan. Beberapa minggu kemudian baru bisa ngiklan lagi.”

Belajar dari pengalaman itu, Alita merasa perlu mengimbangi pemasaran digital dengan strategi berjualan langsung secara luring, khususnya untuk memasarkan seragam koki.

diajeng Profil Pengusaha Alita Risum

Risum kelak mengembangkan produknya menjadi seragam koki, termasuk aksesori pendampingnya seperti sarung tangan oven dan penutup kepala. (Tirto.id/Sekar Kinasih)

Dalam upaya menjaga kualitas jahitan, Alita mengerahkan staf-stafnya untuk mengerjakan seluruh rangkaian proses produksi, dari cutting sampai penjahitan, di kantor.

Pada waktu bersamaan, Alita masih menjaga kerja sama dengan penjahit dari kalangan ibu-ibu muda yang anaknya masih balita.

Sebagai seorang ibu yang paham repotnya mengurus anak, Alita memberikan kemudahan bagi mereka untuk menjahit produk-produk tertentu sesuai standar yang sudah ditetapkan, seperti penutup kepala atau sarung tangan oven, di rumah masing-masing.

Selain mempertahankan bisnis yang ramah bagi pekerja perempuan, Alita juga bangga dengan konsistensi Risum bisa mengikuti pameran secara mandiri di kota-kota besar.

Dalam kesempatan yang dihadiri komunitas industri horeka itulah, Alita berjumpa dengan figur-figur chef atau selebgram di dunia kuliner. Mereka dimintai testimoni tentang produk-produk Risum, kemudian video-videonya diunggah di akun Instagram milik Risum untuk mendukung promosi.

Setelah enam tahun lamanya membangun Risum, Alita berharap bisnisnya dapat tumbuh dan beradaptasi dengan banyaknya tantangan, terutama yang sangat dinamis di bidang marketing.

“Kita harus belajar terus untuk bisa survive,” jelas Alita.

Saran Alita buat perempuan yang berencana untuk berbisnis, “Totalitas. Melakukan sebaik-baiknya. Yang sudah kita putuskan, lakukan sebaik-baiknya. Jangan menyerah. Klise memang… Tapi modal saya cuma itu.”

“Semua yang kita tabur, akan kita tuai. Tidak perlu hitung-hitungan. Semua sudah ada porsinya,” pungkas Alita dengan senyum penuh semangat.

Baca juga artikel terkait DIAJENG atau tulisan lainnya dari Sekar Kinasih

tirto.id - Diajeng
Penulis: Sekar Kinasih
Editor: Maya Saputri