Menuju konten utama
Agus Pandu Purnama

"Untuk Bekerja di Bandara NYIA Diserahkan pada Pertarungan Terbuka"

Sebagian warga menganggur usai tergusur dari lahan yang kini dipakai untuk Bandara NYIA. Bagaimana respons Angkasa Pura I?

Agus Pandu Purnama, Manajer Umum PT Angkasa Pura I Yogyakarta. tirto.id/Sabit

tirto.id - Pembangunan bandara baru Yogyakarta di Kulon Progo (NYIA) menjadi "tantangan" bagi warga terdampak. Mereka yang biasanya menggantungkan hidup dengan bertani terpaksa alih profesi karena tanahnya sudah diambil untuk bandara.

Alih profesi itu bukan hal mudah. Apalagi mereka sudah bertahun-tahun dan turun-temurun bertani. Sejumlah warga pun akhirnya menganggur sampai sekarang.

Pihak Angkasa Pura I, BUMN yang diserahkan Presiden Joko Widodo untuk menggarap proyek NYIA, menyatakan sejak awal berkomitmen untuk memberikan keterampilan baru bagi warga terdampak agar bisa melanjutkan kegiatan ekonomi.

Bekerjasama dengan Balai Latihan Kerja Kulon Progo, Angkasa Pura I mengadakan pelatihan, di antaranya Bahasa Inggris, kewirausahaan, las listrik, teknisi mesin AC, tukang batu dan semen. Warga bebas memilih pelatihan yang diinginkan tanpa melihat batasan usia.

Sayangnya, meski sudah dibekali keterampilan dengan pelatihan, Angkasa Pura I tak bisa menjamin bahwa semua warga terdampak dan tergusur akan bisa bekerja di bandara. Dengan logika pasar tenaga kerja yang galibnya menuntut upah semurah mungkin, peluang warga di areal terdampak bisa bekerja di bandara bergantung pada "seberapa kesiapan warga itu sendiri," ujar Agus Pandu Purnama, Manajer Umum Angkasa Pura I Yogyakarta, kepada Tirto pada 17 Agustus lalu.

Pandu membantah soal keluhan warga yang disampaikan kepada kami soal pembangunan bandara saat ini yang minim memakai tenaga kerja dari warga sekitar,

"Justru prioritasnya warga setempat. Pekerja-pekerja sekarang ini banyak dari Kulon Progo," kata Pandu.

Berikut petikan lengkap wawancaranya:

Soal pelatihan, saya mendapatkan informasi dari warga bahwa ada yang sudah dapat dan ada yang belum. Sebenarnya bagaimana pelaksanaannya?

Pelatihan itu sebenarnya sudah disosialisasikan ke desa-desa, khususnya ke lima desa terdampak pembangunan bandara (Desa Glagah, Jangkaran, Palihan, Kebon Rejo, dan Sindutan). Itu adalah prioritas. Seandainya dari lima desa ini masih dianggap butuh lagi, bisa ditambah lagi. Tapi prioritas tetap desa terdampak.

Nah, pelatihan yang datanya sudah ada itu berdasarkan hasil survei kepala desa. Tentu sesuai kebutuhan pelatihan. Sekarang yang sedang dilatih ada 166 warga (pelatihan Bahasa Inggris). Jadi setiap hari selama beberapa bulan mereka dilatih Bahasa Inggris, yang nantinya berguna ketika banyak turis yang masuk ke Kulon Progo.

Targetnya berapa orang yang dilatih? Usai berapa yang ditarget untuk pelatihan ini?

Tak ada ada batasan usia ... yang penting bisa diberdayakan. Yang penting pelatihan ini nanti bisa digunakan oleh mereka. Dan tentu bisa digunakan ketika mulai pembangunan konstruksi bandara.

Mereka akan dipekerjakan di sana?

Enggak. Kami sudah bekali ketika mereka ingin gabung dengan kontraktor, ya kami sudah bekali. Mereka nanti akan kami rekomendasikan.

Rekomendasi kerja?

Bukan kerja ... Mereka ikut dalam masa konstruksi pembangunan.

Kalau penyerapan tenaga kerja berapa banyak?

Kalau sekarang saja PP (PT Pembangunan Perumahan, rekanan Angkasa Pura I menggarap proyek NYIA) butuh seribu orang untuk konstruksi.

Tapi bagaimana dengan tanggapan warga bahwa sekarang saja banyak pekerjanya dari luar Kulon Progo?

Enggak. Enggak. Justru prioritasnya warga setempat. Banyak dari Kulon Progo.

Saya lihat pelat truk-truk yang masuk itu dari luar Kulon Progo?

Itu punya lokal. Punya koperasi dan sebagainya.

Seberapa besar peluang warga di sini bisa bekerja di bandara?

Seberapa mereka menyiapkan diri.

Artinya terbuka, dong?

Ya, jadi pertarungannya terbuka. Jadi kalau Angkasa Pura I [hanya] berupaya warga di sini kami latih, kami siapkan.

Warga di sini jarang ada yang lulusan sarjana. Dan untuk sekuriti, apakah pakai outsourcing?

Outsoucing. Jadi masih memungkinkan di wilayah ini untuk lulusan SMA bisa bekerja di sini, bagian operasi ataupun sekuriti. Tapi tidak melulu harus di bandara, maksudnya di AP I. Ada maskapai penerbangan yang butuh tim suport, butuh administrasi, tiket, ada cleaning service, banyak sekali. Tidak harus kerjanya di kantoran karena kesempatan banyak.

Kalau yang bekerja kantoran minimal sarjana?

Iya. Maka saya katakan bahwa kesempatan itu banyak.

Di Yogya ketimpangan sosial dan ekonomi ini sangat tinggi. Indikator ketimpangan pendapatan (Indek Gini) 0,44 pada tahun ini. Bagaimana soal klaim dan janji bahwa pembangunan bandara baru dapat mengurangi kesenjangan...

AP I sudah bekerjasama dan nantinya akan memberdayakan UKM di bandara agar perekonomian warga bisa berjalan dan bertumbuh. Nanti akan ada wilayah yang dikhususkan untuk UKM.

Berapa persen?

Kalau berapa persen itu belum. Cuma nota kesepahaman soal UKM ini akan diperhatikan oleh bandara, sudah ada. Karena gini, kami belum tahu kira-kira berapa banyak yang akan ke sini, terus titik wilayah yang akan diperuntukkan UKM sedang kami olah. Jadi kesempatan itu banyak, jadi ini justru akan memperkecil ketimpangan.

Efek domino dari pembangunan ini sekarang saja warung-warung sudah menggeliat gara-gara banyak pegawai dan tukang dan sebagainya. Ini justru akan menumbuhkan perekonomian secara lebih luas.

Bagaimana dengan yang masih ada yang menolak pembangunan bandara?

Yang kemarin menolak itu sudah [beres] semua, ya. Lahan ini sudah bisa dibangun semua.

Soal pembayarannya?

Kami bantu mereka untuk pembayaran. Ada sebagian yang sudah mengurus dan mengambil dana konsinyasi. Jadi kami akan mempermudah itu. Silakan kalau mereka meminta bantuan pengambilan konsinyasi, nanti akan kami bantu.

Soal status tanah masih ada yang bersengketa, Pakualam misalnya. Bagaimana?

Kalau soal sengketa itu tergantung pengadilan. Jadi yang Pakualam, Angkasa Pura I sudah selesai dengan memberikan anggarannya.

Kalau tanah masih sengketa belum bisa dieksekusi?

Iya, makanya pengadilan yang menentukan.

Artinya masih menunggu pengadilan?

Iya, dong.

Kalau tanah yang diklaim Pakualaman itu sudah ada vonis. Sudah ada pembayaran belum?

Saya belum monitor di pengadilan.

Ada versi yang menyebut tanah yang diklaim Pakualaman itu adalah tanah negara. Pakualam tak punya sertifikat hak milik...

Kalau itu saya tidak bisa komen. Biarlah pengadilan yang menentukan.

Tapi jumlah ganti ruginya paling banyak, Rp701 miliar, untuk membayar tanah negara yang seharusnya tidak harus dibebaskan.

Kalau memang ada seperti itu, tentu akan kami kaji lagi. Kami tunggu sajalah keputusannya.

Soal penggarap di lahan yang diklaim Pakualaman, mereka tidak mendapatkan ganti apa-apa. Ini bagaimana?

Itu langsung ke PAG [Pakualaman]. Kan pernah menjanjikan Rp25 miliar untuk penggarap. Itu sudah urusannya PAG. Angkasa Pura sudah menyerahkan semuanya ke PAG.

Dari Angkasa Pura tidak akan mengeluarkan uang lagi untuk penggarap?

Enggak, kami sesuai dengan ketentuan, sekian ya sekian. Tidak kurang, tidak tambah.

Baca juga artikel terkait BANDARA KULON PROGO atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Indepth
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam