Menuju konten utama
Keterangan Polda Metro:

Ujaran Kebencian Asma Dewi Terjadi Saat Pilkada DKI Jakarta

Polisi berdalih Asma Dewi mengumbar ujaran kebencian di medsos menjelang Pilkada Jakarta. Tapi kuasa hukum Asma Dewi membantah alasan itu.

Ujaran Kebencian Asma Dewi Terjadi Saat Pilkada DKI Jakarta
Setyo Wasisto. ANTARA FOTO/Wahyu Putrp A/ama/16

tirto.id - Polisi berdalih dasar penetapan tersangka bagi Asma Dewi adalah konten ujaran kebencian menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017. Kadiv Humas Polda Metro Jaya Irjen Pol Setyo Wasisto menjelaskan bahwa konten ujaran kebencian yang ditulis Asma Dewi di media sosial tersebut berjumlah banyak, namun kini telah dihapus oleh sang pemilik.

“Ujaran kebencian dan SARA pada waktu Pilkada. Jadi banyak sekali jadi kalau mau disebut satu-satu ya banyak,” kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (14/9/2017) tanpa memerinci konten yang dimaksud.

Meski sebagian unggahan sudah dihapus oleh AD, Setyo meyakini penyidik masih bisa menelusuri ujaran tersebut. “Jejak digital kan bisa diteliti lagi,” kata Setyo beralasan.

Namun, Kuasa Hukum Asma Dewi, Juju Purwantoro, mengaku belum tahu tentang adanya unggahan-unggahan konten bernuansa SARA dari kliennya menjelang Pilkada Jakarta 2017.

Saat mendampingi pemeriksaan Asma Dewi, Juju hanya mendengar bahwa yang dipermasalahkan penyidik adalah unggahan kliennya pada tahun 2016 dan tidak mengandung unsur SARA. Lantaran itu, kliennya seharusnya tidak bisa disangkakan dengan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 UU ITE.

“Ya mungkin-mungkin saja (ditemukan) karena pada pemeriksaan awal itu kan yang hanya kami ketahui dan belum kami dampingi itu tidak langsung unggahan yang berkaitan dengan Pilkada,” kata Juju ketika dikonfirmasi Tirto.

Meski belum mengecek, Juju meyakini tidak ada unsur ujaran kebencian terkait SARA yang dilakukan kliennya. Sebaliknya ia berharap polisi bisa memberikan bukti sebelum mengeluarkan pernyataan bahwa ujaran kebencian kliennya terkait dengan SARA.

Sejauh yang Juju tahu, kliennya hanya mengunggah konten terkait dukungannya kepada salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Anies-Sandi.

“Kalau ada ya silakan saja dari mana adanya dan kapan diperiksanya. Ya itu hak penyidik mau menyampaikan apa, tapi itu menjadi tidak etis. Bisa menjadi fitnah karena pada awalnya penyelidikannya bukan itu,” terang Juju.

Juju bersikukuh, sejak awal kepolisian memeriksa AD dengan sangkaan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 UU ITE. Namun, unggahan yang dijadikan dasar pemeriksaan memang tidak ada hubungannya dengan pasal tersebut. Jika memang ada unggahan seperti itu, ia menantang penyidik untuk membeberkannya.

“Ada ga sekarang? Kalau belum ada ga usah didalami,” kata dia.

“Postingan yang mana? Kalau kita menuduh atau menyangkakan seseorang itu harus dibuktikan harus ditunjukan,” tambah Juju dengan suara meninggi.

Baca juga artikel terkait SARACEN atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Agung DH