Menuju konten utama

UEFA Nations League dan Asa Tim Semenjana

UEFA Nations League merupakan ide dari Michel Platini untuk membatasi pertandingan persahabatan internasional yang membosankan

UEFA Nations League dan Asa Tim Semenjana
Sergio Ramos bersama rekan-rekannya merayakan gol Spanyol dalam pertandingan UEFA Nations League melawan Kroasia di Manuel Martinez Valero stadium, Elche, Spanyol (11/9/18). AP Photo/Alberto Saiz

tirto.id - Pada Maret 2017 lalu, The Telegraph membuat tulisan berjudul "How Do We Save International football?" Dalam tulisan tersebut, sepuluh penulis sepakbola The Telegraph diminta mengemukakan pendapat mengenai cara menyelamatkan jalannya laga internasional di Eropa yang dianggap kurang kompetitif dan membosankan.

Dari 10 penulis di Telegraph itu, Jason Burt mempunyai pendapat yang cukup menarik. Ia mempunyai dua ide. Pertama, tim-tim lemah seperti Andorra, San Marino, juga Luksemburg seharusnya menjalani babak pra-kualifikasi terlebih dahulu sebelum terjun ke babak kualifikasi Piala Dunia maupun Piala Eropa. Kedua, ia ingin pertandingan persahabatan internasional dikurangi.

Menurutnya, beberapa pertandingan persahabatan memang bermanfaat untuk masa persiapan menjelang turnamen besar. Namun, tujuan dari pertandingan persahabatan seringkali tidak seperti itu. Pertandingan persahabatan dilangsungkan hanya untuk menghasilkan uang dan mengisi kalender laga internasional.

Yang menarik, jauh hari sebelum Burt mengemukakan idenya itu, terutama tentang pembatasan laga persahabatan, Michel Platini ternyata sudah terlebih dahulu mempunyai ide seperti itu. Bahkan, ide itu akhirnya berhasil direalisasikan.

Pada pertemuan komite eksekutif UEFA tahun 2013 lalu, Platini mempunyai ide untuk melangsungkan liga antar negara. Alasannya sederhana: Platini ingin membatasi jalannya laga persahabatan internasional yang menurutnya tidak menguntungkan. Ide itu ternyata ditanggapi negara-negara anggota UEFA dengan antusias.

Pada XXXVIII Ordinary UEFA Congress di Astana, Kazakstan, tahun 2014, UEFA lalu mengeluarkan empat poin resolusi dengan judul National Men’s A-team Competitions 2018-2020. Dalam poin kedua resolusi tersebut, 54 anggota UEFA menyetujui adanya kompetisi baru yang bernama UEFA Nations League. Rencananya, UEFA Nations League akan dimulai pada 2018. Kompetisi itu akan dilangsungkan saat kalender laga internasional. Itu artinya, dengan adanya kualifikasi Piala Eropa 2020 ditambah dengan UEFA Nations League, laga persahabatan internasional benar-benar akan dibatasi.

“Pertandingan persahabatan benar-benar tidak menarik minat siapa pun – para penggemar, pemain, media, maupun asosiasi sepakbola sebuah negara,” ujar Platini, dilansir dari Guardian. Ia lalu menambahkan, “Ini adalah keputusan yang baik karena benar-benar tidak ada yang menginginkan berlangsungnya pertandingan persahabatan.”

Pada tanggal 6 September 2018 lalu, UEFA Nations League 2018-2019 pun memulai petualangannya.

Kompetisi Rumit

UEFA Nations League diikuti oleh 55 negara anggota UEFA dan dibagi dalam empat divisi, Liga A, Liga B, Liga C, dan Liga D – masing-masing divisi dibagi menjadi empat grup. Penentuan peserta masing-masing divisi sendiri berdasarkan peringkat koefisien UEFA sejak November 2014 hingga akhir kualifikasi Piala Dunia 2018 lalu.

UEFA Nations League juga menerapkan sistem promosi dan degradasi. Tim-tim yang berada di posisi buncit pada masing-masing grup di setiap divisi akan turun ke divisi yang lebih rendah. Sementara tim-tim yang berada di posisi pertama masing-masing grup pada setiap divisi akan promosi ke divisi yang lebih tinggi.

Menyoal penentuan juara, UEFA Nations League menggunakan format sistem gugur final four. Untuk menentukan juara pertama, kedua, dan ketiga, empat tim terbaik di Liga A akan diundi dan diadu di tempat netral.

Yang menarik sekaligus membuatnya rumit, empat tim dari UEFA Nations League ternyata akan mendapatkan tempat di Euro 2020. Empat tim terbaik pada setiap divisi akan melakukan pertandingan play-off dan pemenangnya berhak lolos Euro 2020. Itu berarti, jika mereka gagal lolos ke Piala Eropa 2020 melalui babak kualifikasi, mereka masih mempunyai kesempatan kedua untuk lolos lewat UEFA Nations League.

Infografik Uefa Nations League

Bagaimana saat ada tim terbaik pada masing-masing grup di setiap divisi UEFA Nations League ternyata berhasil lolos ke Piala Eropa 2020 melalui babak kualifikasi? Tim-tim dengan peringkat di bawahnya akan menggantikan posisi mereka di babak play-off. Tentu, tim-tim pengganti tersebut adalah tim-tim yang gagal lolos ke Euro 2020 melalui babak kualifikasi.

Lalu, bagaimana jika sebagian besar tim yang berada di Liga A ternyata berhasil lolos ke Euro 2020 melalui babak kualifikasi, sehingga peserta play-off di Liga A, misalnya, hanya tersisa tiga tim? Tim keempat akan diambil dari peringkat kelima terbaik di Liga B. Jika tim itu ternyata sudah lolos ke Euro melalui kualifikasi, tim yang berada di bawahnya [tim terbaik peringkat enam] yang akan menggantikannya. Begitu seterusnya.

Dengan format seperti itu, UEFA Nations League memang tampak membingungkan. Saat format tersebut diketuk tiga tahun lalu, Joe, salah satu media asal Inggris, mengeluarkan tulisan dengan judul "UEFA Announce Incredibly Confusing New European Nations League". Selain itu, beberapa pelaku sepakbola ternyata juga tak sepenuhnya mengerti tentang format kompetisi tersebut.

“Itu sangat membingungkan tapi kami [pemain-pemain Inggris] mencoba memahaminya. Sebagai pemain, Anda hanya perlu memenangkan setiap pertandingan – dan kami akan melihat ke arah mana kemenangan itu membawa kami,” ujar Harry Maguire, bek timnas Inggris, dilansir dari Leichestershire Live.

Tapi tak semua orang larut dengan kebingungan. Beberapa tim, terutama tim semenjana, memilih melihat UEFA Nations League sebagai kesempatan untuk masuk ke turnamen besar: Euro.

"Sebuah kompetisi, bukan pertandingan persahabatan yang dibenci semua orang, dan kesempatan untuk lolos ke Piala Eropa. Ini cukup sederhana. Kami suka kesuksesan, kami suka menang. Kami sudah lama tidak berada di kompetisi besar, dan UEFA Nations League memberi kami kesempatan untuk menembusnya," ujar Alex McLeish, pelatih Skotlandia.

Dalam 20 tahun terakhir, Skotlandia memang selalu gagal menembus turnamen besar. Mereka terakhir kali berlaga di turnamen besar dalam gelaran Piala Dunia 1998, selebihnya hanyalah penderitaan yang mendalam. Dan saat McLeish berkata seperti itu, pelatih-pelatih tim medioker Eropa lainnya barangkali mempunyai pemikiran serupa.

Ingat, empat wakil dari UEFA Nations League berhak tampil di Euro 2020. Empat tim tersebut merupakan tim-tim yang gagal lolos ke Euro 2020 melalui babak kualifikasi tapi berhasil memenangkan babak play-off pada masing-masing divisi. Itu artinya, sudah dapat dipastikan bahwa setiap divisi di UEFA Nations League akan mempunyai satu wakil di Piala Eropa 2020.

Berdasarkan format tersebut, Skotlandia tentu saja tak terlihat medioker-medioker amat. Di Liga D, tim-tim seperti Luksemburg, San Marino, hingga Gibraltar yang sebelumnya hanya bisa bermimpi untuk dapat lolos ke Piala Eropa, juga mempunyai peluang besar untuk berpartisipasi dalam gelaran Euro 2020.

Yang menarik, mereka tak perlu membuat kejutan dengan mengalahkan tim-tim kuat seperti Spanyol, Jerman, serta juara dunia Perancis. Mereka cukup menjadi yang terbaik di antara tim medioker lainnya untuk lolos ke Euro 2020. Sesederhana itu.

Baca juga artikel terkait UEFA atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Nuran Wibisono