tirto.id - Penanganan pandemi virus Corona atau COVID-19 yang sudah lebih dari satu tahun dinilai tak ada perkembangan berarti, kini kasus COVID-19 meningkat dan diperkirakan akan terjadi puncak lonjakan. Epidemiolog menyebut hal ini sebagai akibat dari penanganan pandemi yang tak fokus.
"Ini saatnya yang harus kita akui bahwa leadership harus ditempatkan di sektor yang tepat dalam hal ini Kementerian Kesehatan," kata epidemiolog asal Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman kepada reporter Tirto, Kamis (10/6/2021).
Pandemi Corona yang sudah berjalan satu tahun tak terkendali ini, menurutnya, karena memang tidak ada pengendalian yang jelas. Sudah saatnya, kata dia, semua diambilalih Kemenkes yang memiliki basis regulasi, pengalaman dan infrastruktur dalam pengendalian pandemi.
"Tapi pemerintah ini ambigu, karena ada Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional [KPC-PEN] serta Satgas Penanganan COVID-19," ujar Dicky.
KPC-PEN yang dikendalikan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Satgas Penanganan COVID-19 yang dikomandoi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ini dinilai Dicky tidak benar-benar fokus pada kesehatan.
"Kemenkesnya fokus tapi karena juga dilead sektor lain ya yang lain fokusnya bukan ke kesehatan tapi ke ekonomi dan yang lainnya. Ini yang akhirnya membuat sumber daya kita tidak terfokus dan tidak tersinergi," ujarnya
Oleh sebab itu, ia melihat kondisi di lapangan tidak berbeda dengan tahun lalu. Hal ini, menurutnya, berbahaya karena tantangannya jauh lebih besar dengan adanya mutasi baru, masyarakat semakin abai dan jenuh, serta pemerintah makin longgar karena permasalahan di luar sektor kesehatan makin besar karena tidak terkendalinya pandemi.
Seperti kaitannya dengan lonjakan kasus yang saat ini terjadi, pemerintah sudah memastikan kesiapan faskes. Namun, menurutnya, ada hal yang masih luput dilakukan bahkan sejak tahun lalu yakni peningkatan testing.
"Yang sangat penting adalah menemukan kasus sebanyak mungkin yang ada di masyarakat. Ini yang belum dilakukan," kata Dicky.
Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono juga sepakat bahwa sudah waktunya Kemenkes mengambil alih dan memimpin sepenuhnya penanganan pandemi.
Ia mengkritik strategi penanganan pandemi di bawah Satgas Penanganan COVID-19 yang dikendalikan oleh BNPB. Menurutnya, penanganan yang dilalukan tidak seperti penanganan pandemi tapi seperti penanganan bencana pada umumnya.
"Seperti bukan mencegah kebakaran tapi membiarkan kebakaran terjadi baru dikirim pemadam kebakaran. Itu sistemnya BNPB, selama BNPB yang mengkomandoi kegiatan ini ya prosedurnya seperti itu. Membiarkan kebakaran baru kemudian dipadamkan," kata dia.
Hal ini seperti yang terjadi di lapangan saat ini, kasus melonjak kemudian yang dilakukan menambah kapasitas rumah sakit. Bukan dengan mencegah sedari awal terjadinya lonjakan, kata Pandu.
Lonjakan kasus di sejumlah daerah seperti Kudus dan Bangkalan, Jatim semakin mengkhawatirkan usai libur Lebaran. Lonjakan di Kudus dampak dari kegiatan wisata religi ziarah dan tradisi kupatan masyarakat setempat 7 hari paska lebaran, sementara di Bangkalan diakibatkan penularan klaster keluarga karena mudik lebaran.
Untuk mengantisipasi hal ini, jajaran pemerintah pusat telah melakukan tindakan cepat dengan melakukan koordinasi dan bantuan.
"Bantuan tersebut diberikan untuk mempermudah daerah mengendalikan kasus yang sedang tinggi. Seperti mengonversi tempat tidur untuk pelayanan kesehatan, maupun intensifikasi pelaksanaan PPKM mikro untuk mengetatkan kembali Protokol kesehatan," Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito di Graha BNPB, Rabu (9/6/2021).
Terkait perkembangan varian pada daerah yang mengalami lonjakan, sampel dari daerah tersebut sudah diambil dan masih diteliti. Karenanya untuk simpulan sebab akibat varian terhadap peningkatan laju penularan kasus pun masih membutuhkan studi lebih mendalam.
Dalam mencapai kekebalan komunitas, pada daerah-daerah yang mengalami lonjakan kasus, sejauh ini cakupan vaksinasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur berada di kisaran 19 persen dan terus ditingkatkan cakupannya.
"Namun secara nasional cakupan vaksinasi tenaga kesehatan sudah mencapai 94,97%. Perlu diingat, bahwa jika sudah divaksinasi secara penuh, protokol kesehatan harus dilaksanakan secara penuh," pungkas Wiku.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri