Menuju konten utama
Piala Dunia 2018

Toni Kroos dan Persoalan-Persoalan Taktik Timnas Jerman

Kroos berhasil membawa Jerman memperpanjang nafas di Piala Dunia 2018, tetapi terus bergantung kepadanya adalah pilihan buruk.

Toni Kroos dan Persoalan-Persoalan Taktik Timnas Jerman
Pemain Timnas Jerman, Toni Kroos. AP/Martin Meissner

tirto.id - Piala Dunia 2018 baru berjalan sembilan hari saat Jerman, sang juara bertahan, nyaris pulang lebih awal. Ya, nyaris saja.

Pertandingan antara Jerman melawan Swedia seperti akan berkesudahan dengan skor imbang, 1-1. Jika skor itu bertahan, asalkan mampu menang melawan Korea Selatan di pertandingan ketiga, Jerman memang masih mempunyai peluang lolos. Namun peluang lolos mereka tipis, mengingat mereka masih bergantung kepada hasil pertandingan antara Meksiko melawan Swedia. Jika Swedia bisa menahan imbang Meksiko di pertandingan terakhir, selesai sudah perjalanan Jerman di Rusia.

Hitung-hitungan itu ternyata tak ada artinya. Itu hanya pengandaian karena pertandingan antara Jerman melawan Swedia tidak berakhir dengan skor 1-1. Pada menit ke-94, Toni Kroos berhasil mencetak gol kemenangan Jerman melalui tendangan bebas. Sebuah gol tendangan bebas paling penting bagi Jerman di Rusia sejauh ini. Sebuah gol yang juga berarti Jerman tak perlu lagi bergantung dengan pertandingan lain untuk melangkah di Piala Dunia 2018. Jerman hanya perlu menang melawan Korea Selatan dan mereka akan lolos ke babak 16 besar.

Setelah gol Kroos, seperti orang-orang Jerman lainnya yang menonton pertandingan tersebut, Thomas Hitzlsperger, mantan pemain timnas Jerman, melompat kegirangan, berteriak. Dan seperti orang Jerman lainnya, ia juga percaya bahwa gol itu bisa memberikan banyak perubahan.

“Satu gol bisa mengubah segalanya dan bagi orang Jerman, sekali lagi, ada alasan untuk tetap bersikap optimistis terhadap Die Mannschaft,” kata Hitzlsperger.

Hitzlsperger dan orang-orang Jerman memang boleh berharap. Namun melihat penampilan Jerman di Piala Dunia 2018 sejauh ini, mereka belum tentu mampu memenuhi harapan tersebut.

Jerman Terlalu Bergantung Kepada Toni Kroos

Sebagai pelatih, Juan Carlos Osorio, pelatih Meksiko, memang suka bermain teka-teki. Ia gemar mengganti-ganti formasi dan komposisi para pemain, tergantung siapa lawannya. Dengan pendekatan seperti itu, ia menggunakan taktik yang tak biasa saat menghadapi Jerman di laga pembuka Piala Dunia 2018. Bermain dengan formasi 4-2-3-1, terutama pada babak pertama, Meksiko ternyata tidak memilih bermain bertahan. Sebaliknya, mereka justru meladeni permainan Jerman dengan berani tampil menyerang.

Di sepanjang babak pertama, mereka memang kalah penguasaan bola dari Jerman, 35,1% berbanding 64,1%, tetapi mereka mampu mempermainkan Jerman. Saat bertahan mereka berani melakukan pressing dan saat menyerang mereka jauh lebih berbahaya daripada Jerman. Hasilnya, selain berhasil mencetak gol melalui Hirving Lozano pada menit ke-35, Meksiko juga berhasil melakukan percobaan tembakan ke arah gawang lebih sering daripada Jerman: 10 kali berbanding 8 kali. Dari 10 percobaan tembakan tersebut, 4 di antaranya mengarah tepat sasaran.

Menurut Michael Cox, salah satu analis sepakbola asal Inggris, salah satu kunci keberhasilan Meksiko adalah melakukan man-to-man marking terhadap Toni Kroos, gelandang Jerman. Untuk membatasi Kroos dalam mengatur permainan Jerman, Osorio menugaskan Carlos Vela -- kadang Javier Herandez.

Dengan begitu, Kroos menjadi kesulitan mengirimkan umpan ke depan. Hasilnya Jerman justru bergantung kepada Jerome Boateng, bek tengah Jerman, untuk memberikan operan ke depan. Karena Boateng melakukannya dari lini belakang, terutama saat mengirimkan umpan lambung, Boateng jarang mengirimkan umpan tepat sasaran. Jerman pun sulit mengembangkan permainan.

Pada babak kedua, karena sudah unggul terlebih dahulu, Osorio kemudian melakukan perubahan taktik. Saat bertahan, Meksiko tidak lagi melakukan pressing melainkan memilih bertahan secara mendalam. Mereka juga tak melakukan man-to-man marking lagi terhadap Toni Kroos.

Pendekatan itu tentu saja menguntungkan Kroos dan Jerman. Tanpa man-to-man marking, Kroos bisa lebih leluasa mengatur permainan Jerman. Di sepanjang babak kedua ia berhasil mengirimkan 55 umpan, terbanyak di antara pemain-pemain Jerman lainnya. Selain itu, ia juga berhasil menciptakan 1 peluang (pada babak pertama Kroos tak sekali pun menciptakan peluang) dan melakukan 3 kali percobaan tembakan ke arah gawang.

Hasilnya Jerman betul-betul dominan: meski tak mampu mencetak gol, mereka berhasil menciptakan 15 peluang dan melakukan 18 percobaan tembakan ke arah gawang. Sementara itu Meksiko hanya berhasil melakukan 3 kali percobaan tembakan ke arah gawang.

Pada pertandingan melawan Swedia, sekali lagi, ketergantungan Jerman terhadap Kroos begitu kentara. Selain berhasil mencetak gol, ia juga menjadi pemain terbanyak Jerman yang membuat umpan dan percobaan tembakan ke arah gawang. Ia juga hanya kalah dari Timo Werner menyoal menciptakan peluang. Kroos berhasil mengumpan sebanyak 121 kali, menembak sebanyak 4 kali, dan 2 kali menciptakan peluang dalam pertandingan tersebut.

Masalahnya, ketergantungan Jerman terhadap Kroos tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap cara menyerang Jerman. Dalam formasi 4-2-3-1, sebagai salah satu dari double pivot Jerman, kecenderungannya dalam menyerang juga berpengaruh terhadap cara Jerman bertahan secara keseluruhan.

Infografik Timnas Jerman dan Pertahanannya

Gaya Bermain Jerman Rentan Terhadap Serangan Balik

Di bawah asuhan Jogi Loew, Jerman memang gemar mendominasi penguasaan bola. Salah satu caranya dengan memanfaatkan kemampuan mengumpan para pemainnya. Tak heran jika dari posisi kiper hingga pemain depan, hampir semua pemain Jerman jago mengumpan.

Menariknya, umpan-umpan yang sering dilakukan pemain-pemain Jerman bersifat penetrasi, tidak hanya umpan aman yang seringkali mengarah ke sisi lapangan atau mengarah ke belakang. Kebiasaan Jerman tersebut dapat dilihat pada pertandingan melawan Meksiko. Saat itu, ada tujuh pemain starter Jerman yang berhasil menciptakan peluang, termasuk Jerome Boateng, bek tengah Jerman.

Meski menguntungkan Jerman, kebiasaan tersebut sangat berisiko -- terlebih hampir semua pemain Jerman bisa melakukannya. Jika umpan-umpan itu meleset sedikit saja, lawan-lawan Jerman bisa mendapatkan keuntungan dari kesalahan itu.

Kesalahan yang dilakukan Antonio Rudiger dan Toni Kroos saat menghadapi Swedia bisa menjadi contoh. Saat itu, karena berusaha melakukan umpan penetrasi, Rudiger terpaksa menahan bola lebih lama, sementara Kroos memilih opsi umpan yang sudah ditutup oleh pemain-pemain Swedia. Pemain-pemain Swedia kemudian berhasil mencuri bola: kesalahan Rudiger berujung peluang dan kesalahan Kroos berhasil dikonversi Ola Toivonen menjadi gol.

Selain itu, karena Toni Kroos yang lebih ditekankan untuk menyerang dan Jerman tidak mempunyai gelandang bertahan yang mampu melindungi garis pertahanan dengan baik, risiko kesalahan umpan tersebut menjadi semakin besar. Pasalnya, saat tim lawan berhasil memanfaatkannya, mereka seringkali langsung berhadapan dengan pemain belakang Jerman. Dan dalam keadaan kurang siap, pemain-pemain belakang Jerman sering kesulitan dalam situasi tersebut. Saat menghadapi Meksiko dan Swedia, Boateng dan Mats Hummels beberapa kali berhasil dilewati pemain lawan karena situasi ini.

Dengan pendekatan seperti itu, karena tidak mempunyai pilihan lain, pemain-pemain belakang Jerman sering terpaksa melakukan pelanggaran. Saat menghadapi Meksiko, Hummels dan Boateng melakukan tiga kali pelanggaran, menjadi pemain Jerman paling banyak melakukan pelanggaran dalam pertandingan tersebut. Saat menghadapi Swedia, Boateng bahkan terpaksa mengambil keputusan buruk karena tidak mendapatkan perlindungan berarti dari pemain yang berada di depannya. Ia harus diusir dari pertandingan karena mendapatkan dua kartu kuning hanya dari dua pelanggaran yang dilakukannya.

Jika Jerman ingin melakukan perubahan besar dalam penampilannya, seperti yang diharapkan Thomas Hitzlsperger dan para penggemarnya, mereka bisa mulai melakukannya dengan mengurangi ketergantungan terhadap Toni Kroos.

Meski kecil, perubahan itu sudah terlihat saat Jerman menghadapi Swedia. Saat itu, mereka dipaksa melakukan serangan dari sisi lapangan. Marco Reus berhasil menjadi opsi lain. Ia membuat serangan dari sisi lapangan menjadi lebih banyak, baik dengan mengandalkan atau dengan bergerak di daerah sepertiga akhir dan ledakan kecepatannya, yang membuatnya disebut roket oleh Jorgi Loew.

Reus berhasil mencetak satu gol pada pertandingan tersebut dan timnas Jerman membutuhkan pemain-pemain lain seperti dirinya. Pemain yang bisa memudahkan kinerja Toni Kroos dan pemain yang bisa membuat Jerman tampil lebih seimbang sebagai sebuah tim.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA 2018 atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan