Menuju konten utama

Mengapa Toni Kroos Penting untuk Real Madrid di Final UCL?

Setelah Brazil kalah telak 1-7 dari Jerman, media di Brazil ada yang menyebut Kroos sebagai "garçom" alias "waiter" atau "pelayan".

Mengapa Toni Kroos Penting untuk Real Madrid di Final UCL?
Toni Kroos. FOTO/REUTERS

tirto.id - Setelah menyaksikan Jerman mengandaskan Prancis di perempatfinal Piala Dunia 2014, mendiang Johan Cruyff mengangkat topi untuk Toni Kroos. Ia menyebut penampilan Kroos "nyaris sempurna".

Legenda Belanda berjuluk Het orakel van Betondorp ini menyebut: ”Kroos pemain luar biasa. Dia melakukan semuanya dengan benar, umpannya luar biasa dan dia bisa melihat semuanya. Penampilannya nyaris sempurna.”

Pujian Johan Cryuff untuk Toni Kroos di Piala Dunia 2014 semakin terbukti beberapa hari kemudian saat Jerman secara gilang gemilang menghancurkan tuan rumah Brasil 1-7 di Maracana. Di laga yang tak mungkin dilupakan oleh rakyat Brazil itu, ia mencetak dua gol dan sebuah asist.

Kroos juga tampil apik di babak semifinal dan final Piala Dunia 2014. Gelar Piala Dunia 2014 pun digenggam Jerman. Mereka menjadi satu-satunya negara asal Eropa yang berhasil meraih Piala Dunia di tanah Amerika Latin.

Setelah gelaran Piala Dunia 2014, Johan Cryuff berpendapat bahwa Toni Kroos cocok bermain bersama Barcelona. Namun sang gelandang ternyata memilih bergabung ke Real Madrid, musuh terbesar Barcelona.

Baca juga preview taktik final Liga Champions dari sisi Liverpool:

Cryuff, bukan hanya alumni Barcelona tapi ikut mengubah sejarah klub asal Katalan itu, tentu saja kecewa dengan keputusan Kroos. Meski begitu, pujiannya untuk Kroos sama sekali tak berkurang: ia yakin Kroos mampu menggondol gelar pemain terbaik dunia (Ballon d’Or) 2014. Saat gelar individual paling bergengsi itu akhirnya jatuh ke tangan Cristiano Ronaldo, Cryuff tak bisa menutupi kekecewaannya.

“Akan saya perjelas, saya tidak akan menganggap penghargaan FIFA ini dengan serius lagi,” katanya, dilansir dari Vavel.

Sejak saat itu, sampai Johan Cryuff mangkat pada 24 Maret 2016, Toni Kroos memang tak pernah mengangkat gelar pemain terbaik di dunia. Saat ini pun, gelar tersebut masih jauh dari jangkauannya. Meski begitu, Kroos masih mampu bermain berada di jalur pujian Cryuff: umpan-umpan dan visi bermainnya masih luar biasa.

Dengan penampilannya seperti itu, selama empat musim bersama Real Madrid, Kroos berhasil mempersembahkan sembilan gelar untuk Los Blancos, dari gelar La Liga hingga gelar Liga Champions.

Pada hari Minggu (28/5/2018) nanti, di Stadion NSC Olimpiyskiy, Kiev, Ukraina, Kroos berpeluang menambah koleksi gelarnya bersama Madrid. Hari itu Madrid akan bertanding melawan Liverpool, sebuah lawan yang tidak mudah bagi Madrid maupun bagi Toni Kroos, di pertandingan final Liga Champions musim 2017-2018.

Baca juga preview taktik final Liga Champions dari sisi Real Madrid:

Mengukur Umpan-Umpan Kroos

Rabu (26/5/18) lalu, Toni Kroos mengatakan Liverpool adalah lawan yang tangguh dan jelas tak mudah untuk dikalahkan. Dikutip dari The Guardian, ia mengibaratkan Real Madrid akan menghadapi “11 hewan”. Kiasan "hewan" itu dipakai Kroos untuk menggambarkan betapa agresifnya Liverpool. Menariknya, selain mengingatkan kepada timnya betapa berbahayanya Liverpool, ia juga seperti mengingatkan dirinya sendiri.

Di bawah arahan Juergen Klopp, Liverpool membangun cara bermain yang mengandalkan high-pressing sesegera mungkin setelah kehilangan bola. Bagi Klopp, gegenpressing adalah playmaker terbaik di dunia. Menurutnya, ketika lawan masih mencari orientasi ke mana harus mengoper bola sesaat setelah merebut bola, saat itulah lawan berada dalam posisi rentan. Kesempatan untuk kembali merebut bola kembali datang. Jika berhasil dimaksimalkan, cara tersebut bisa menjadi cara ampuh untuk menciptakan peluang.

Dengan pendekatan seperti itu, gegenpressing mempermudah Liverpool melancarkan serangan balik. Tak heran jika Liverpool menjadi tim yang paling sering mencetak gol melalui serangan balik di Premier League dan Liga Champions musim 2017-2018.

Menurut data whoscored.com, Liverpool mampu mencetak 9 gol melalui serangan balik di Premier League. Sedangkan di Liga Champions, mereka Liverpool berhasil mencetak 4 gol dengan cara yang sama.

Infografik Toni Kroos vs Gegenpressing

Bagi Toni Kroos, cara bermain Liverpool tersebut tentu menyulitkan dirinya. Pasalnya, ia seringkali menjadi pemain yang bertanggung jawab terhadap tempo permainan serangan Real Madrid. Selain itu, struktur serangan, terutama transisi dari bertahan ke menyerang, dari Real Madrid sering bergantung kepada kemampuannya dalam mengumpan.

Catatan statistiknya di Liga Champions musim ini menjadi bukti ketergantungan Madrid terhadap umpan-umpan Kroos. Tampil 12 kali, baik sebagai pemain pengganti maupun sejak awal laga, Kroos rata-rata mencatakan 70,9 kali percobaan umpan di setiap pertandingan. Ia menjadi pemain Madrid yang paling sering melakukan percobaan umpan di Liga Champions musim ini.

Dengan pendekatan seperti itu, Kroos akan menjadi sasaran tembak gegenpressing Liverpool. Bisa menjadi mala bagi Madrid jika Klopp mampu mematikan Kross.

Namun, jika Kroos mampu tampil di level terbaiknya, kondisi sebaliknya mungkin terjadi: Liverpool yang akan menderita. Alasannya, Kroos bukan hanya pemain yang gemar mengumpan, tetapi juga seorang pengumpan yang akurat. Di Liga Champions musim ini, tingkat akurasi umpan Kroos mencapai 93,7%.

Kroos sebagai "Garçom"

Lalu mengapa ketepatan umpan Kroos bisa menganggu kinerja Liverpool?

Tingkat akurasi umpan Kroos tentu saja dicapai melalui perhitungan matang. Selain harus mampu mengumpan dengan cepat, baik melalui satu sentuhan maupun dua, ia juga harus memperhitungkan posisi rekannya yang akan menerima umpan dan pemain lawan yang berada di dekat rekannya itu. Perhitungan posisi ini kemudian akan berpengaruh terhadap kecepatan umpan, seberapa keras ia akan mengirimkan bola. Dan saat Kroos mampu menggerakkan timnya dengan kemampuan itu, ia bisa mempersulit gegenpressing di daerah sendiri yang berbahaya.

Dalam pertandingan di Ukraina nanti, kemampuan Casimero dalam menghadapi Roberto Firmino, bagaimana cara Marcelo mengatasi Mohammed Salah, atau seberapa bagus penampilan Cristiano Ronaldo mungkin akan mendapatkan banyak sorotan. Namun, seperti sebelum-sebelumnya, kemampuan mengumpan Kroos juga akan menentukan kelangsungan hidup Madrid.

Dalam diam, dia akan bekerja melawan ganasnya gegenpressing Liverpool. Dan sebagai pengumpan memang tak perlu banyak cakap, ia hanya perlu memberikan bola yang enak.

Setelah bermain cemerlang di Maracana, media di Brazil ada yang menyebutnya sebagai "garçom" -- kata dalam bahasa Portugis yang berarti "waiter" alias "pelayan". Julukan itu diberikan karena kualitas umpan-umpan Kroos yang membuat lini pertahanan Brazil menderita.

"Saya senang membuat rekan-rekan saya terlihat bagus. Saat kami nongkrong di malam hari, misalnya, saya tidak terlalu suka merepotkan pelayan, sehingga saya memilih untuk mengambilkan minuman [untuk rekan-rekan saya]," kata Kroos saat ditanya pendapatnya kalau ia adalah seorang "garçom" untuk timnas Jerman.

Dini hari ini ia akan bekerja keras menjadi seorang "garçom" untuk membuat Ronaldo, Benzema, mungkin Bale menjadi terlihat lebih bagus.

Baca juga artikel terkait FINAL LIGA CHAMPIONS 2018 atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Zen RS