tirto.id - Gelombang kritik terhadap panitia seleksi (pansel) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 terus berdatangan. Desakan agar Presiden Joko Widodo merombak komposisi pansel tak hanya disampaikan masyarakat sipil, tapi juga mantan pimpinan KPK.
Salah satunya dilontarkan Ketua KPK periode 2011-2015, Abraham Samad. Ia ragu nama-nama dalam pansel dapat menghasilkan pimpinan KPK yang berintegritas.
"Ada beberapa di antara orang-orang itu yang kami khawatirkan semangat pemberantasan korupsinya," kata Samad saat dihubungi reporter Tirto, Senin (20/5/2019).
Apabila kursi pimpinan KPK diduduki orang yang salah, kata Samad, maka akan menimbulkan dampak negatif. Ia mengatakan salah satunya adalah keraguan masyarakat terhadap kinerja lembaga antirasuah KPK.
Samad menilai waktu 7 bulan yang tersisa masih cukup untuk merombak kembali pansel pimpinan KPK.
Pansel pimpinan KPK dibentuk pada 17 Mei lalu lewat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 54/P Tahun 2019 yang ditandatangani Jokowi.
Tim ini dibentuk lantaran lima pimpinan KPK jilid IV yakni Agus Rahardjo, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, Saut Situmorang, dan Laode Muhammad Syarif, akan mengakhiri masa jabatan pada 21 Desember nanti.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Yenti Ganarsih didapuk sebagai ketua pansel Pimpinan KPK. Ia didampingi Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana yang juga mantan Plt. pimpinan KPK, Indriyanto Senoadji sebagai wakil ketua pansel.
Anggota pansel terdiri dari pendiri Setara Institute Hendardi, Direktur Imparsial Al Araf, staf Ahli Bappenas Diani Sadia dan Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Mualimin Abdi. Dua nama terakhir adalah perwakilan pemerintah.
Rawan Disusupi Kepentingan Politik
Sementara itu, mantan Ketua KPK periode 2010-2011 Busyro Muqoddas menuntut pansel yang sudah terlanjur dibentuk bekerja transparan dan melibatkan Wadah Pegawai KPK.
"Hasil pertemuan dengan CSO [Civil Society Organiation] dan WP KPK dapat dijadikan panduan untuk merumuskan program seleksi," kata Busyro lewat keterangan tertulisnya.
Busyro juga menyarankan pembentukan lembaga penilaian yang terdiri dari unsur kampus, aktivis antikorupsi, dan tokoh publik yang sudah jelas keberpihakannya pada gerakan antikorupsi.
Menurut Busyro, komposisi pansel saat ini menjadi cermin ketidakjujuran Jokowi dalam hal pemberantasan korupsi. "Sangat disayangkan pengulangan sikapnya yang tidak jujur," katanya.
Hal senada juga disampaikan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Menurutnya, komposisi pansel tidak mencerminkan keberpihakan Jokowi pada pemberantasan korupsi. Ficar khawatir KPK di masa mendatang akan banyak disusupi kepentingan politik.
"Seharusnya Presiden dapat mengganti Pansel dengan para akademisi yang tidak berorientasi pada instansi terutama yang suka menakut-nakuti KPK," kata Fickar lewat keterangan tertulisnya kemarin, Senin (20/5/2019).
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Gilang Ramadhan & Mufti Sholih