tirto.id - Beberapa nama dianggap tidak pantas jadi panitia seleksi (pansel) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023. Hal ini diungkapkan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang terdiri dari beberapa LSM dan pusat studi di kampus.
Pansel ini bertugas menyaring dan mengusulkan nama-nama calon pimpinan KPK kepada Presiden RI Joko Widodo. Lima pimpinan KPK jilid IV, Agus Rahardjo, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, Saut Situmorang, dan Laode Muhammad Syarif, akan mengakhiri masa jabatan pada 21 Desember nanti.
Koalisi--di antaranya terdiri dari ICW, Pukat UGM, da TII--mengatakan ada beberapa anggota pansel yang punya kedekatan dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Posisi demikian dianggap rentan konflik kepentingan.
"Kepentingan ini dapat mengganggu independensi KPK memberantas korupsi," kata mereka via keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto dari peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana, Sabtu (18/5/2019).
Koalisi juga menilai ada nama lain yang memiliki rekam jejak bertentangan dengan agenda penguatan KPK.
Secara umum, koalisi menilai pansel tidak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi, malah hanya mengakomodir kepentingan elite. Mereka bilang kalau "sikap akomodatif atas hal ini justru dapat mengancam agenda pemberantasan korupsi".
Pembentukan pansel calon pimpinan KPK tercantum dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 54/P Tahun 2019 yang ditandatangani pada Jumat, 17 Mei 2019.
Yeni Ganarsih, dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, menjadi ketua pansel, sedangkan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia yang juga mantan plt. pimpinan KPK, Indriyanto Senoadji, ditetapkan menjadi wakil ketua.
Anggota pansel adalah Harkristuti Harkrisnowo, akademisi yang juga pakar hukum pidana dan Hak Asasi Manusia (HAM); Hamdi Moeloek, akademisi dan pakar psikologi UI; serta Marcus Priyo, akademisi dan pakar hukum pidana UGM.
Anggota lain adalah pendiri Setara Institute Hendardi; Direktur Imparsial Al Araf; staf Ahli Bappenas Diani Sadia; dan Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Mualimin Abdi. Dua nama terakhir adalah perwakilan pemerintah.
Desakan serupa juga muncul dari Direktur Kantor Hukum AMAR Alghiffari Aqsa. Menurutnya dengan komposisi tersebut, pimpinan KPK baru bisa jadi orang yang tak kompeten atau justru melemahkan komisi antirasuah itu sendiri.
Menurut Alghif kompetensi beberapa anggota pansel tidak relevan dengan isu dan kebutuhan KPK. Selain itu, ada pula anggota pansel yang tidak punya rekam jejak jelas dalam pemberantasan korupsi. Alghif juga menyebut ada anggota pansel yang diduga tak independen dan berintegritas.
"Pernah melakukan kecurangan dalam tes pejabat publik dan tidak transparan dalam laporan kekayaan," kata Alghif, tanpa menyebut nama jelas.
Alghif lantas meminta Jokowi merombak pansel dengan memasukkan orang-orang yang independen, tidak memiliki catatan buruk terkait integritas, memiliki track record yang jelas dalam pemberantasan korupsi, memiliki latar belakang keilmuan yang relevan dengan KPK, dan memahami kondisi dan kebutuhan terkini KPK.
Hal itu penting lantaran permasalahan yang dihadapi KPK ke depan makin berat dan kompleks, kata Alghif. Mulai dari ancaman "kuda troya", manajemen internal, pelemahan kewenangan, ancaman kriminalisasi, dan kekerasan.
Tak Masalah
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata tak ambil pusing soal kritik ini. Malah dia bilang orang-orang yang tergabung dalam pansel sudah tepat.
"Saya yakin pasti akan independen, keputusan akan diambil independen dan mempertimbangkan banyak aspek dan profesional," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (17/5/2019) lalu.
Jokowi sendiri nampaknya juga tak bakal menggubris kritik ini. Dalam siaran tertulis Sabtu, 18 Mei lalu, Jokowi bilang figur-figur yang dipilih sudah "sangat kredibel dan memiliki kapasitas untuk menyeleksi".
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino