tirto.id - Donald Trump adalah anomali. Begitu cepatnya ia mengambil hati kader Partai Republik meski pernah berafiliasi dengan Partai Demokrat. Ia juga akhirnya menang tak terduga atas Hillary Clinton pada pilpres meski sama sekali tak pernah menduduki jabatan publik seperti halnya Hillary.
Anomali Trump juga berarti sulit menebak langkah apa yang akan ia lakukan, terutama setelah menjabat sebagai Presiden terpilih Amerika Serikat. Termasuk pernyataannya soal "bersih-bersih" korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pemerintahan AS yang ia koar-koarkan Oktober lalu.
"Ini adalah waktu untuk 'mengeringkan rawa' di Washington DC," kata Trump dalam sebuah kampanye pada tanggal 17 Oktober, seperti dikutip dari Business Insider. "Inilah sebabnya mengapa saya mengusulkan paket reformasi etika untuk membuat pemerintah kita menjadi jujur sekali lagi."
Jargon "mengeringkan rawa" merupakan istilah yang ia gunakan untuk menggambarkan pemberantasan KKN. Pada hari yang sama pula, ia meluncurkan paket reformasi etika berisikan lima pernyataan yang berpusat di sekitar undang-undang yang akan meminimalkan pengaruh, atau lobi-lobi, yang dapat dilakukan oleh pejabat pemerintah setelah mereka meninggalkan pekerjaan mereka.
Jargon jualan Trump cukup sukses. Dalam kampanye terakhirnya di kota Manchester, New Hampshire, AS, sehari menjelang Pemilu, para pendukungnya meneriakkan jargon itu ketika menyambutnya. "Keringkan rawa! Keringkan rawa!" sahut para pendukungnya.
"Kami berjuang untuk setiap warga negara yang percaya bahwa pemerintah seharusnya melayani rakyat, bukan donor dan bukan kepentingan khusus," jawab Trump kepada para pendukungnya saat itu.
Apa yang dikatakan Trump memang tampak menjanjikan, sehingga pantas saja jika banyak masyarakat AS yang terbuai. Terlebih, dana kampanye Trump memang jauh lebih sedikit dari Hillary. Bagi rakyat, ini menjadi indikator bahwa yang berkepentingan pada Trump tak sebanyak pada Hillary.
Sebagai catatan, menurut data dari OpenSecrets.org, disparitas dana kampanye yang berhasil dihimpun antara Hillary dengan Trump mencapai $380 juta. Trump yang kemudian mengunci kemenangan dengan 289 suara elektoral—Hillary hanya mendapat 218 suara—'hanya' berhasil menghimpun dana sebesar sekitar $306 juta hingga tanggal 28 Oktober.
Jeratan oligarki yang sangat tampak pada kubu Hillary pun seolah menegaskan bahwa Trump adalah sosok yang tepat untuk melakukan reformasi. Namun apakah hal itu benar-benar akan terwujud? Bagaimanapun, Trump adalah Trump.
Janji kosong?
Pertanyaan terbesar masyarakat pascapemilu seringkali berpusat pada siapakah yang mendapat kekuasaan dalam pemerintahan baru. Dalam hal ini mereka adalah pihak-pihak yang telah memberikan dukungan, biasanya dalam bentuk pendanaan, kepada calon presiden.
Jika melihat dari apa yang dijanjikan Trump, maka seharusnya ia membatasi praktik tersebut. Namun beberapa hari setelah ia terpilih, agaknya janjinya omong kosong belaka. Setelah ia menjadi presiden terpilih, Trump menunjuk empat donatur utamanya untuk menjadi bagian dari komite eksekutif yang mengawasi transisi pemerintahan.
Salah satu donor utama tersebut adalah Rebekah Mercer, putri dari miliuner Robert Mercer. Rebekah sebelumnya mendukung Senator Texas Ted Cruz. Ia dan sang ayah bahkan telah menyumbangkan lebih dari $13 juta kepada Cruz melalui komite aksi politik super sang senator (Super PAC). Namun setelah Trump mengunci kursi nominasi Partai Republik pada Juni, keduanya mengalihkan dukungan kepada Trump, dengan dukungan dana sebesar $2 juta.
Robert Mercer sendiri diketahui mendukung portal berita konservatif Breitbart, di mana Stephen Bannon menjabat sebagai Executive Chairman. Nama terakhir merupakan chief executive officer kampanye dari Trump. Bannon juga kemudian telah diangkat menjadi chief strategist and senior counsel oleh Trump pada hari Minggu lalu.
Ketiga pendonor yang lain adalah Steven Mnuchin yang merupakan ketua pendanaan kampanye Trump, Peter Thiel yang adalah miliuner Silicon Valley dan co-founder Paypal, dan eksekutif Wall Street Anthony Scaramucci.
Thiel secara terbuka mengungkapkan dukungannya pada Trump dalam konvensi partai Republik di bulan Juli. Sementara itu, Scaramucci bergabung untuk mendukung Trump di bulan Mei, ketika para pendonor Partai Republik masih menjaga jarak mereka dengan sang Presiden Terpilih. Ia juga pernah bergabung dalam tim penggalangan dana yang bergerak dalam 24 jam bernama “Team Irredeemables” di mana tim tersebut berhasil mengumpulkan $18 juta.
Sebagai catatan, baik Rebekah, Thiel dan Scaramucci sebelumnya tidak memiliki latar belakang politik sama sekali.
Di sisi lain, seperti dilaporkan oleh The Washington Post, sejumlah pendonor terbesar dan pelobi yang memiliki keterkaitan dengan beberapa industri terbesar di AS juga telah ditunjuk oleh Trump untuk melakukan perekrutan dan perencanaan untuk beberapa badan federal tertentu.
Mereka termasuk J. Steven Hart, lembaga hukum dan lobi Williams & Jensen; Michael McKenna, seorang pelobi perusahaan energi yang mengawasi perencanaan untuk Departemen Energi; dan pendonor asal Dallas Ray Washburne, yang ditunjuk untuk mengawasi Departemen Perdagangan.
Eksekutif perusahaan minyak asal Oklahoma Harold Hamm, seorang miliuner yang sebelumnya menjabat sebagai penasihat kebijakan Trump, saat ini juga sedang dipertimbangkan untuk mengisi sebuah posisi di kabinet.
Trump sendiri masih berupaya untuk membangun "pagar etika" yang dapat membatasi ia dari kerajaan real estate-nya.
Industri pelobi di Washington, di sisi lain, saat ini sedang sibuk memperebutkan tempat pada pemerintahan Trump, yang kemudian disambut baik oleh tim transisi. Hal ini mengingat Trump, dengan sedikitnya pendonor yang berperan dalam kampanyenya, tidak memiliki banyak pilihan akan orang yang mengerti dengan baik permasalahan apa yang nantinya akan dihadapi oleh pemerintahannya.
Sikap kompromi sudah diperlihatkan oleh Trump. Namun, mengingat ia selalu penuh kejutan, tidak ada yang tahun pasti bagaimana pemerintahan Trump akan berjalan, termasuk apakah para pelobi dan pendonor tersebut benar-benar mampu mempengaruhi Trump.
"Hanya karena tim transisi membuat rekomendasi tidak berarti bahwa Donald Trump akan mengikutinya," kata Jeffrey H. Birnbaum, presiden dari BGR Public Relations.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Maulida Sri Handayani