tirto.id - La Ode Muhammad Suhardiman, kuasa hukum warga dari LBH Kendari, menyatakan tiga penduduk Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara, jadi tersangka. Mereka adalah La Dani alias Anwar, Hurlan, dan Hastoma.
Kasus ini dalam tahap penyidikan. “Kemarin malam, tiga warga ini selesai pemeriksaan (sebagai) saksi. Rencana (polisi) langsung periksa kembali sebagai tersangka, namun karena sudah tengah malam pemeriksaannya dilanjutkan hari ini jam 11,” kata dia kepada Tirto, Selasa (25/1/2022).
Ketiganya ditangkap polisi pada Senin (24/1), sekira pukul 12.30. Anwar dan Hastoma ditangkap di kebun ketika sedang menyantap makan siang, sementara Hurlan diringkus di rumahnya. Ketiga lelaki itu merupakan bagian dari warga penolak tambang di Pulau Wawonii. Warga, yang sebagian besar menggantungkan perekonomian pada sektor pertanian, perkebunan dan laut, menentang rencana penambangan nikel oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak perusahaan Harita Group.
Lantas pemeriksaan sebagai saksi dimulai usai peringkusan. “Untuk memberikan klarifikasi terkait laporan polisi yang dilakukan oleh humas perusahaan PT. GKP pada tahun 2019. Bahwa ketiganya dengan temannya, dilaporkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 333 ayat (1) KUHP,” terang Suhardiman.
Pasal 333 ayat (1) KUHP perihal penyekapan/perampasan kemerdekaan, yang berbunyi: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.”
Keteguhan warga menolak tambang nikel berujung pada ancaman, intimidasi, dan kriminalisasi. Pada tahun 2019, pihak korporasi mengadukan 28 warga ke polisi. “Tuduhan yang dialamatkan ke warga pun macam-macam dan cenderung mengada-ada, mulai dari dugaan menghalangi aktivitas perusahaan tambang, dugaan merampas kemerdekaan terhadap seseorang, tuduhan pengancaman, dan tuduhan penganiayaan,” kata Suhardiman.
Anwar, Hastoma, dan Hurlan termasuk dalam 28 warga yang sebelumnya telah dilaporkan ke polisi pada 23 Agustus 2019. Tuduhan kepada ketiganya saat itu perihal dugaan perampasan kemerdekaan terhadap seseorang, sebagaimana Pasal 333 KUHP.
Penangkapan ini diduga sebagai arogansi korporasi tambang yang rakus dan kepolisian yang sering tampil sebagai centeng oligarki. “Patut dibaca sebagai upaya negara melalui institusi kepolisian dan korporasi untuk menekan resistensi warga, sehingga rencana investasi penambangan dapat berjalan mulus,” sambung dia.
PT. GKP, tiga tahun silam, menerobos lahan-lahan milik warga. Hal tersebut mengusik penduduk setempat. Penerobosan lahan warga yang berulang mengakibatkan rusaknya tanaman jambu mete, kelapa, pala, cengkeh, sementara keberadaan tanaman lain dikawal ketat oleh polisi. Pun Suhardiman menyatakan pengaduan warga kepada polisi ihwal penerobosan lahan masyarakat tak pernah ditindaklanjuti.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri