tirto.id -
Situasi ini tidak lepas dari manuver politik Golkar usai menarik dukungan kepada Ridwan Kamil pada 17 Desember 2017. Alasan Golkar saat itu karena Emil (sebutan lain Ridwan) tak kunjung memutuskan Daniel Muttaqien sebagai calon wakil gubernur.
Dalam pemilihan gubernur (pilgub) Jabar hanya PDIP yang bisa mengusung calon sendiri karena memiliki 20 kursi di DPRD Jabar. Golkar yang memiliki 17 kursi, PKS 12 kursi, Gerindra 11 kursi, PPP 9 kursi, PKB 7 kursi, Nasdem 5 kursi, PAN 4 kursi, dan Hanura 3 kursi, membutuhkan mitra koalisi untuk bisa mengusung cagub dan cawagub.
Menyikapi situasi itu Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar Nusron Wahid mengaku telah menyiapkan tiga skenario di Pilgub Jabar. Skenario pertama tetap mengusung Ridwan Kamil bersama PPP, PKB, dan Nasdem dengan catatan menjadikan Dedi Mulyadi sebagai calon wakil gubernur pengganti Daniel Muttaqien.
“Syaratnya Dedi Mulyadi harus jadi wakilnya,” kata Nusron Jumat (22/12) pekan lalu.
Skenario kedua berkoalisi dengan PDIP mengusung Dedi Mulyadi yang merupakan Ketua DPD I Golkar Jawa Barat dengan mantan Kapolda Jawa Barat Anton Charliyan. Skenario ketiga berkoalisi dengan Demokrat mengusung Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi.
Bagi Golkar dua skenario terakhir paling realistis dilaksanakan. Untuk itu Nusron menyatakan Golkar terus berkomunikasi dengan Demokrat dan PDIP.
“Keputusan kami, kan, pastinya mengusung Dedi. Mau cagub atau cawagub,” ujarnya.
Pengamat politik Universitas Parahyangan Asep Warlan menilai peluang Golkar memenangkan Pilgub Jabar lebih terbuka apabila berhasil memasangkan Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi. Menurutnya figur Deddy dan Dedi bisa saling melengkapi.
"Demiz (Deddy Mizwar) punya kekuatan pada figurnya yang dikenal luas masyarakat Jabar sebagai Wagub (petahana). Dedi punya kekuatan mesin partai yang solid," kata Asep kepada Tirto, Rabu (27/12).
Peluang Golkar berkoalisi dengan PDIP juga terbuka. Pertimbangannya karena kedua partai merupakan peraih suara terbanyak di Jabar yang memiliki mesin partai tidak akan tertandingi.
"Persoalannya adalah figur. Bisa tidak menemukan figur yang pas untuk disandingkan," kata Asep.
"Mau tidak PDIP jadi nomor dua? Mereka punya suara besar dan bisa mencalonkan sendiri. Itu kalau kita sebut ada Puti, TB Hasanudin dan Anton (Charliyan) dari PDIP, ya," kata Asep.
Asep menilai tarik menarik dukungan cagub dan cawagub di Pilgub Jabar menunjukkan pragmatisme politik partai. Hal ini karena partai di Jabar tidak memiliki dasar yang pasti dalam berkoalisi, seperti ideologi dan aspirasi rakyat dalam membentuk koalisi melainkan hanya berorientasi pada kemenangan semata.
"Golkar dan semua partai lainnya bersikap elitis. Menempatkan rakyat sebagai penonton saja. Rakyat tidak dibiarkan memilih," ujar Asep.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat merespons positif skenario Golkar yang disampaikan Nusron. Menurutnya dukungan Golkar untuk Deddy akan semakin baik bagi untuk memenangkan Pilkada Jabar. Namun perihal pengajuan nama Dedi Mulyadi sebagai cawagub pendamping Deddy , Hinca menyatakan belum ada komunikasi tentang itu dengan Golkar.
“Saya baru dengar. Nanti saya cek dulu,” kata Hinca.
PDIP Belum Putuskan Sikap
“Sedang kami finalisasi,” kata Hasto saat dihubungi Tirto, Rabu (27/12).
Sementara PPP dan Nasdem memastikan dukungan mereka bersama PKB untuk Ridwan Kamil masih solid. Kepastian ini diambil usai ketiga partai itu menggelar pertemuan bersama Ridwan pada Sabtu (23/12) pekan lalu.
“Tidak ada pergeseran dukungan. Kami berkomitmen tetap mendukung RK,” kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP PPP Achmad Baidowi kepada Tirto, Rabu (27/12).
“Ada perbaikan komunikasi yang dijalankan RK,” kata Baidowi.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Jay Akbar