tirto.id - Tidak ada hubungan apapun antara Napoleon Bonaparte dan penaklukan Yerusalem—kecuali berkaitan dengan Ahmet Jazzar Pasha, si Jagal, jagoan perang dari Palestina Ottoman. Napoleon mengenang nama “Jazzar” sebagai seorang pria yang telah membangun karir atas prinsip bahwa ketakutan akan memotivasi individu lebih dari apapun.
Menurut Simon Sebag Montefiore dalam Jerusalem: The Biography (2011), Sang Jagal meneror teritorinya dengan memutilasi siapapun yang dicurigai tidak loyal. Seorang lelaki Inggris yang mengunjungi Acre melihat bahwa dia “dikelilingi orang-orang yang telah dilumpuhkan dan dinistakan. Orang-orang yang melayani atau berdiri di pintu.” Semuanya kehilangan satu lengan, hidung, telinga, atau mata.
Menteri Yahudinya, Haim Farhi, telah dihilangkan satu telinga dan matanya. “Jumlah wajah tanpa hidung dan telinga menyentak setiap orang yang mengunjungi bagian Suriah ini.” Sang Jagal menjuluki mereka “orang-orang yang ditandai”. Ahmet Jazzar kadang-kadang menyuruh para korbannya “memakai sepatu kuda” (hlm. 413).
Ahmet Jazzar Pasha kini menghadapi Napoleon yang sedang berada di masa kejayaan. Perancis mengepung Yafa yang menjadi pelabuhan Yerusalem dan hanya berjarak 20 mil. Yerusalem panik. Orang-orang mempersenjatai diri, segerombolan orang menjarah biara-biara Kristen, para pendeta harus dipenjarakan demi keselamatan mereka sendiri. Di luar tembok, Jenderal Damas meminta izin kepada Napoleon untuk menyerang Yerusalem (hlm. 414).
Napoleon menjawab bahwa dia harus menaklukan Acre terlebih dahulu dan kemudian “masuk sendiri dan menanam pohon kebebasan, tempat di mana Kristus disiksa, dan tentara Perancis pertama yang gugur dalam serangan itu akan dikuburkan di Makam Suci”.
Penyerbuan di Akhir Ramadan
Pada 26 Ramadan 1112 Hijriah, pasukan Perancis di bawah komando Napoleon Bonaparte tiba di perbatasan kota Yafa, Yerusalem dari ekspansi mereka ke Mesir. Di bandar Yafa, Napoleon mengirim surat kepada penguasa Yafa agar menyerahkan benteng kepada pasukan Perancis sebelum Napoleon menyerbu masuk.
Ketika pemimpin Yafa, Ahmet Jazzar Pasha menolak peringatan Perancis itu, pasukan Napoleon memperkuat tekanan terhadap Yafa selama 4 hari. Dalam 4 hari ini mereka menyempurnakan persiapan, kemudian melancarkan serbuan ke Yafa, dan memasukinya pada hari terakhir bulan Ramadan.
Saat zuhur pada hari ke-30 bulan suci Ramadan, pagar benteng Yafa berlubang dan jebol akibat gempuran pasukan Napoleon. Pasukan Perancis menyerbu masuk. Kurang dari satu jam pasukan Perancis berhasil menguasai Bandar dan Abraj. Perang pun terjadi begitu panas dan bergejolak. Dan malam itu, Yafa pun terampas (hlm. 414-415).
Ian Coller dalam artikelnya, “The French Revolution and the Islamic world of the Middle East and North Africa” yang dimuat di buku The Routledge Companion to the French Revolution in World History (2015), mendedahkan bahwa sebelum bergerak menuju Acre, Bonaparte memerintahkan pembantaian berdarah yang kejam atas sedikitnya 2.440 orang. Tetapi mungkin lebih dari 4.000 tentara Jagal yang mereka habisi secara bergelombang, 600 orang setiap hari.
Pada 18 Maret 1799, dia mengepung Acre, yang masih di bawah komando Jagal, yang secara nista disebut oleh Napoleon “kamitua yang tidak aku kenal”. Namun, Jagal dan 4.000 pembelanya yang terdiri dari orang Afghan, Albania, dan Moor melawan dengan gigih (hlm. 124).
Tanggal 16 April, Napoleon mengalahkan kavaleri Jagal dan satu angkatan perang Ottoman pada Pertempuran Gunung Tabor. Setelah itu, ketika sampai di Ramlah, 25 mil dari Yerusalem, dia mengeluarkan “Proklamasi untuk Yahudi”. Surat kabar resmi Perancis, Le Moniteur, mengklaim bahwa Napoleon “sudah mempersenjatai banyak sekali [orang Yahudi] untuk mendirikan kembali Yerusalem kuno”, tapi Napoleon tidak mampu merebut Zion sebelum Acre dikuasainya.
Napoleon Dipukul Mundur
Sementara itu, sang Jagal tetap menghimpun kekuatan. Kini pasukannya bahkan diperkuat dua kapal Angkatan Laut Inggris di bawah komodor yang termasyhur, Sir Sidney Smith.
Menurut Georges Lefebvre dalam Napoleon (2011), Sidney Smith menggabungkan delapan puluh delapan pelautnya dengan garnisun multinasional sang Jagal. Napoleon melancarkan tiga serangan ke Acre, tapi Smith dan sang Jagal berhasil menghalau serangan itu. Bala bantuan dari Ottoman pun mendekat dan pengepungan berlangsung hingga tiga bulan. Akibatnya, para jenderal Perancis amat kelelahan (hlm. 98).
Pada 21 Mei 1799, dengan 1.200 tentara mampus dan 2.300 sakit atau terluka, Napoleon membawa mundur pasukannya ke Mesir. Namun, 800 tentara Perancis jatuh sakit di Yafa. Saat mereka memperlambat gerak mundur, Napoleon memerintahkan para dokternya membunuh tentara-tentara yang sakit. Para dokter itu menolak. Akhirnya, seorang dokter Turki meracik ramuan laudanum (sejenis tanaman opium) dengan dosis mematikan untuk para pasien.
Dua ribu anggota pasukan berkuda Yerusalem di bawah komando sang gubernur mengejar dan menyerang pasukan Perancis yang sedang mundur. Tatkala para serdadu petani Nablus memasuki Yafa, Smith berhasil mencegah pembantaian kaum Kristen dengan memerintahkan warga Yerusalem itu untuk memulihkan ketertiban.
Di Mesir, Napoleon meninggalkan pasukannya dan berlayar pulang. Sekembalinya ke Perancis, Napoleon dielu-elukan sebagai sang penakluk yang pulang. Ia lalu merebut kekuasaan dari Directoire executif, semacam pemerintahan kolektif, dan mengangkat dirinya sebagai Konsul Pertama. Sebuah lagu romantik ihwal ekspedisinya ke Yafa, “Partant pour la Syrie”, dijadikan "lagu kebangsaan" kaum Bonapartis.
================
Sepanjang Ramadan, redaksi menampilkan artikel-artikel tentang peristiwa dalam sejarah Islam dan dunia yang terjadi pada bulan suci kaum Muslim ini. Artikel-artikel tersebut ditayangkan dalam rubrik "Kronik Ramadan". Kontributor kami, Muhammad Iqbal, sejarawan dan pengajar IAIN Palangka Raya, mengampu rubrik ini selama satu bulan penuh.
Editor: Ivan Aulia Ahsan