tirto.id - Menopause selama ini dikenal sebagai fenomena natural yang lazimnya dialami oleh perempuan yang memasuki usia 45-50 tahun, yakni ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi. Meski demikian, fenomena kesehatan yang serupa rupanya juga dialami laki-laki. Namanya Irritable Male Syndrome (IMS) atau dikenal juga dengan istilah andropause.
Bedanya, jika menopause menandakan akhir reproduksi sel telur dan mengantar si perempuan menjadi pribadi yang relatif lebih tenang, andropause justru mengawali era andropause menjadi lebih gampang tersinggung dan sensitif. Mengapa demikian?
Andropause atau IMS ditengarai oleh sejumlah ahli klinis dan psikologi sebagai awal mula munculnya istilah “grumpy old men” alias “laki-laki tua yang cerewet”. Jed Diamond dalam bukunya Irritable Male Syndrome: Understanding and Managing the 4 Key Causes of Depression and Aggression, mendefinisikan IMS sebagai “kondisi hipersensitif, cemas, frustasi, dan marah pada laki-laki yang berhubungan dengan perubahan biokimia, fluktuasi hormon, stres, dan, hilangnya identitas sebagai laki-laki”.
Definisi tersebut sekaligus telah memaparkan sejumlah gejala laki-laki yang sedang menghadapi IMS. Abraham Morgentaler, direktur klinik kesehatan Men's Health Boston, memaparkan gejala tambahan IMS pada WebMD, yakni depresi, menurunnya kepercayaan diri secara drastis, makin susah berkonsentrasi, tidur tak nyenyak, gampang kelelahan, dan akibatnya kesusahan saat ingin menurunkan berat badan.
Sebagian besar pasien Diamond yang menjadi responden penelitiannya mengalami gejala-gejala tersebut. Namun, yang paling menakutkan adalah efek IMS atas kehidupan seksual laki-laki. IMS mampu membuat penderitanya mengalami penurunan hasrat seksual, dan lebih parah lagi, disfungsi ereksi. Kondisi ini membuat sang pasien lebih depresi sebab IMS rupanya berdampak cukup besar bagi kehidupannya bersama pasangan.
Morgentaler dan ahli klinis lain berketetapan jika IMS disebabkan oleh menurunnya kadar testoteron pada tubuh laki-laki, lebih tepatnya 40 persen laki-laki di atas usia 45 tahun. IMS adalah kondisi puncak dari menurunnya level testoteron yang berlangsung selama berangsur-angsur sejak laki-laki berusia 30 tahun. Persentasenya kurang lebih 1 persen per tahun. Saat IMS menyerang, itu berarti kadar testosteron laki-laki yang bersangkutan telah di bawah normal (kurang dari 300 nanogram per desiliter).
Penurunan kadar testosteron bukan faktor tunggal IMS. Ia bisa berdampingan dengan penyebab lain yang lebih umum seperti meningginya tekanan darah atau serangan penyakit diabetes. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi kondisi psikologis laki-laki sehingga perasaannya lebih mudah untuk terombang-ambing. Istilahnya moody. Contohnya, dalam kondisi yang normal, atau biasa orang labeli “tak ada angin, tak ada hujan”, sang laki-laki bisa tiba-tiba marah akibat satu persoalan sepele saja.
Morgentaler meyakini bahwa ada pendapat umum yang keliru di masyarakat. Bahwa sensitivitas tinggi laki-laki di atas usia 40-an bukan akibat kadar testosteronnya tinggi, namun justru karena kadarnya berkurang banyak.
“Pria dengan testosteron rendah memiliki cadangan emosi yang lebih rendah. Sumbunya lebih pendek. Dalam budaya populer, orang mengaitkan kemarahan kaum pria dengan tingginya testosteron, namun bagi kami justru sebaliknya, yakni akibat level testosteron menurun drastis. Itulah saat di mana pria gampang rewel,” ungkapnya.
Berkaca pada Domba
Bukti fenomena IMS pada mulanya terdeteksi pada domba oleh Dr. Gerald Lincoln, anggota Medical Research Council's Human Reproductive Sciences Unit di Edinburgh, Skotlandia. Kepada Daily Mail, ia bercerita tentang risetnya selama musim gugur, diketahui bahwa kadar testosteron domba melambung tinggi dan mendorong terjadinya masa kawin. Namun di musim dingin kadarnya menurun drastis dan domba-domba itu kehilangan nafsu seksualnya.
Dr. Lincoln memantau aktivitas delapan ekor domba jantan jenis Soay, berharap untuk menemukan bukti bahwa hewan-hewan itu akan lebih agresif selama musim kawin, saat kadar testosteronnya tinggi. Namun yang terjadi jsutru sebaliknya. Saat kadar testosteron mereka jatuh, tetap saja di musim kawin mereka berubah dari yang sebelumnya percaya diri dan kompeten menjadi grogi dan canggung. Mereka juga berbuat hal-hal yang keluar dari normalitas seekor domba. Serupa dengan laki-laki yang tiba-tiba menjadi tak rasional dalam berperilaku.
Sindrom yang sama juga menyerang hewan-hewan lain, antara lain rusa merah, rusa kutub, domba mouflon, dan gajah India. IMS menyerang mereka saat kadar testosteron jatuh pada akhir musim berkembang biak.
Testosteron adalah hormon paling penting dalam tubuh laki-laki/pejantan. Testosteron yang diproduksi testis merangsang pertumbuhan tulang dan otot, serta mengembangkan hasrat seksual yang penting dalam hubungan berpasangan. Saat IMS bersanding dengan penurunan fungsi hormonal lain atau serangan penyakit-penyakit besar, wajar jika laki-laki mudah depresi dan mudah menumpahkannya pada orang-orang sekitar.
Kuncinya: Tak Usah Terlalu Dipikirkan
Bagi laki-laki yang sedang menghadapai IMS, Dr. Alvin Matsumoto, profesor University of Washington School of Medicine, berkata “Tak usah terlalu memusingkan kadar testosteron. Penurunan jumlahnya itu normal pada setiap pria berumur. Fokus bagaimana dan apa yang Anda rasakan. Sugestikan bahwa fenomena itu (IMS) tak akan berpengaruh pada kondisi jiwa Anda”.
Artinya, andropause/IMS adalah kondisi normal yang akan laki-laki dapatkan (meski kadarnya berbeda-beda, tergantung level penurunan jumlah testosteron). Sugesti yang Matsumoto sarankan berdasarkan pengalaman perempuan yang menghadapi menopause sebagai sesuatu yang natural, Saat fondasi pemikiran yang demikian telah terbentuk, lanjut Matsumoto, laki-laki akan lebih mawas diri saat IMS menyerang. Harapannya, si laki-laki tak menjadikannya sebagai alasan untuk marah-marah tak jelas.
Dr. Alvin dan ahli klinis lain menekankan bahwa efek buruk IMS yang tak terkontrol akan mudah memepegaruhi kehidupan bersama pasangan. Kunci pertama dan utama adalah keterbukaan dan kejujuran atas apa yang laki-laki rasakan. Sang pasangan diharapkan bisa menjadi partner yang baik dalam menuntun si laki-laki saat harus menghadapi situasi-situasi sensitif.
IMS adalah kondisi yang tak mungkin dihindari, maka upaya untuk menyehatkan diri sejak dini mutlak dilakukan agar kadar testosteron terjaga dengan baik. Matsumoto menyarankan untuk mulai menerapkan gaya hidup sehat sejak memasuki usia 30an. Bisa dengan diet, berolahraga secara teratur, dan konsisten dalam menjaga berat badan tetap ideal. Rahasianya, jangan merokok dan hindari minum minuman beralkohol dalam porsi yang berlebihan.
Tak lupa juga, berhubungan seksuallah dengan rutin bersama pasangan. Seks yang baik, sesuai pendapat para pakar seksologi sedunia, adalah vitamin yang manjur untuk mencegah datangnya potensi penyakit. Nikmatilah, selagi testosteron masih melimpah.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Maulida Sri Handayani