Menuju konten utama

Terkait Reklamasi, KLHK: Kami Hanya Berwenang di Aspek Lingk

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) San Afri Awang mengaku bahwa pihaknya hanya berwenang dalam aspek lingkungan dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta. Kewenangan untuk menentukan lokasi reklamasi, menurutnya, ada di tangan Kementerian Kelautan dan Perikanan, sedangkan perizinan ada di tangan pemerintah daerah terkait.

Terkait Reklamasi, KLHK: Kami Hanya Berwenang di Aspek Lingk
Aktivitas proyek pembangunan salah satu pulau kawasan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta, Selasa (5/4). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) San Afri Awang mengaku bahwa pihaknya hanya berwenang dalam aspek lingkungan dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta. Kewenangan untuk menentukan lokasi reklamasi, menurutnya, ada di tangan Kementerian Kelautan dan Perikanan, sedangkan perizinan ada di tangan pemerintah daerah terkait.

"Posisi kami, ya, me-'review' (perlakuan terhadap Teluk Jakarta) untuk kembali pada 'track' yang seharusnya kami lakukan untuk Teluk Jakarta secara keseluruhan," ujarnya di Jakarta, Kamis, (7/4/2016).

Hal ini, menurut Awang, membuat KLHK tidak bisa mencabut izin lingkungan yang dikeluarkan pemerintah daerah, dan hanya bisa melakukan pengawasan dan memberikan pendapat melalui Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD).

"Karena yang mengeluarkan izin adalah gubernur, ya, hanya gubernur yang bisa mencabut. Kami punya kewenangan untuk pantau lingkungan, tetapi jalurnya harus disampaikan terlebih dahulu melalui BLHD, tinggal BLHD melaksanakan atau tidak," papar Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada ini.

Awang menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 73 Undang-Undang tentang Lingkungan Hidup, intervensi pemerintah pusat dapat dilakukan jika terjadi pelanggaran hukum yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang relatif besar dan menimbulkan keresahan masyarakat.

Ia mengatakan bahwa jajarannya akan me-"review" Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL), termasuk dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)-nya.

Awang berpendapat bahwa seharusnya dokumen RKL-RPL yang diajukan oleh para pengembang sudah melewati studi aspek sosial ekonomi di wilayah tersebut. Khusus Teluk Jakarta, menurutnya, studi ini perlu merangkum aspirasi dari masyarakat nelayan yang melaut dan mencari penghidupan di wilayah itu.

"Kita cek metode amdal yang dipakai. Kalau sudah sesuai dengan standarnya, ya, kita benarkan. Akan tetapi, kalau nelayan misalnya tidak diambil sebagai responden, ya, itu keliru karena di poin ketiga amdal harus melalui studi aspek sosial ekonomi," pungkasnya.

Ia dan jajaran KLHK menawarkan solusi untuk membenahi persoalan 17 pulau buatan di Teluk Jakarta melalui program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau pembuatan tanggul raksasa di lepas pantai DKI Jakarta

"(Gunakan) NCICD, saran saya sehingga kita bisa me-'review' secara makro perlakuan terhadap Teluk Jakarta," pungkasnya. (ANT)

Baca juga artikel terkait KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KLHK atau tulisan lainnya

Reporter: Putu Agung Nara Indra