tirto.id - Jalan Teater, penerima fasilitasi Dana Indonesiana 2023 untuk kategori Pendayagunaan Ruang Publik, akan menggelar Terap Festival di kawasan Braga, Kota Bandung, selama sepekan, 3-10 Agustus 2024.
Terap sendiri merupakan singkatan dari Teater Ruang Publik. Istilah ini digunakan untuk mendekati dan mementaskan ingatan, harapan, serta kesadaran publik atas ruang hidup mereka lewat kemasan dan ekspresi artistik berupa teater inklusif.
“Festival teater di ruang publik memungkinkan aksesibilitas budaya yang lebih luas dan menciptakan ruang inklusi, sehingga seni pertunjukan dapat dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi,” ungkap Sahlan Mujtaba, inisiator sekaligus Direktur Terap Festival.
Sahlan menerangkan, gagasan dasar Terap Festival bersandar pada kata Theatron, akar kata Teater, yang dapat dimaknai sebagai arsitektur sosial, ruang bagi masyarakat untuk berkumpul dan menonton sekaligus bertukar gagasan. Berbekal pandangan demikian, sambung Sahlan, sudah seharusnya teater secara langsung melibatkan masyarakat, seniman, dan pihak-pihak lain yang berkaitan.
“Dengan begitu, terciptalah teater sebagai praktik yang melintas atau menyimpangkan berbagai disiplin, yang merombak batas antara pertunjukan dengan ritual hidup sehari-hari, antara aktor dengan penonton, antara ruang publik dengan ruang privat,” kata Sahlan kepada Tirto.id, Rabu (24/7/2024).
Pada edisi perdana ini, tema yang diusung Terap Festival adalah Braga Berebut Kenangan (Braga Beken): Meruang-waktukan Ingatan Tandingan Warga. Dua kurator Terap Festival, Brigitta Isabella dan Riyadhus Shalihin, menyebut tema tersebut diajukan untuk mempertanyakan simbol-simbol yang tertuang pada landmark atau marka tanah di sebuah kota.
“Relasi yang terjadi pada penentuan sebuah landmark biasanya cenderung hegemonik dan bersifat top-down, minim keterlibatan publik,” ungkap Brigitta Isabella. Riyadhus Shalihin menambahkan, partisipasi publik merupakan poin utama yang ditekankan dalam Terap Festival.
“Simbol kota seharusnya ditentukan secara demokratis dengan mempertimbangkan keterlibatan orang-orang sekitar dan konteks ruang. Dengan merujuk teater sebagai arsitektur sosial, Terap Festival berupaya memberi kesempatan bagi publik untuk memaknai simbol kota dengan lebih kritis dan bottom-up,” papar Riyadhus Shalihin.
Titik-Titik Kota
Konsep kuratorial Terap Festival berangkat dari persilangan antara landmark Simpang Lima Asia Afrika dengan Simpang Empat Braga, juga antara “Titik Nol Keramat” Sumur Bandung dengan “Titik Nol Teknokrat” tugu kota bikinan pemerintah, yang bersandar pada narasi Daendels.
“Peristiwa teater ruang publik akan bergerak mondar-mandir dari Simpang Lima Asia Afrika yang menandai Bandung sebagai ibukota perlawanan anti kolonial global, hingga Simpang Empat Braga yang menunjukkan obsesi pemerintah untuk mempercantik wajah kota saat ini,” sambung Riyadhus Shalihin.
Selain itu, peristiwa teater juga hadir di antara Titik Nol Sumur Bandung, sumber air yang menyimbolkan keberkahan, dengan tugu kota Titik Nol Kilometer yang menandai aspal sebagai “kutukan”. Perjalanan teater ruang publik tidak hanya menelusuri lapis “luar” Braga, tapi juga lapis “dalam” kehidupan warganya yang tinggal di balik kawasan tersebut.
Terkait hal itu, Braga Heritage, komunitas yang lahir dan hidup di area “Braga Dalam”, dilibatkan sebagai kurator Terap Festival. Selain Braga Heritage, kelompok lain yang berperan sebagai partisipan dan penampil kegiatan ini adalah Sekat Studio, Kolektif Arungkala, Ganda Swarna, Teater Serum, Agen Wisata Ingatan, S. Sophiyah, K., Toneel Bandung, Gymnastik Emporium, dan Hot Mamah Dance Club.
“Seniman Terap Festival terdiri atas individu atau kolektif/kelompok yang terbuka pada segala disiplin praktik dan lintas usia. Terap Festival mengedepankan peserta yang ingin bereksperimen dengan teater sebagai titik kumpul silang gagasan, bersiasat dan bersolidaritas bersama warga di tengah perubahan wajah kota yang semakin timpang, memiliki antusiasme untuk melakukan riset, dan berkolaborasi dengan warga dalam proses penciptaan karya,” papar Sahlan Mujtaba.
Dengan keragaman demikian, Sahlan menggarisbawahi Terap Festival sebagai teater dengan desain logistik yang menjadikan infrastruktur ruang publik dan daya gerak warga sebagai material dan metode utamanya.
Terap Festival juga menyediakan ruang bagi para seniman untuk menguatkan gagasan dan konsep lewat program inkubasi dan lokakarya. Salah satu materi lokakarya mengangkat tema Site-Spesifik Theatre yang diampu oleh Akira Takayama, sutradara dari Jepang sekaligus dosen pascasarjana di Tokyo University of the Arts.
Meski kegiatan utama akan dilangsungkan awal Agustus mendatang, proses Terap Festival sendiri dimulai sejak April 2024, mulai dari tahapan kurasi, inkubasi, dan lokakarya. Selain Dana Indonesiana kategori Pendayagunaan Ruang Publik 2023, kelangsungan Terap Festival juga mendapat dukungan dari Small Grant Japan Foundation, Jakarta.
Informasi lebih lengkap dapat dibaca di www.terapfestival.com.
Editor: Zulkifli Songyanan