Menuju konten utama

Tentang Si Seksi yang Tak Bikin Sakit Hati

Boneka seks terus berevolusi menjadi sangat mirip dengan manusia sungguhan. Meski harganya mencapai puluhan juta, peminatnya selalu ada dan industri alat bantu seks ini terus tumbuh. Para kolektor tak hanya memandangnya sebagai alat pelampiasan hasrat, namun juga entitas yang ampuh untuk mengusir rasa sepi sebab mampu menggantikan pacar ataupun istri.

Tentang Si Seksi yang Tak Bikin Sakit Hati
Boneka seks. FOTO/sobadsogood.com

tirto.id - “Nama saya Bob Gibbins. Umur saya 60 tahun. Dan saya adalah pemilik boneka seks terbanyak di dunia”.

Bob tak membual. Pria asal Inggris itu lantas menunjukkan koleksi boneka yang ia tempatkan di seluruh penjuru rumah: beranda, dapur, ruang tamu, halaman belakang, hingga (tentu saja) tempat tidur. Jumlahnya mencapai 240 buah.

Atas rekor tersebut, ia mendapat julukan “The Hugh Hefner of the Love Doll World”. Bedanya, “koleksi wanita” Hugh Hefner adalah model-model cantik, sementara koleksi Bob adalah benda mati.

Meski tak bernyawa, boneka-boneka tersebut diperlakukan Bob layaknya pasangan perempuan pada umumnya. Sesekali ia mengajak bonekanya untuk jalan-jalan dan berbelanja baju. Sesampainya di rumah, ia menghabiskan waktu berjam-jam untuk mendandani si boneka, ditempatkan dalam posisi unik, berfoto bersama, hingga minum teh di sore hari. Kepada Barcroft TV, Bob mengaku istri dan kedua anaknya tak keberatan atas hobi uniknya tersebut.

Bob telah menghabiskan total 80.000 poundsterling atau setara dengan Rp 1.39 miliar untuk melengkapi koleksinya. Ia adalah satu dari sekian banyak konsumen boneka pemuas birahi di dunia yang membuat bisnis ini terus tumbuh. Tak hanya sebagai pemuas hasrat seksual, dalam banyak kasus boneka seks dipandang sebagai teman hidup. Terlepas dari motif maupun pemanfaatan yang diserahkan kembali kepada si kolektor, peminat boneka seks sedunia selalu ada. Dari Prancis hingga Jepang, asap pabrik boneka seks terus mengepul.

Salah satu pabrik pembuat boneka seks terlaris di dunia ada di Duppigheim, Strasbourg, Prancis. Nama perusahaannya Dreamdoll. Menurut penelusuran Reuters, boneka Dreamdoll berbahan utama silikon dan dibuat semirip mungkin dengan perempuan pada umumnya, baik dari segi bentuk, bagian tubuh, maupun tekstur kulit. Bahkan calon pembeli bisa memesan warna rambut, mata, dan bentuk muka. Atas jaminan kualitas nomor satu ini, satu boneka Dreamdoll dibanderol dengan harga $6.150 atau sekitar Rp 80 juta.

Jepang tak mau kalah. Negara yang terkenal dengan etos kerja yang rapi dan mendetail ini juga berusaha membuat boneka seks yang semirip mungkin dengan manusia. Mereka menamainya Dutch Wife. Diambil dari boneka kulit dari Abad ke-17 yang dibawa pelaut Belanda yang pada masa itu memiliki hubungan dagang dengan penduduk Negeri Sakura.

Harga satu boneka Dutch Wife dibanderol Rp69 juta, lebih murah ketimbang Dreamdoll. Namun, Jepang tetap ingin bersaing dari segi kualitas. Perusahaan yang membuat Dutch Wife, Firm Oriental Industry, mengungkapkan kepada Mirror bahwa produknya adalah yang terbaik di dunia. Klaim yang bukan sekedar omong. Sejak diproduksi pada 2014 lalu, keuntungan perusahaan terus naik. Dutch Wife sangat amat digemari pria-pria Jepang.

Salah satu kelebihan Dutch Wife terletak pada bagian kulit dan mata boneka yang dibuat semirip mungkin dengan kulit dan mata manusia. Pemilihan baju juga bisa disesuaikan dengan selera si pemesan. Ada yang ingin si boneka baju biasa, kimono, baju anak sekolah menengah, baju tidur, dan banyak yang memesan boneka yang dipakaikan lingerie. Secara tak langsung, pemilihan baju dan aksesoris boneka pesanan menunjukkan selera si pemesan atas penampilan perempuan yang seksi.

Kelebihan Dreamdoll maupun Dutch Wife tak berhenti sampai situ. Kedua produsen sangat serius dalam menyiapkan produk yang benar-benar bisa memuaskan hasrat seksual konsumennya. Dalam arti lain, tugas terberat dari kedua perusahaan itu adalah membuat boneka yang bisa diajak berhubungan seksual layaknya perempuan normal. Untuk itu, Dreamdoll dan Dutch Wife menciptakan rangka boneka yang mirip tulang manusia agar boneka bisa diposisikan sesuai selera saat diajak berhubungan intim.

Mau gaya apa saja, bebas!

Pengusir Sepi yang Anti-Sensi

Banyak kasus boneka seks yang motif kepemilikannya justru melampaui pemenuhan kebutuhan seksual si pemilik. Layaknya Bob, mereka menganggap sang boneka setara dengan pacar atau istri pada umumnya. Mereka memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, dan keberadaan si boneka menjadi obat pengusir sepi yang ampuh.

Mereka secara sadar lebih memilih untuk hidup dengan si boneka ketimbang perempuan sungguhan. Alasannya: boneka seksi itu tak pernah membikin sensi apalagi sakit hati.

Tabo (45) adalah seorang insinyur asal Tokyo, Jepang, yang memiliki boneka seks (ia lebih suka menyebutnya boneka cinta) sekitar 25 buah. Ia menempatkan boneka-boneka perempuan dengan ragam baju itu di ruang tengah, didudukkan di sofa, dan tiap sore menunggu Tabo pulang. Ia adalah satu dari banyak pria Jepang dengan gaya hidup serupa. Tabo pun tak keberatan meski harus merogoh kantong lebih dari $170.000 dalam kurun 10 tahun terakhir untuk melengkapi koleksinya.

Tabo menyatakan bahwa ia mencintai boneka-boneka itu. Seperti yang diungkapkan kepada Reuters, ia mengaku tak mampu lagi mencintai perempuan sungguhan, apalagi hingga menikahinya.

“Perempuan sungguhan bisa berselingkuh dari kamu, atau terkadang mengkhianatimu. Tapi boneka-boneka ini tak pernah berbuat hal yang demikian. Mereka 100 persen milikku,” katanya.

Sama dengan Tabo, Senji Nakajima menganggap ia telah mendapatkan “hubungan yang sempurna” dengan boneka seksnya. Pria asal Nagano berusia 61 tahun itu pun tak terima jika pasangannya itu dianggap mainan belaka. “Dia lebih dari sekadar plastik”, katanya kepada Daily Mail.

Status Senji sama dengan seperti Bob. Ia adalah pria beristri dan sudah memiliki dua anak. Namun keluarganya, terutama sang istri, tak keberatan dengan obsesi aneh Senji. Senji memang dalam hubungan jarak jauh (LDR) dengan sang istri, sehingga ia membutuhkan pasangan lain tapi yang tak membuat istrinya marah. Ia pun membeli boneka seks yang kemudian dinamai Saori.

Terkadang ia mengajak bonekanya jalan-jalan atau aktivitas lain di luar rumah. Yang paling membahagiakan bagi Senji adalah fakta bahwa Saori mampu menjadi pengganti istrinya dengan baik. Ia mengaku awalnya tak memiliki perasaan khusus saat baru membeli Saori. Senji sebatas memandang Saori sebagai alat untuk menyalurkan hasrat seksualnya. Namun, beberapa bulan berselang, muncul perasaan cinta.

“Ia tak pernah berkhianat, tak mata duitan. Saya sudah lelah dengan manusia modern yang serba rasional. Manusia-manusia itu tak punya hati,” ungkapnya.

Terus Menggeliat dan Berevolusi

Seksi selalu menjual. Rumus ini sudah sejak lama dalam industri esek-esek. Tak terkecuali industri boneka seks yang dikategorikan sebagai sex toy atau alat bantu seks. Secara teknis, apapun yang mempunyai unsur robotik dalam hubungan seksual adalah sex toy. Untuk menstimulasi sensasi, sex toy sudah lebih lama keluar di pasaran dalam bentuk produk yang menyerupai penis atau vagina. Favorit konsumen adalah tipe yang bisa bergetar saat dinyalakan (vibrator).

Marketwatch mengutip data dari Statistic Brain yang menyebut keuntungan dari industri sex toy di tahun 2014 mencapai angka $15 miliar atau lebih tepatnya $15.250.000.000. Para pengamat memperkirakan angka ini akan naik menjadi $52 miliar. Pengguna sex toy memang cukup banyak, yakni sebesar 23 persen dari total orang dewasa di dunia.

Di situs Amazon, produk alat bantu seks mencapai 60.000 buah. Pencarian barang lewat internet memang cara termudah dan menimbulkan booming situs-situs jualan online akhir-akhir ini. Masih mengutip data Statistic Brain, di tahun 2014, negara dengan pencarian sex toy di Google terbanyak adalah Amerika Serikat dengan volume indeks 100. Selanjutnya ada Inggris (84), Afrika Selatan (75), Trinidad dan Tobago (74), Kanada (72), Selandia Baru (71), Australia (69), Jamaika (61), Sri Lanka (61), dan Ceko (52).

Boneka seks adalah lat bantu seks dalam evolusi yang lebih lengkap sebab menyediakan satu tubuh utuh, bukan hanya satu-dua bagian tertentu. Dalam perkembangannya di bidang teknologi, sudah ada proyek membuat boneka perempuan yang diisi kecerdasan buatan (artificial intelegence atau AI) layaknya robot perempuan di film Ex Machina (2015). Bukan tak mungkin lama-kelamaan produk tersebut akan diproduksi secara massal untuk kepentingan seks.

Namun bagi AV Flox, seorang wartawan yang berkonsentrasi pada isu seks, hukum, dan teknologi, cita-cita itu masih sangat amat jauh. “Robot seks memerlukan berbagai disiplin ilmu, mulai dari teknologi nano untuk membuat sesuatu yang menyerupai kulit, hingga teknologi AI dengan pengetahuan bahasa,” ungkapnya kepada BBC.

Akhir tahun 2015 futurolog Dr. Ian Pearson bekerja sama dengan Bondara, salah satu toko alat bantu seks terkemuka di Inggris, untuk membuat laporan yang berisi prediksi seputar seks di masa depan. Sebagaimana dikutip dari Telegraph, Dr. Pearson memprediksi di tahun 2025 mucul robot seks dengan harga yang super-mahal dan hanya mampu dijangkau oleh orang-orang kaya.

25 tahun setelahnya perkembangan robot seks lebih dahsyat lagi. 2050 adalah era dimana berhubungan dengan robot seks adalah hal biasa, sewajar hubungan antara manusia dengan manusia. Potensi pasarnya di 20 tahun mendatang akan menjadi tiga kali lipat dibanding hari ini dan tujuh kali lipat di tahun 2050. Keuntungan dari penjualan alat bantu seks di Inggris saja nantinya bisa mencapai 1 miliar poundsterling.

Faktanya, setiap tahun penjualan alat bantu seks naik sebesar 6 persen. “Angka itu bisa bisa naik atau turun. Namun untuk beberapa dekade ke depan minimal akan tumbuh sebesar 2 persen, di mana pendapatan rata-rata sudah naik sebesar tiga kali lipat dan pertumbuhan teknologi yang sedemikian cepat membuat manusia mampu memenuhi kebutuhan dasarnya dengan lebih baik,” ujar Dr Pearson.

Yang jelas Dr. Pierson sadar jika berbagai perubahan itu akan memunculkan kontroversi. Namun, sebagaimana perubahan-perubahan di sepanjang sejarah umat manusia, lama-kelamaan kontroversi itu akan surut dengan sendirinya. Terutama saat berhadapan dengan kebutuhan seksual manusia yang lekang sepanjang zaman. Di sisi lain, kehidupan yang makin urban membuat manusia makin individualistis serta anti dengan drama murahan bersama pasangan.

Lagipula, jika memang manjur untuk mengobati rasa sepi karena sendiri dan/atau menghindarkan diri dari perbuatan ilegal serta yang merugikan orang lain, mengapa tidak?

Baca juga artikel terkait GAYA HIDUP atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti