Menuju konten utama

Temuan TGIPF Disorot, LBH Surabaya: Ada Indikasi Kaburkan Fakta

LBH Surabaya menilai permasalahan utama dalam tragedi Kanjuruhan bukanlah pada infrastruktur, melainkan pada manajemen keamanan.

Temuan TGIPF Disorot, LBH Surabaya: Ada Indikasi Kaburkan Fakta
Sejumlah pegiat HAM bersama mahasiswa menggelar aksi kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (6/10/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Anggota LBH Surabaya, Jauhar Kurniawan menyebut temuan hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) koalisi masyarakat sipil menyimpulkan bahwa gas air mata menjadi sumber kepanikan suporter di Stadion Kanjuruhan.

"Temuan yang kita dapat, penyebab utama peristiwa ini memang gas air mata. Karena setelah kita coba mendalami video-video yang beredar tentang bagaimana awal mula peristiwa ini terjadi, memang kita melihat gas air mata ini menjadi penyebab utama munculnya kepanikan suporter," kata Jauhar kepada Tirto, Senin, 10 Oktober 2022.

Menurut Jauhar, kepanikan yang luar biasa tersebut akhirnya mengakibatkan suporter berdesak-desakan untuk keluar dari stadion demi menyelamatkan diri.

"Sehingga berdesak-desakan antar suporter di pintu keluar adalah akibat dari tembakan gas air mata," katanya.

Temuan TPF koalisi sipil tersebut tak sejalan dengan temuan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang menyimpulkan sementara bahwa stadion tidak layak menggelar pertandingan dengan kategori high risk match.

Hal itu berdasarkan hasil pengumpulan informasi per Sabtu (8/10/2022) kepada hampir semua pihak yang terlibat dalam insiden Kanjuruhan.

“Mungkin kalau medium atau low risk masih bisa. Jadi artinya, untuk high risk match kita harus membuat kalkulasi yang sangat konkret, misalnya adalah bagaimana mengeluarkan penonton dalam keadaan darurat. Sementara yang saya lihat adalah pintu masuk, berfungsi sebagai pintu keluar, itu tidak memadai. Kemudian tidak ada pintu darurat,” ujar anggota TGIPF, Nugroho Setiawan dalam keterangan yang diterima, Minggu (9/10/2022).

Menanggapi hal tersebut, Jauhar menilai permasalahan utama dalam tragedi Kanjuruhan bukanlah pada infrastruktur, melainkan pada manajemen keamanan.

"Kita melihat bukan di persoalan infrastrukturnya, namun bagaimana manajemen keamanan dalam hal menyikapi dan menjaga keamanan ketika ada pertandingan besar," kata Jauhar.

Lebih lanjut, Jauhar menyebut adanya indikasi upaya pengaburan fakta oleh pemerintah. Pasalnya, dari awal tak ada pernyataan yang jelas dari pemerintah terkait gas air mata yang menyebakan kepanikan suporter di tribun.

"Kita memang melihat indikasi itu (pengaburan fakta) ada, karena kita kalau melihat banyak statement dari institusi terkait mulai dari presiden, kemudian PSSI dan lain sebagainya itu memandang bahwa ini infrastrukturnya yang kurang mendukung ketika menyelenggarakan pertandingan yang memiliki risiko tinggi," jelas Jauhar.

"Namun, mereka tidak mengemukakan apakah gas air mata menjadi salah satu penyebab utama timbulnya kepanikan suporter yang ada di tribun," tandasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Forum Komunikasi Supporter Indonesia (FKSI) Richard Achmad Supriyanto. Richard menyebut bahwa sekalipun stadion dalam kondisi kurang memadai, namun jatuhnya korban hingga berjumlah ratusan jiwa tersebut tak akan terjadi tanpa adanya kepanikan yang ditimbulkan oleh tembakan gas air mata.

"Meninggalnya banyak orang itu kan ada sebab musababnya. Katakan gini deh, misal itu tidak ada instruksi, tidak ada gas air mata tembakan, walaupun memang infrastrukturnya tidak memadai tapi kan nggak ada korban pastinya. Nah, problemnya ini kan ada gas air mata yang ditembak ke tribun, kebetulan ini tribunnya tertutup, terkunci," kata Richard saat dihubungi, Senin, 10 Oktober 2021.

Baca juga artikel terkait TGIPF KASUS KANJURUHAN atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Maya Saputri