tirto.id - Polda Kalimantan Timur masih belum memastikan penyebab kebocoran pipa minyak milik PT Pertamina (Persero) di perairan Balikpapan. Menurut rencana, sampel pipa yang bocor itu baru akan diangkat pada hari ini untuk diteliti di laboratorium forensik.
“Kami akan mendatangkan ahli, apakah pipa memang disebabkan benturan atau apa. Jadi ahli yang kasih (simpulan), supaya benar-benar jelas apakah pipa terseret jangkar atau tidak,” kata Direktur Reskrimsus Polda Kalimantan Timur Kombes Pol Yustan Alpiani saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, pada Senin (16/4/2018).
Pipa baja setebal 12 milimeter dan berdiameter 20 inci tersebut berada di kedalaman 25 meter di bawah permukaan laut. Berdasar dugaan sementara, pipa tersebut patah karena terseret jangkar kapal MV Ever Judger.
Menurut Yustan, sampel pipa itu baru diangkat pada hari ini sebab berbagai pertimbangan. Setelah beberapa kali bertemu dengan Pertamina, barulah polisi menentukan titik mana yang harus dipotong.
“Kesulitan kami kemarin karena kalau asal dipotong, takutnya akan menghilangkan barang bukti atau petunjuk,” ucap Yustan.
Yustan mengatakan jangkar sebelah kiri dari kapal MV Ever Judger telah diperiksa. Hasilnya, menurut dia, ada goresan dan serpihan-serpihan bekas benturan beton. Sementara pipa Pertamina memang dilapisi beton. Selain itu, juga ditemukan kawat pada jangkar kapal itu.
“Kami akan menyita pipa yang putus. (Investigasi) masih akan berkembang terus, seiring dengan hasil dari penyidikan yang dilakukan. Kami berharap bisa bersabar menunggu hasil, karena kasus ini sangat spesifik,” ujar Yustan.
Untuk pihak yang bertanggung jawab kasus ini, Polda Kalimantan Timur berencana mengenakan pelanggaran pasal 99 ayat (1), (2), dan (3) dari Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
KLHK Temukan Lima Kesalahan Pertamina
Pada forum yang sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar memaparkan lima poin hasil pantauan kementeriannya di lokasi kebocoran pipa milik Pertamina di Balikpapan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menurunkan langsung Direktur Jenderal Penegakan Hukum, Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencemaran Kerusakan Lingkungan, dan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem untuk memantau lokasi kebocoran.
Pertama, KLHK menemukan dokumen lingkungan tidak mencantumkan dampak penting alur pelayaran pada pipa. Kedua, dokumen lingkungan tidak mencantumkan kajian perawatan pipa.
Ketiga, inspeksi pipa tidak memadai dan hanya untuk kepentingan sertifikasi. Keempat, tidak ada sistem pemantauan pipa otomatis. Kelima, tidak ada sistem peringatan dini.
“KLHK akan menerbitkan sanksi administrasi kepada PT Pertamina RU V Balikpapan untuk melakukan kajian risiko lingkungan dan audit lingkungan wajib,” kata Siti Nurbaya.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom