tirto.id - Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia pada 17 Juni 2022 telah menyetujui dukungan keuangan terbaru untuk Indonesia senilai 750 juta dolar AS. Angka tersebut setara Rp10,7 triliun dengan asumsi kurs Rp14.300 per dolar AS.
Pembiayaan baru tersebut akan mendukung berbagai reformasi signifikan yang dilakukan Indonesia. Beberapa di antaranya, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan hasil pembangunan, serta membantu transisi Indonesia menuju energi rendah karbon dan berkelanjutan.
Dukungan itu juga diberikan untuk meningkatkan pendapatan pajak, memperkuat sistem perpajakan menjadi lebih merata. Kemudian, memperkuat kelembagaan dalam melakukan perencanaan dan belanja pembangunan yang lebih efisien.
“Pandemi telah mempersempit ruang fiskal untuk belanja pembangunan Indonesia karena pendapatan negara yang rendah,” kata Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen dikutip Antara, Jakarta, Jumat (24/6).
Menurut Bank Dunia, reformasi fiskal akan mendukung pemulihan pasca pandemi di Tanah Air dengan menciptakan pemasukan yang lebih banyak dan mendukung perbaikan mutu belanja.
Pembiayaan baru ini sejalan dengan Country Partnership Framework (CPF) Bank Dunia untuk Indonesia 2021-2025. Khususnya tujuan strategis terkait penguatan daya saing dan ketahanan ekonomi serta peningkatan infrastruktur melalui pengenalan pajak karbon.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sejak tahun 2019, Pemerintah Indonesia telah berfokus pada reformasi pajak dan belanja publik. Dukungan dari Bank Dunia akan membantu memperkuat kesinambungan fiskal pemerintah Indonesia.
"Dukungan dari Bank Dunia berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang luas pasca pandemi, dan membantu mengurangi kemiskinan," tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan, dukungan Bank Dunia dalam Indonesia Fiscal Reform Development Policy Loan akan mendukung Indonesia mengatasi tantangan utama penerimaan dan belanja negara melalui dua pilar.
Pilar pertama bertujuan meningkatkan penerimaan melalui peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Khususnya individu yang berpenghasilan tinggi dan dengan merasionalkan pembebasan pajak.
Pilar ini juga akan memperkenalkan pajak karbon yang akan mendukung ekonomi rendah karbon, dengan mengenakan pajak emisi dari pembangkit listrik tenaga batu bara.
Pilar kedua, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja negara dengan memperkuat kapasitas pemerintah daerah dalam hal sistem transfer fiskal. Lalu, memperkuat hubungan antara perencanaan dan penganggaran, dan bagaimana anggaran dilaksanakan.
Editor: Anggun P Situmorang